Entrepreneur

BT Cocoa: Raja Cokelat Olahan dari Tangerang

BT Cocoa: Raja Cokelat Olahan dari Tangerang

Bagi pelaku bisnis kakao, nama PT Bumitangerang Mesindotama (BM) dan Piter Jasman sudah tak asing lagi. Maklumlah, Piter Jasman yang mendirikan BM tak lain merupakan pendiri Asosiasi Industri Kakao Indonesia.

Pendiri BT Cocoa, Piter Jasman

Pendiri BT Cocoa, Piter Jasman

Didirikan sejak tahun 1993, merek BT Cocoa besutan BM saat ini telah diekspor ke lebih dari 50 negara. Dari dalam negeri sederet perusahan top pernah menjadi pelanggan BT Cocoa, di antaranya: Mayora, Kraft Foods, Garudafood, Grup Orang Tua, Gandum Mas, Java Cocoa dan lain-lain. Sementara itu, perusahaan global yang menjadi pelanggannya, antara lain: Cargill, Unicom BV, EDF&Man International, Continaf, Olam Singapore, ADM Cocoa, Macao Spain Valencia, dan General Cocoa.

Sindra Wijaya, Direktur Urusan Korporat BM, memaparkan komposisi penjualan BM terbagi menjadi 84% untuk pasar luar negeri, sisanya 16% untuk pasar dalam negeri. Beberapa negara tujuan ekspor, antara lain: China, Thailand, Malaysia, Filipina, negara-negara Uni Eropa, Rusia, dan Timur Tengah. “BT Cocoa sudah jadi top of mind bagi para pemakai dan produsen cokelat di dunia,” ujar Sindra bangga.

Kapasitas produksi BM telah meningkat berkali lipat menjadi 120 ribu ton per tahun, dari yang tadinya hanya 10 ribu ton per tahun. Produk yang dihasilkan oleh BT Cocoa terdiri dari cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa powder. “Dari produk tersebut yang paling banyak diproduksi adalah cocoa powder karena rendemen yang paling tinggi dari proses biji kakao pada cocoa powder-nya,” ujar Sindra.

Selama ini, BT Cocoa banyak menggunakan bahan baku lokal yang diambil dari mitra-mitra di Sulawesi, yang secara geografis letaknya memang sangat jauh dari pabrik yang berada di Tangerang. BT Cocoa mempunyai Divisi BT Source yang fungsinya melakukan pembelian biji kakao di sentra biji kakao, serta program BT Care yang ditujukan untuk membantu dan membina para petani meningkatkan mutu dan produksi biji kakao.

“Untuk mendapatkan produk yang berkualitas tentunya harus menggunakan bahan baku yang berkualitas juga. Untuk itu kami memakai moto Good from the Source,” ujarnya. “Kelemahan kami memang jauh dari bahan baku, tetapi kelebihannya kondisi infrastruktur lebih memadai dan dekat dengan pasar, karena industri makanan umumnya ada di Jawa,” ia menambahkan.

Untuk bisa memenangi persaingan dengan para kompetitor, BT Cocoa, sudah mulai mendiversifikasi pasar dengan tidak lagi menggantungkan pasar ke Amerika Serikat, dan mulai mengalihkannya ke Asia. Hasilnya cukup menggembirakan. Volume ekspor BT Cocoa meningkat tajam di tahun 2014 sebanyak 58% menjadi US$ 216 juta. “Tiongkok, India dan Indonesia adalah pasar yang prospektif bagi kakao dan industri cokelat. Sekarang konsumsinya sudah 300 gram per kapita per tahun,” ungkap Sindra. Menurutnya, kalau dalam 10 tahun yang akan datang konsumsinya bisa mencapai 1 kg per kapita per tahun, akan ada tambahan permintaan 2, 5 juta ton per tahun. “Jadi kami yakin bisnis ini akan semakin prospektif ke depan,” ucapnya.

Tantangan ke depan, menurutnya, bagaimana bisa menjaga pelanggan yang ada dengan sebaik-baiknya dan menjaga agar mutu produk tetap konsisten. “Karena kompetitor mulai masuk untuk merebut pasar,” katanya jujur. (Riset: Hana Bilqisthi)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved