Profile

Miera Rahayu, Ingin Memperkenalkan ZTE ke Publik

Miera Rahayu, Ingin Memperkenalkan ZTE ke Publik

Miera Rahayu, Brand Communicaton Manager PT ZTE Indonesia, memang memiliki ketertarikkan dengan dunia brand management. Sempat menapaki karier di agensi periklanan, wanita lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini, merasa tertantang ketika masuk dalam industri teknologi yang memiliki target Business to Business (B2B). Dengan mengandalkan strategi Public Relation (PR), Miera bertekad memperkenalkan ZTE ke masyarakat.

Berikut penjelasan Miera kepada reporter SWA Online, Destiwati Sitanggang

Bagaimana ceritanya Anda bergabung dengan ZTE?

Awalnya memang saya tertarik dengan dunia brand management, tapi saya tidak bisa langsung terjun di brand management. Saya sebelumnya sempat masuk di advertising agency dulu, Fortune Indonesia. Saya menjadi account executive hampir selama satu tahun. Lalu saya berpikir untuk mencari bidang yang lebih strategis, tetap di bidang advertising, tetapi saya pindah ke bagian media planner, di Chiron Max Advertising. Selama 3 tahun saya menjabat sebagai media planner, dari situ saya banyak belajar tentang strategi. Setelah itu saya baru mendapatkan kesempatan untuk brand management.

Miera Rahayu, Brand Communication Manager PT ZTE Indonesia

Lantas, sejak kapan Anda bergabung dengan ZTE?

Saya bergabung dengan ZTE di Januari 2014.

Mengapa memilih bergabung dengan ZTE?

Pertama, karena tawarannya adalah untuk meng-handle brand, dan itu adalah hal yang menarik buat saya. Dan di ZTE itu unik, saya harus meng-handle brand, yang targetnya untuk business to business (B2B). Saya di sini menangani network and service provider, yang membutuhkan strategi yang berbeda dengan menangani poduk yang tangible. Jalur komunikasinya juga akan beda. Kalau menangani produk, saya lebih banyak beriklan, kalau untuk barang yang intangible, itu lebih ke strategi PR. Saya merasa menemukan tantangan tersendiri di sini.

Apakah Anda memiliki pengalaman dalam industri tekologi?

Saya kuliahnya di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, tapi saya pernah menghandle toys lalu menghandle teknologi. Tantangan yang saya hadapi ketika berpindah itu, ya belajar tentang produknya itu sendiri. Kalau ilmu brand management, secara general sama.

Berarti ZTE menjadi korporasi pertama Anda dan kebetulan industri teknologi, apakah mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri?

Justru di agency saya berhubungan dengan klien, dari situ saya sudah mulai mengamati, jadi perubahannya tidak terlalu membuat kaget. Hal yang mengagetkan saya dan membuat saya harus banyak baca adalah produk yang saya handle. Jadi, kalau saya menangani produk yang baru, saya harus belajar tentang produknya, kompetisinya, apalagi ini bidang teknologi yang tadinya saya kurang familiar. Jadi di ZTE ini, seiring perjalanan, selain saya belajar tentang strateginya saya juga belajar tentang teknologinya.

Sebagai orang yang belum memahami betul teknologi, apakah sempat merasa putus asa dalam memahami industri ini?

Tentu pernah, tetapi di ZTE banyak orang yang berkompeten dengan dunia teknologi dan bisa saya gandeng.

Lalu, apa tanggung jawab Anda di ZTE?

Secara mudahnya, saya harus memperkenalkan ZTE, baik secara brand maupun korporat ke publik, sehigga ZTE tidak hanya dikenal oleh orang-orang yang bekerja di telko atau di bidang teknologi. Saya harap, masyarakat umum juga bisa mengenal peran ZTE di balik telko dan manfaat ZTE.

Lalu, apa kesulitan yang Anda hadapi bekerja di perusahaan yang menggunakan sistem B2B?

Tentu saya mengalami kesulitan, pertama di adaptasi, karena biasanya saya di produk yang business to consumer (B2C) dan jalurnya sudah jelas lewat advertising, jadi kalau di B2B harus lebih ke strategi public relation (PR) dan untungnya saya didukung oleh Fortune PR juga.

Selama masa karier Anda di ZTE, strategi terbaik apa yang pernah Anda lakukan?

Selama ini, saya dan Fortune PR berusaha membangkitkan ZTE dari kevakuman. Itu bukan strategi terbaik, tapi upaya yang optimal untuk mengembalikan lagi ZTE di media, karena sudah dua tahun ini kami tidak pernah muncul.

Bagaimana kondisi ZTE sebelumnya?

Sebelumnya, ZTE lebih memfokuskan diri ke teknologi dan service klien, jadi mungin publikasi ke masyarakat umum belum dianggap krusial. Tapi, di tahun ini kami coba memperkenalkan diri ZTE ke masyarakat umum. Kevakumannya memang lebih disebabkan karena sedang memfokuskan diri ke teknologi.

Sebagai perusahaan yang bergerak dengan sistem B2B, mengapa sekarang mulai memperkenalkan ZTE ke masyarakat?

Jadi, di dalam masyarakat umum itu ada juga orang-orang contact point yang penting untuk membangun bisnis. Di dalam populasi masyarakat umum itu ada decision maker dari company, ini yang akan membantu orang-orang marketing untuk approach customer. Lalu, hal ini juga membantu menciptakan demand di masyarakat, karena membuat masyarakat menyadari ada lho perusahaan di Indonesia yang menyediakan teknologi yang bermanfaat untuk mereka dan belum diterapkan. Hal ini semakin mendorong untuk pengimplementasian teknologi tersebut di Indonesia lebih cepat.

Lantas, apa yang Anda lakukan untuk memperkenalkan ZTE ke masyarakat?

Dalam rangka memperkenalkan teknologi baru, kami lebih banyak dibantu oleh media dengan menghadirkan Researh and Development kami dari Amerika. Selain itu,kami juga sudah bekerja sama dengan Telkom University dan Institut Teknologi Bandung, dan itu bukan hal baru buat kami. Kami membuatkan laboratorium di kampus tersebut.

Lalu, apa dampak startegi tersebut terhadap perkembangan bisnis ZTE?

Di akhir tahun ini, kami sudah sign kontrak dengan Smartfren, kerja sama untuk LTE-nya.

Terakhir, apa target Anda untuk ZTE Indonesia?

Saya ingin semua produk dan servisnya dikenal di masyarakat. Jadi, orang-orang bisa tahu, kalau di balik sebuah brand atau di balik kesuksesan sebuah telko dalam menyajikan jaringan yang kuat, itu ada ZTE di belakangnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved