Profile Company

Dirgantara Indonesia, Perjuangan Tanpa Lelah Membangun Industri Kebanggaan

Dirgantara Indonesia, Perjuangan Tanpa Lelah Membangun Industri Kebanggaan

Sungguh tak mudah merealisasikan mimpi memiliki industri strategis yang kuat, apalagi di industri penerbangan yang butuh dukungan kemampuan riset dan teknologi tinggi serta dana permodalan yang sangat besar. Hanya sebuah persistensi, kesungguhan dan dukungan political will yang akan sanggup mewujudkan mimpi itu. Tengoklah apa yang terjadi pada BUMN produsen pesawat dan helikopter, PT Dirgantara Indonesia (DI). Sungguh, irama perjalanannya sangat jauh untuk dikatakan mulus. Selepas era pemerintahan BJ Habibie, kondisi bisnis PT DI terseok-seok. Bahkan pada 2007 PT DI pernah dinyatakan pailit walaupun setahun kemudian (2008) kemudian putusan pailit itu dibatalkan.

Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia

Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia

Harapan baru PT DI mulai muncul setelah ada kesadaran baru di era pemerintan Susilo Bambang Yudoyono untuk menyelamatkan industri strategis. Setidaknya cahaya itu mulai nampak ketika BUMN yang bermaskas di Bandung itu memperoleh suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2,075 triliun, serta pasca menjalani program restrukturisasi tahun 2011. Apalagi PT DI didukung oleh kebijakan pemerintah melalui Perpres 42/2010 tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), sehingga praktis PT DI menjadi prioritas sebagai pemasok pesawat dan helikopter untuk TNI. Sejak itulah secercah optimisme mulai menyemangati seluruh awak PT DI.

BUMN penerbangan ini kemudian pelan-pelan mulai merenda kembali era kebangkitannya. Tiga tahun kemudian, tahun 2013, misalnya, dari rapor neraca keuangannya sudah mulai nampak laba bersih positif senilai Rp 10,27 miliar dan pejualan Rp 3,51 triliun. Sedangkan total kontrak baru dan lama yang diperoleh hingga akhir 2013 senilai Rp 10,83 triliun. Tahun 2015 lalu, total penjualan PT DI diperkiarakan sudah diatas Rp 6 triliun. Prestasi yang lumayan baik.

Tak disangkal, salah satu pasar utama PT DI memang guna memenuhi kebutuhan TNI dan Kementerian Pertahanan RI. Untuk memenuhi kebutuhan TNI, khususnya kebutuhan transportasi medium, misalnya, sepanjang 2015 lalu PT DI sudah menyerahkan 9 unit pesawat CN295, 12 pesawat CN235 untuk TNI AU dan AL, serta 32 unit pesawat NC212 kepada TNI. Selain pesawat dengan sayap tetap (fixed wing), PT DI juga telah menyerahkan sejumlah pesawat sayap putar (rotary wing) atau helikopter kepada TNI. Sepanjang 2015, total terdapat 31 unit helikopter Bell 412 EP, 14 unit Bell 412 SP, dan 36 unit helikopter jenis NBO105. Sementara, untuk helikopter Super Puma NAS332, PT DI telah menyerahkan 13 unit untuk TNI. PT DI juga masih mengantungi pesanan 6 helikopter Cougar EC725 dari TNI AU dan akan selesai dirakit tahun 2017 mendatang.

Toh, selain pesawat militer yang dipasarkan untuk TNI, Kemenhan RI dan sejumlah negara, PT DI kini juga memproduksi pesawat komersial. Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI, menjelaskan kepada reporter SWA Arie Liliyah, pihaknya kini menawarkan enam jenis produk ke pasar. “Dari enam produk itu, terdiri dari tiga jenis pesawat dan tiga jenis helikopter,” tutur Andi. Dari berbagai produk yang ditawarkan sekarang, ada yang merupakan inovasi dan evolusi produk sebelumnya, namun juga ada yang dikreasikan dari nol alias baru.

“Produk terkini yang kami buat, pesawat N219. Ini kami kembangkan dari nol, bukan produk lanjutan. Kami butuh tiga tahun untuk mengembangkannya,” terang Andi. Pihaknya mulai mengembangkan N219 sejak 2014, saat ini memasuki tahap akhir, dan akan mulai uji-coba terbangkan Agustus 2016. “Rencananya secara resmi baru akan diluncurkan pada 2017. Pesawat ini murni karya orang Indonesia, dikembangkan orang indonesia, diproduksi dan dipasarkan oleh orang Indonesia,” sambungnya seraya menjelaskan biaya investasi N219 sebesar US$ 80 juta. Untuk memproduksi N219, sebagian besar komponen produksi diambil dari dalam negeri sehingga biaya lebih murah dan bisa ikut menggerakkan industri pendukung dalam negeri. Setidaknya 60% komponen N219 merupakan local content.

Sementara itu, untuk jenis pesawat hasil pengembangan lanjutan, misalnya tipe N212. Tipe pertama N212 sudah mulai diproduksi sejak 1976 namun hingga sekarang terus mengalami evolusi dan inovasi untuk penyempurnaan. Pesawat tipe N212 terbaru diberi nama N212i. “Sengaja kami tambahkan “i” dibelakang sebagai petunjuk bahwa N212 yang sekarang buatan Indonesia, tidak lagi dibuat di Spanyol. Karena dulu N212 dibuat di Spanyol dan Indonesia,” imbuhnya.

Ya. Saat ini produksi tipe pesawat N212i hanya di Indonesia — tak ada lagi yang diproduksi di Spanyol. “Sejak 2013 semuanya kami yang produksi. Kalau mitra Spanyol mau jualan, maka ia ambil dari sini,” katanya. Salah satu alasan N212 diproduksi di Indonesia karena merupakan tipe pesawat kecil yang secara cost akan lebih mahal bila diproduksi di Eropa — labour cost masih lebih murah di Indonesia. Andi menambahkan, dalam industri pesawat terbang, pola evolusi produksi adalah sebuah kelumrahan sebagai bagian dari inovasi. Ia menyontohkan pesawat 737 dari Boeing yang sudah dirancang sejak era 1960-an dan sampai sekarang masih dipakai karena juga sudah mengalami evolusi dan pengembangan fitur dan teknologi.

Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia

Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia

Andi menjelaskan, pihaknya optimis terhadap masa depan PT DI dengan berbagai inovasi yang dilakukan. “Kami terus melakukan inovasi dan improve. Kalau tidak improve produk, kami akan mandeg. Kami memiliki kegiatan R&D yang bekerja sepanjang tahun,” tuturnya. Selain itu, dalam inovasi juga menyesuaikan kebutuhan pelanggan sehingga dilakukan pola customized. Misalnya belum lama ini pemerintah Thailand membutuhkan pesawat khusus untuk menjalankan hujan buatan, maka PT DI kemudian mengoptimalkan jenis produk yang sudah ada dan kemudian melakukan kustomisasi sesuai pesanan pelanggan.

Ya, upaya membangun kembali industri strategis yang satu ini memang butuh dukungan multidimensional. Inovasi dan konsistensi awak internal saja tentunya tak cukup. Terutama butuh dukungan dan political will dari pemerintah, baik untuk membantu aspek permodalan, pencarian pasar segmen government to government, serta pengembangan usaha terintegrasi menjadi industri ikonik nasional. Tanpa itu, upaya menjadikan PT DI sebagai industri kebanggaan nasional tentu tak lebih dari sebuah utopia. Waktu yang akan membuktikannya.

Sudarmadi/Arie Liliyah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved