Profile

Ni Nyoman Trisnasari, Srikandi di Asyst

Oleh Admin
Ni Nyoman Trisnasari, Srikandi di Asyst

Tak banyak yang tahu bahwa urusan teknik Garuda Indonesia dikendalikan oleh kaum Hawa. Bahkan wanita tersebut juga merupakan kunci urusan hardware, aplikasi, dan jaringan Garuda. Infrastruktur dan sistem aplikasi maskapai penerbangan BUMN itu dalam genggamannya.

Ni Nyoman Trisnasari

Ni Nyoman Trisnasari, Chief Technical Officer PT Aero System Indonesia

Namanya Ni Nyoman Trisnasari. Setahun terakhir ia menjabat sebagai Chief Technical Officer PT Aero Systems Indonesia (Asyst), anak perusahaan PT Garuda Indonesia yang menangani sistem penerbangan Garuda. Asyst merupakan satu-satunya perusahaan yang menangani end-to-end industri penerbangan dari ticketing, penjadwalan pesawat beserta pilot dan pramugarinya.

Alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, ini belum lama kembali ke tanah air. Sekitar 9 bulan sejak kelulusannya, wanita yang akrab dipanggil Koming ini langsung meniti karier di Hughes Aircraft, Amerika Serikat. Sejak itulah ia berkarier di dunia satelit dan komunikasi internasional.

Bagaimana Koming menjalani kariernya di lingkungan male-dominant? Berikut kutipan wawancara eksklusif Tika Widyaningtyas, reporter SWA Online.

Bagaimana awalnya Anda bergabung dengan Asyst?

Sebelumnya tahun 2009 saya sempat kembali ke Indonesia karena ada proyek di Dubai dengan Motorola San Diego sempat kena dampak krisis. Tapi waktu itu saya masih jadi konsultan, kerja jarak jauh. Saat saya di sini, saya dikontak untuk membantu Asyst untuk project management seperti data center improvement dan disaster recovery center. Saya bantu mulai dari desain konsepnya, analisis, pemilihan bidding process, sampai disaster recovery planning.

Setelah selesai saya kembali ke Norwegia. Saat saya di Norwegia, kebetulan Asyst sedang membutuhkan posisi ini. Asyst menghubungi saya. Cukup lama saya berpikir untuk decide ikut atau tidak, sampai berbulan-bulan. Akhirnya saya bilang, “Ya sudah, saya coba itu.”

Pernahkah Anda mengalami kesulitan sebagai perempuan di dunia teknik yang didominasi dengan laki-laki ini?

Susah nggak ya? Dari sisi belajarnya sih oke-oke saja. Terus terang cita-cita saya dulu jadi dokter, tapi salah masuk jurusan di Teknik Elektro. Setelah saya masuk, saya ikuti karena saya suka ilmu-ilmu eksak apalagi Matematika. Kalau di Teknik Elektro itu penguasaan Matematika harus super canggih, jadi saya suka dan enjoy. Waktu kuliah saya banyak belajar teori, pelajaran Matematika banyak sekali, integral sampai beberapa kali. Kemudian waktu saya dapat kesempatan di Amerika, saya banyak di lab, baru ngeh bahwa teori itu dipakainya di sini. Learning by doing nya di situ. Nah, karena jadi nyambung jadi lebih fun. Karena fun, dibilang sulit juga tidak.

Bagaimana dengan bekerja bahkan memimpin laki-laki?

Kalau bekerja di lingkungan yang male-dominant, saya rasa memang berat. Walau bagaimana pun juga, kita sebagai perempuan selalau dianggap lebih lemah dan tidak bisa lebih laki-laki. Kalau laki-laki dipimpin oleh wanita, reluctance-nya akan lebih tinggi. Jadi kita kalau mau jadi pemimpin laki-laki, kita harus berlipat-lipat lebih bagus dari mereka sehingga respect mereka benar. Mereka juga tidak meragukan bahwa kita lebih bagus atau sama saja dengan mereka. Jadi usaha kita memang harus berlipat-lipat kali dari laki-laki.

Bagaimana gaya Anda dalam bekerja, terutama saat memimpin laki-laki?

Saya terus terang bukan orang yang peduli dengan leveling atasan dan bawahan. Saya memperlakukan teman-teman saya sebagai kolega dan tim. Karena tanpa teamwork yang solid ini kita akan susah untuk berhasil. Saya juga menerapkan kalau di luar jangan bawa-bawa jabatan. Kalau di luar kantor seperti nonton bareng atau makan bareng, urusan kita pertemanan. It’s a friendship, jadi bukan karena saya bawahan atau saya bawahan. Dengan begitu menjadikan saya tidak merasa berat terutama untuk leadership-nya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved