Entrepreneur

Gebrakan Vidya Membuat STTKD Makin Moncer

Sekolah Tinggi Teknik Kerdigantaraan, Yogyakarta (Foto: Gigin W Utomo)

Tak diragukan lagi, kehadiran Sekolah Tinggi Teknik Kedirgantaraan (STTKD) memiliki kontribusi besar dalam perkembangaan dunia penerbangan di Indonesia. Perguruan tinggi yang lahir sejak 29 tahun silam ini, merupakan pencetak ribuan tenaga kerja trampil di bidang transportasi udara. “Alumni kami sekarang tersebar di berbagai bandara dan perusahaan penerbangan,” kata Vidyana Mandrawati, Kepala STTKD kepada SWA.

Alumni taruna taruni STTKD sejatinya dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan SDM yang memiliki skill untuk dunia penerbangan, tapi dalam perkembangan belakangan ini mulai dilirik sektor transportasi darat. Setidaknya PT KAI dan beberapa PO (perusahaan otobus) eksekutif yang menggunakan jasa pramugari tertarik untuk merekrut taruni STTKD. Bahkan proses rekruitmen dilakukan langsung di kampus yang berlokasi di `Bangunharjo, Sewon , Bantul,DIY.

Sejak lima tahun terakhir, STTKD bisa dibilang mengalami kemajuan yang signifikan. Ini terjadi setelah generasi kedua mulai dilibatkan dalam mengelola sekolah tinggi tersebut. Sekadar informasi, STTKD merupakan perguruan tinggi swasta yang didirikan almarhum Marsda TNI Udin Kurnadi S.E. M.M. Mantan Gubernur AAU (Akademi Angkatan Udara) tersebut juga mendirikan Yayasan Citra Dirgantara. Yayasan inilah yang memayungi secara hukum operasional lembaga pendidikannya itu.

Tahun 2015, sepertinya menjadi tonggak penting sejarah perjalanan STTKD. Setelah memasuki usia 21 tahun, sang founding fathers mulai merasakan pentingnya melibatkan generasi kedua sebagai calon penerus berikutnya. Meski belum menduduki posisi puncak, tapi mereka sudah dipercaya dalam mengelola manajemen. Ada dua anak perempuannya yang diminta aktif bergabung. Mereka adalah kakak beradik; Vidya Mandrawati dan Indryana Mandraeny.

Meski belum memiliki pengalaman mengelola lembaga pendidikan, kemampuan Vidya — akrab disapa Bu Vidy– tak bisa diragukan lagi. Ia memiliki pengalaman yang cukup sebagai eksekutif di PT Dahana (Persero). Di BUMN yang memproduksi bahan peledak tersebut, Vidya mendapat kepercayaan menjadi manajer produksi. Meski berlatar belakang akuntansi, ia bisa sukses memegang produksi. “ Saya hafal di luar kepala kalau menghitung kebutuhan bahan peledak, walau latar belakang saya akuntansi,” ungkap Vidya.

Setelah 19 tahun meniti karir di perusahaan milik negara tersebut, Vidya harus berhenti karena panggilan orang tuanya untuk pulang kembali ke Jogja. Ia rela meninggalkan segala fasilitas yang didapat. Secara khusus, Vidya diminta memperkuat jajaran manajemen `lembaga pendidikan yang dijalankan ayahnya. “Kalau orang tua yang meminta, kami tidak bisa menolak, hanya sendiko dawuh,” Vidya menuturkan.

Kehadiran Vidya dalam jajaran manajemen STTKD ternyata menjadi angin segar yang membawa banyak kemajuan lembaga pendidikan ini. Sebagai wakil kepala di bidang pengembangan, ia menerapkan pengalaman selama bekerja di PT Dahana. Ia terlebih dahulu memetakan persoalan yang ada di sekolah tinggi tersebut.

Satu fakta yang tak terelakkan adalah citra perguruan tinggi yang belum terbangun dengan baik. Ini terlihat dari popularitas yang masih rendah di kalangan perusahaan yang menjadi user. Ternyata masih banyak perusahaan yang tidak mengenal nama STTKD. Padahal banyak alumni yang bekerja di perusahaan tersebut.

Vidya Mandrawati , Kepala STTKD (Foto: Gigin W Utomo)

Pengalaman nyata dirasakan Vidya yang memimpin tim dari STTKD berkunjung ke PT Gapura Angkasa dalam rangka menjajaki kerjasama. Saat itu, direktur perusahaan yang menjadi operator ground handling bandar udara di Indonesia tersebut menyatakan belum familiar dengan nama STTKD. Setelah diberikan penjelasan, akhirnya baru paham. “Padahal sekretaris direksi adalah alumni STTKD,” kata Vidya.

Jadi kesimpulannya, walaupun alumni bertebaran di berbagai bandara dan perusahaan penerbangan, ternyata tidak serta merta ikut mengangkat popularitas alamamaternya dalam hal ini tentu STTKD. Hal inilah yang membuat Vidya merasa prihatin dan penasaran. Setelah ditelusuri ternyata selama ini banyak alumni yang kurang percaya diri mengakui sebagai alumni STTKD. “Ini menyedihkan tapi faktanya seperti itu,” ungkapnya lagi.

Masih menurut Vidya, ketidakpercayaan diri para taruna-taruni tersebut salah satunya dipicu kondisi kampus yang masih memprihatinkan secara bangunan fisik. Banyak taruna-taruni yang mengaku minder karena sering diledek kuliah di Sekolah Tinggi Teknik ‘Kandang Kambing’. “Plesetan sebagai kampus ‘kandang kambing’ inilah yang sering membuat para taruna-taruni sering merasa minder,” ujar Vidya. `

Temuan adanya taruna-taruni yang merasa kurang percaya diri untuk mengakui sebagai alumni STTKD ini, menurut Vidya, menjadi persoalan serius yang harus dicarikan jalan keluarnya. Sebagai calon penerus, Vidya merasakan banyak hal hal yang harus dibenahi. Setidaknya, ia merasakan, meski sudah lebih 20 tahun `STTKD berdiri, sepertinya jalan di tempat. “Kami banyak melakukan evaluasi agar bisa lebih maju lagi,” ia menambahkan.

Vidya menjelaskan, saat dia mulai aktif ngantor di STTKD, kondisi kampus memang masih jauh dari kata ideal. Kegiatan belajar mengajar masih seadanya, dan bisa dibilang kurang nyaman. Apalagi pembangunan gedung yang belum tuntas. Terkesan mangkrak dengan tiang beton yang berantakan. Faktor inilah yang sering dianggap mirip ‘kandang kambing’.

Salah satu persoalan lain yang juga urgent, ternyata selama ini sistem pemasaran STTKD masih dijalankan dengan cara-cara yang konvensional. Sebagai gambaran, untuk mendapatkan calon taruna-taruni, masih dilakukan dengan mencetak leaflet dan mengirim via pos ke sekolah di seluruh Indonesia. Demikian juga dengan promosi ke perusahaan calon penerima lulusan STTKD.

Karena sudah diberi mandat dari sang ayah, Vidya pun melakukan langkah strategis yang bertujuan membawa kemajuan STTKD. Beberapa hal yang dilakukannya, antara lain, memperbaiki sistem komunikasi dengan para stakeholders dari konvensional diubah menjadi digital, memanfaatkan jaringan pemasaran lewat online dan memperkuat web kampus.

Selan itu, Vidya dan tim aktif membangun jaringan dengan bandara dan perusahan penerbangan yang menjadi user langsung alumni STTKD. Juga, membangun kerja sama dengan lembaga pendidikan lain termasuk dengan perguruan tinggi di luar negeri.

Dan, yang tak kalah penting adalah mempercepat proses pembangunan kampus dan sarana pendukung lainnya. Pembangunan kampus dirasa penting karena akan meningkatkan perfomansi dan berdampak positif meningkatkan citra STTKD, setidaknya menghilangkan stigma negatif yang membuat taruna dan taruni STTKD merasa minder.

Kehadiran Vidya ternyata menjadi berkah tersendiri. Sentuhan tangan dinginnya menjadikan STTKD makin moncer. Kinerjanya membuahkan hasil sangat signifikan. Salah satu indikasinya adalah peningkatan jumlah taruna-taruni yang naik drastis. Ini telihat pada pada tahun ajaran baru 2017, yang naik tajam sekitar 52 % dari sekitar 800 naik menjadi 1185 taruna-taruni. Kenaikan ini sampai tahun 2019 yang kemudian tahun 2020 menurun karena faktor pandemi Covid-19. “Saat pandemi semua perguruan tinggi mengalami penurunan,” tandasnya.

Sementara itu, Vidya juga sukses meningkatkan jalinan kerja sama nasional dan internasional. Kerja sama tersebut dalam rangka pengembangan pendidikan maupun penyaluran kerja untuk para alumni. Beberapa institusi dalam negeri yang sudah menjalin kerjasama, antara lain, PPSDM Kemenhub, GMF Aero Asia, UGM, PT Gapura Angkasa, PT Merpati Maintenance Service, PT Aero Terrascan, PT Whitesky Aviation, dll.

Sedangkan kerjasama pengembangan pendidikan terjalin dengan Hanseo University (Korsel), AMC University (Malaysia), RUDN University (Rusia) dan ICYM (Malaysia). “Kami akan terus upayakan kemitraan dengan banyak perguruan tinggi dan perusahaan,” ujar Vidya.

STTKD, tepatnya berdiri sejak 1 Oktober 1994. Ide pendirian perguruan tinggi tersebut berasal dari Ir. Sutojo Tjokrodiarjo, yang saat itu menjadi Koordinator Kopertis (Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta) Wilayah V, Yogyakarta. Ia menyampaikan ide tersebut kepada Marsda TNI. Udin Kurniadi yang baru saja dilantik menjadi Gubernur AAU, tepatnya pada 23 April 1994.

Menurut Vidya, pada intinya Koordinator Kopertis tersebut menyampaikan informasi kepada ayahnya yang saat itu menjadi Gubernur AAU, bahwa belum ada perguruan tinggi swasta yang bergerak di bidang penerbangan di Yogyakarta. Diyakinkan juga bahwa potensi pasar sangat bagus seiring dengan laju pertumbuhan industri transportasi udara kala itu.

Mendapat informasi menarik tersebut, Marsda TNI Udin Kurniadi melakukan gerak cepat. Ia yakin dengan kevalidan data yang disampaikan koleganya. Periwira tinggi AU ini langsung gerak cepat untuk bisa mewujudkan sebuah perguruan tinggi. Dalam tempo yang terbilang singkat, lahirlah STTKD. “Kami juga mendirikan Yayasan Citra Dirgantara untuk menaungi kegiatan pendidikan,” Vidya menerangkan.

Keputusan yang diambil Marsda Udin Kurniadi untuk segera mengeksekusi gagasan pendirian sekolah kedirgantaraan tersebut, ternyata keputusan yang sangat brilian. Apa yang disampaikan Ir. Sutojo memang terbukti benar. Hal ini terlihat dari respons calon peserta didik yang antusias mendaftar jadi calon taruna dan taruni.

STTKD sengaja menyebut peserta didik dengan taruna dan taruni. Mereka harus melalui seleksi khusus dan harus memenuhi kriteria yang ditetapkan. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan yang dijalankan memang semi militer. Seragam yang digunakan juga mirip dengan taruna AU. “Kami memang mengacu pendidikan militer untuk mendidik disiplin,” tutur Vidya.

Pendidikan yang diajarkan di STTKD memang berbeda dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya. Para peserta didik bukan hanya dibekali ilmu yang terkait dengan kedirgantaraan semata,tapi juga digembleng secara fisik, mental dan spiritual.

Meski berasal dari berbagai latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, mereka dibentuk menjadi pribadi baru yang bukan hanya memiliki skill yang mumpuni yang disebut dengan 5T yakni Taqwa, Teknokrat, Tanggap Tanggon,dan Trengginas. “Kami benar-benar didik merska agar setelah lulus menjadi pribadi yang trampil siap kerja dan berperilaku sopan dan disiplin,” dia menerangkan.

Satu hal yang tak luput dari perhatian Vidya adalah melengkapi kebutuhan dosen pengajar dan sarana untuk praktek mahasiswa. Salah satunya merekrut tenaga profesional untuk menjadi jajaran pengurus dan dosen.

Beberapa dosen dan pengurus yang berasal dari kalangan profesional antara lain, Wasfan Wahyu Widodo yang berasal dari Angkasa Pura dan memiliki pengalaman dalam pengelolaan beberapa bandara di Indonsia seperti Soekarno Hatta. Ia diangkat menjadi sekretaris STTKD. Ada juga Rowin H Mangkusubroto MSAE (CEO PT Merpati Maintenance Facility) dan Reo Yudhono (CEO PT Frogs Indonesia). Dan di bidang hukum ada nama Suprapti SH (Aktivis dan Praktisi Hukum).

Sementara itu untuk melatih disiplin, para taruna taruni dilatih secara khusus oleh TNI AU. Mereka juga ditempatkan dalam asrama pada tahun pertama. Sebagai sarana praktek, disediakan beberapa pesawat terbang, salah satunya jenis Boeing.

Saat ini, STTKD membuka beberapa program studi favorit yang semuanya terakreditasi B oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT) beberapa program studi tersebut antara lain, Aeronautika (D3), Manajemen Transportasi Udara (D3 & D4) Pramugari (D1) Ground Handling (D1) AERONAUTIKA / Teknik Pesawat Udara (D3).

Sejak dua tahun lalu, STTKD membuka program S1 Teknik Dirgantara. Pembukaan program S1 tersebut, karena makin banyaknya kebutuhan akan sarjana yang menguasai teknik dirgantara. Mereka diharapkan menjadi profesional sebagai perancang, penliti, perancang dan konsultan di bidang Teknik Dirgantara. “Mereka sangat dibutuhkan dinindustri manufaktur penerbangan, perawatan pesawat terbang maupun industri peswat terbang tanpa awak,” ujar Vidya lagi.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved