Entrepreneur

Darwis Triadi: Apresiasi untuk Fotografer Profesional Masih Kurang

Darwis Triadi: Apresiasi untuk Fotografer Profesional Masih Kurang

Profesi fotografer semakin menjanjikan, namun sayangnya tidak semua fotografer bisa bertahan di industri ini. Di Indonesia, para fotografer dituntut untuk bisa menciptakan bisnis itu sendiri. Darwis Triadi, fotografer profesional, mencontohkan bagaimana pesatnya industri fesyen di Indonesia yang tidak berbanding lurus dengan pendapatan seorang fotografer.

Darwis Triadi, Fotografer Profesional

Darwis Triadi, Fotografer Profesional

“Kalau di luar negri fotografer bisa hidup dari profesi sebagai fotografer fesyen, kalau disini malah sebaliknya. Masuk ke industri fesyen hanya untuk menambah daftar portofolio mereka,” ujarnya. Namun, hal ini bukan berarti industri fesyen tak bisa menjadi sumber penghasilan fotografer.

Setiap foto yang dimuat di majalah feysen akan menjadi ladang promosi. Biasanya, banyak perusahaan atau orang-orang yang mencari jasa fotografer di media cetak feysen. Dari sinilah ladang penghasilan mereka bertumbuh, banyak fotografer yang hidup dari wedding, advertising, dan company company.

Namun, maraknya kamera canggih yang beredar saat ini nampaknya cukup berpengaruh terhadap profesi seorang fotografer. Menurut ayah dua anak ini, semakin banyak orang-orang yang “menggampangkan” profesi fotografi, sehingga menghambat apresiasi terhadap profesi ini.

Persaingan pun semain ketat, di mana para pemain baru seringkali tidak memiliki kemampuan yang cukup, namun mampu memberikan harga yang miring. Hal ini yang justru merusak citra seorang fotografer. Padahal layaknya sebuah profesi, fotografi juga memiliki skill tersendiri.

Bagi Darwis, professional photographer haruslah memiliki komitmen untuk mencintai profesinya. Di Indonesia 60% orang yang memegang kamera hanya ingin tahu cara menggunakannya saja, 40% sisanya adalah yang ingin serius dan menjadi professional.

Ia mencontohkan bagaimana perbedaan minat murid-murid di Darwis Triadi School di satu kota dengan di kota lainnya. Di Jakarta misalnya, apresiasi terhadap bidang fotografi amat tinggi karena sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Kebanyakan dari mereka datang untuk belajar lebih dalam mengenai fotografi, Di kota-kota lain di luar Jakarta, hal yang terjadi justru sebaliknya, kebanyakan dari mereka hanya sekedar ingin tahu sekadar tahu mengenai memotret sebuah objek sehingga profesi ini masih kurang diminati.

Melihat kurangnya antusiasme mereka, ia berencana untuk menutup beberapa sekolahnya. “Kalau di luar daerah itu prospeknya lebih bagus untuk workshop dalam jangka waktu pendek, tapi kalau untuk sekolah saya rasa masih kurang,” ujar penggiat Asosiasi Professional Photographer Indonesia (APPI) ini.

Ia juga mengaku harus memikirkan banyak hal, seperti biaya sewa tempat, membayar tenaga ahli, dll. Dalam 14 tahun sekolah tersebut berdiri, ia melihat bahwa sekolah-sekolah fotografi di daerah cukup sulit untuk dipertahankan. Namun kedepannya, pria kelahiran Solo 15 Oktober 1954 ini yakin profesi fotografi akan terus tumbuh dan dibutuhkan masyarakat.

Ia melihat peluang fotografer di Indonesia bisa dikategorikan gampang-gampang susah. Menurut pria bernama lengkap Andreas Darwis Triadi ini yang penting bagi fotografer adalah menemukan wadah yang tepat dan mulai berfokus pada satu spesialisasi serta mendalami berbagai ilmu yang mendukung spesialisasi tersebut.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved