Profile Editor's Choice

Kisah Solena Chaniago Menjadi Hair Stylist Top di New York

Kisah Solena Chaniago Menjadi Hair Stylist Top di New York

Pulang pergi New York – Jakarta sudah menjadi hal yang biasa bagi Solena Chaniago. Terlebih di tengah kesibukan yang digelutinya, di dunia hairstylist dan akting. Namun hal tersebut tidak membuatnya jera. Dengan karier yang ia bangun susah payah, Solena masih ingin membuat dirinya berkembang.

Kepulangannya ke Indonesia tentu bukan untuk menetap, namun hanya sementara sembari ia menikmati udara di Tanah Air tercinta. Ditemui di waktu senggang di Senayan City, bersama dengan asisten dan rekannya, Solena menyambut ramah. Namun sayang, saat ditemui oleh tim SWA saat itu merupakan hari terakhir ia di Indonesia di tahun 2014 ini. Esoknya, ia harus kembali ke New York dan kembali lagi ke Indonesia awal tahun 2015.

Solena Chaniago

Solena Chaniago

Bagaimana lika-likunya mengembangkan karier di New York? Solena Chaniago menuturkannya kepada Lia Amelia Martin dari SWA Online berikut ini:

Bagaimana kisah Anda bisa menjadi hair stylist top di New York? Seperti apa perjuangannya untuk mencapai posisi seperti itu? Sudah berapa lama menggeluti profesi sebagai hair stylist? Di New York sendiri sudah menetap berapa lama?

Butuh kekuatan untuk berjuang seperti saya. Waktu itu saya pindah ke Amerika tahun 2005 cuma bermodal uang US$500. Karena surat imigrasi belum selesai diurus, saya tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak. Akhirnya saya menjadi waiters. Pindah dari waiters satu ke waiters lainnya. Peruntungan saya dimulai di sini, ketika saya bekerja sebagai waiters, saya ketemu dengan kru film yang kemudian menawari saya main film. Tadinya saya kira saya langsung main film, ternyata masih harus ada audisinya, dan untungnya saya lolos. Ini sudah menjadi keberuntungan bagi saya. Di luar sana orang-orang sikut kanan sikut kiri agar bisa mendapat peran. Sementara saya tanpa melakukannya sudah ada yang nawarin.

Akhirnya saya main di film The Brooklyn Finest dan The Extra Man. Itu pun tidak semulus yang saya pikirkan. Ternyata ada beberapa scene dialog saya yang di-cut. Waktu itu sutradara saya suka sama akting saya. Akhirnya saya dapat kesempatan menjadi member artis berkelas di sana. Tapi, selesai dua film, saya vakum.

Lalu, saya ketemu pacar yang kerjanya bolak-balik London – New York. Akhirnya saya juga ikut bolak-balik. Selanjutnya, saya tertarik untuk kerja menangani khusus rambut cowok saja. Saya pergi ke barber. Karena saya tamatan hairstylist rambut biasa, saya enggak bisa ikut join di sana. Kalau mau harus mulai dari bawah, dari asisten hairstylist dulu. Saya enggak mau. Waktu itu keuangan saya sedang bagus. Saya ambil sekolah di Aveda School di New York, di London Toni & Guy Academy, kemudian lanjut juga sekolah di Los Angeles. Karena jebolan sekolah elite dunia, balik ke New York, saya gampang dapat pekerjaan. Dapat pekerjaan di salon yang bagus juga. Saya juga kerja di Paul Labrecque, nama bos saya sekaligus salonnya. Kebetulan dia hairstylist untuk selebriti di Amerika juga, jadi saya juga banyak belajar dari dia. Jadi, itu perjalanan saya untuk menjadi hairstylist.

Solena (tegak)

Mengapa memilih New York sebagai tempat membangun karier? Mengapa tidak di Indonesia saja? Apa yang menarik dengan membangun karier di New York?

Semua orang tentu tahu New York is capital of the world. Jadi memang di sana menurut saya tidak ada perbedanaan. Orang dari suku atau ras manapun ketika di New York semua sama. Itu yang membuat saya ingin menmbangun karier di sana. Kebetulan juga di Paul Labrecque saya ditaruh di Gentleman Department, itu yang membuat saya betah di sana.

Bagaimana perkembangan bisnis di sana? Segmen pasar mana yang dibidik? Berapa dollar Anda memasang tarif?

Perkembangan bisnis di New York tentu bagus. Dilihat dari banyaknya perusahaan yang banyak berkembang pesat disana. Kalau dari bisnis saya sendiri sebagai hairstylist, saya merasa senang bisa maju di sana. Saya dapat komisi per tiga puluh menitnya US$200.

Rata-rata tiap bulan kliennya berapa banyak? Apakah pelanggannya ada dari kalangan selebritas? Siap saja mereka?

Di New York, hairstylist sudah seperti dokter, berpindah-pindah. Begitu juga dengan saya. Jadi Paul Labrecque ini ada empat lokasi di Manhattan, setiap hari di mana client membutuhkan saya ya saya ke sana. Per hari bisa sepuluh klien, dan bisa juga lebih. Saya sudah kawakan di dunia rambut, jadi pelanggan saya juga dari berbagai kalangan mulai dari CEO-CEO perusahaan internasional, penyanyi rapper, dan saya juga pernah menangani manajer Justin Bieber, Scooter Braun.

Berapa banyak timnya sekarang, dan mereka dari mana saja?

Karena di Paul Labrecque saya bekerja, tim saya rata-rata ya dari New York itu. Di Paul Labrecque sendiri, hanya ada dua perempuan, saya dan ibu-ibu. Sementara di luar Paul Labrecque, saya juga memiliki tim seperti asisten dan rekan saya. Mereka dari Indonesia.

Apakah ada rencana membuka usaha sejenis di Indonesia?

Ingin mendirikan barber, cuma saya enggak mau dengan modal sendiri. Saya mencari investor orang Indonesia. Lalu mungkin saya juga ingin menerapkan profesionalisme kerja selama saya di New York. Harus selalu tampil prima, karena kita berhadapan dengan orang-orang kelas dunia.

Jadi kami bekerja tidak hanya memakai kaus saja, tapi memakai baju yang sopan, rapi dan tentunya pakai highheels. Body language juga menjadi patokan untuk saya. Karena kami juga melayani orang-orang yang profesional. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved