Entrepreneur

Amanda Bertekad Tingkatkan Kesejahteraan Petani Lewat Sayurbox

Amanda Susanti Cole, Pendiri dan CEO Sayurbox (Foto: Ist)

Berangkat dari hobi berkebun, siapa sangka kini Amanda Susanti Cole menjadi bos perusahaan startup Sayurbox yang membawahi 80 karyawan dan mengelola 10 ribu petani sebagai mitra bisnis.

Kisah itu bermula ketika Amanda menyibukkan diri dengan berkebun di lahan seluas 2 hektare miliknya di Kawasan Parangkuda, Sukabumi, Jawa Barat. Di sela-sela bercocok tanam aneka sayuran seperti kubis, sawi, tomat, pakchoy, dia sering menjumpai banyak petani di sekitarnya yang kesulitan akses untuk menjual hasil panen ke kota.

“Mata rantai yang harus dilalui para petani sangat panjang untuk menjual produknya, apalagi sayuran organik, sehingga harganya jadi mahal sampai ke tangan konsumen. Selain itu, jika panen membludak, harga sayuran anjlok. Kesejahateraan para petani jauh sekali dari kerja keras yang mereka lakukan,” tutur Amanda mengisahkan perjalanan bisnis Sayurbox dengan nada prihatin.

Maka dari itu, tahun 2017, Amanda mengibarkan bendera Sayurbox. Keberanian wanita blesteran Jawa – Inggris ini mendirikan usaha karena sudah memahami siklus bisnis dan rantai pasok pertanian. Apalagi, tekadnya makin bulat ketika dua temannya bergabung membesarkan Sayurbox. Masing-masing partnernya adalah Rama Notowidigdo dan Metha Trisnawati. Rama memiliki pengalaman sebagai Head of Product Go-Jek. Rama menyarankan agar Sayurbox fokus pada konsumen karena banyak konsumen mencari produk yang lebih sehat dan segar dengan lebih banyak variasi. Sementara itu, Metha yang sekarang jadi Co-founder Sayurbox lebih fokus mengelola operasional. Namun, pada 2027 Rama mengundurkan diri dari manajemen, tetapi ia tetap menjadi penasihat tepercaya Sayurbox. Sedangkan Amanda didapuk sebagai CEO Sayurbox.

“Saya sebelumnya juga pernah bekerja di perusahaan supply chain perusahaan kimia, mengelola kebun sayur tiga tahun, membantu startup Singapura,” ujar eksekutif wanita kelahiran Jakarta 22 Juni 1990 ini.

Amanda menggandeng sejumlah petani untuk mulai mencari celah menjual hasil pertanian organik secara langsung ke restoran dibandingkan menjual ke pedagang setempat. Dia pun membangun bisnis dengan membuat Sayurbox, sebuah platform digital (marketplace) yang menghubungkan langsung konsumen dengan petani melalui website dan aplikasi yang bisa diunduh konsumen.

Modal awal pendirian Sayurbox dari kantong para pendiri. Dalam perkembangannya, Sayurbox mendapat suntikan dana dari para investor. Salah satunya, Patamar Capital dan beberapa angel investor. Perolehan seed funding (pendanaan awal) ini diperkirakan berkisar US$ 200 ribu-300 ribu.

“Kalau sekarang, investor Sayurbox berkembang. Pendanaan Seri C mencapai US$120 juta pada April 2022. Beberapa investor antara lain Northstar, Astra International, AFC, BRI Venture Capital dan lainnya,” ujar lulusan Program Manajemen di University of Manchester, Inggris.

Jika tahun 2017 Sayurbox menjual sekitar 400 jenis sayuran dan buah secara online di marketplace atau multichannel platform, maka sejak tahun 2023 memadukan (mix) belanja e-gocery secara online dan offline.

Pasar yang digarap B2B seperti minimarket, supermarket, dan lainnya. Sedangkan segmen B2C, seperti pasar modern, tukang sayur, horeka, food manufacturing industry (TipTop, Food Hall, Alfamidi, Kem Chicks, Grand Lucky).

Jangkauan wilayah garapan Sayurbox meliputi Jawa dan Bali. “Khusus untuk Bali, kami hanya melayani segmen B2B karena bisnis kuliner atau food and beverage di Bali sangat ramai, apalagi pascapandemi, “ tutur Amanda kepada SWA Online di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Komposisi revenue Sayurbox, sebesar 60% adalah kontribusi pasar B2B dan 40% sisanya dari segmen B2C. “Untuk komposisi penjualan online dan offline 50:50,” dia menambahkan.

Untuk 10 ribu petani yang menjadi mitra Sayurbox berasal dari Jawa Barat (Cipanas, Lembang, Sukabumi, Megamendung), Jawa Timur (Batu, Malang), Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur.

Untuk Sortir Hub Sayurbox ada di lokasi Sentul, Lembang, Cipanas, Megamendung, Cibodas, Batu (Jawa Timur) dan Banyuwangi (Jawa Yimur). Fungsi Sortir Hub ini untuk menyortit hasil panen petani. Hasil panen dibedakan jadi tiga: grade A untuk dipasarkan ke online shop dan supermarket. Panen grade B untuk pasar modern dan horeka. Sedangkan grade C untuk dilempar ke pasar tradisional.

“Kerja sama dengan petani, kami lakukan secara kelompok dan perorangan. Untuk buah misalnya, petani banyak dari luar Jawa. Sedangkan sayur mayur, mitra petani kami dari Jawa semua karena daya tahan sayuran terbatas, tidak bisa jarak jauh,” ungkapnya seraya menyebut, para petani sayur setelah bergabung dengan Sayurbox bisa panen tiap hari karena mereka mendapat pendampingan dan penyuluhan bertani yang produktif dan optimal. Adapun margin yang diterima petani mitra Sayurbox sekitar 30-60%.

Untuk produk telur, daging ayam, sapi, kambing, ikan, Sayurbox bekerja sama dengan pihak ketiga. Termasuk, produk aneka bumbu dan kebutuhan sembako atau makanan minuman olahan lainnya.

“Sekarang jumlah SKU produk Sayurbox ada 5.000-an item dengan harga mulai Rp1.300 hingga Rp1 juta per item,” jelas Amanda.

Rencana bisnis Sayurbox tahun 2023 adalah fokus membangun infrastruktur agar bisa melakukan supply chain hasil panen lebih baik. Selain itu, akan men-develop Sayurbox wajah baru yang tidak ada di market. Juga, siap ekspansi layanan di luar Jabodetak.

“Untuk penjualan selama Ramadan 2023, kami targetkan tumbuh 30% dibandingkan hari-hari biasa. Apalagi, kami ada inovasi produk inhouse yaitu paket sayuran yang sudah dipotong-potong dan dilengkapi bumbunya. Jadi tinggal cempulung aja jika memasak. Cocok untuk masyarakat urban di kota kota besar,” tutur wanita berambut panjang ini.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved