Entrepreneur

Ling Ling, Di Balik Kesuksesan My Bubble Girl

Ling Ling, Di Balik Kesuksesan My Bubble Girl

Seorang perempuan cantik berdiri di sisi etalase sebuah toko, menyibak baju-baju bocah bergaya princess yang tergantung rapi di satu almari pakaian. Perempuan ini bukan manekin, meski wajahnya yang bak Barbie 100%, bisa mengecoh para tamu. Dialah Rosalindynata Gunawan yang akrab disapa Ling Ling. Kemenakan dari desainer kondang Sebastian Gunawan ini sudah genap satu tahun bergabung di My Bubble Girl, sebuah clothing line baju anak-anak bernuansa ceria.

Rosalindynata Gunawan/Ling Ling

Bubble Girl dicetuskan pertama kali oleh Sebastian Gunawan beserta partner, yakni Santika Warman dan Herman Himawan. Seiring waktu, sang paman yang makin menanjak kariernya, hanya bisa meluangkan sedikit waktu untuk mengurus clothing line ini. Padahal ada rencana Bubble Girl akan ekspansi besar-besaran entah itu buka toko baru atau second line di bawah bendera yang sama. Akhirnya, dididiklah Ling Ling selepas kuliah untuk benar-benar menjadi Head Designer yang akan memegang Bubble Girl suatu hari nanti.

“Saya memang suka ready to wear, jadi saya bilang mau. Selama dua tahun saya bekerja sama dengan Seba (Sebastian Gunawan-red), dia sudah menjadi mentor saya untuk mendidik jadi Head Designer. Dari kecil saya lihat Om saya suka gambar-gambar. Lihat dia gambar, saya jadi ikut-ikutan gambar. Akhirnya ditekunilah dunia desain,” ujar lulusan Fashion Design di Royal Melbourne Institute of Tecnology (RMIT), Australia ini.

Sebagai Head Designer, Ling Ling mempunyai tugas di antaranya memegang semua sampling team, hingga production team. Intinya dari menggambar sampai baju terakhir, di mana ia harus membawahi seorang asisten, dan 6 orang sampling team. Di samping itu, Ling Ling juga harus jeli melihat pasar dengan menciptakan line-line baru misalnya seperti sekarang, sudah ada premium line collection. Premium collection muncul karena banyak orang yang ingin baju pesta dengan look desainer tapi dengan harga yang ‘tidak desainer’. Ling Ling mencoba menyasar segmen high end tersebut dengan baju-baju party yang harganya bisa mencapai 1 juta ke atas.

“Awal-awalnya mereka pikir, bahwa ini sesuatu yang tidak mungkin, ngapain beliin baju anak kecil seharga Rp 1 juta ke atas, impossible. Cuma karena saya masih muda, jadi saya suka bereksperimen, saya yakin bisa. Dan karena keyakinan itu, sekarang ide tersebut jadi jalan banget,” terang dara kelahiran Jakarta, 16 September 1988 ini mantap.

“Anak-anak sekarang suka susah ditebak, mereka suka model baju yang seperti apa. Kalau tomboy biasanya suka cuma pakai short dan kutang. Kalau feminim, mereka suka pakai motif bunga-bunga, lebih ke princess line. Dan tergantung mamanya juga. Kebutuhan mamanya apa? Kalau misalnya mereka mau ke wedding, mereka bisa cari ke premium collection kami. Bajunya memang didesain khusus untuk event-event tertentu. Kalau memang misalnya mau jalan-jalan hari Minggu, santai-santai, mereka bisa pakai yang katun-katun, yang bisa buat lari-lari, nggak khawatir keringetan dan gampang dicuci,” ujar Ling Ling yang menerangkan bajunya kebanyakan berbahan katun. Sementara yang premium collection macam-macam bisa dari silk, ciffon,dll.

Baju-baju yang dijual memang bersifat ready to wear, artinya bisa dipakai kapan saja. Rentang harga dari yang termurah sekitar Rp 200 ribu sampai premium collection yang bisa mencapai di atas Rp 1 juta. Usia pemakai disasar antara 4-12 tahun. Ada juga baju baby, namun hanya terbatas satu jenis. Sementara produk lain seperti boneka, hanya ada di edisi khusus, yakni untuk Christmast Collection, di mana baju yang dipakai boneka-boneka tersebut sama dengan koleksi Natal yang dikeluarkan Bubble Girl. Misalnya salah satu marketing stratey adalah orang yang ingin membeli hadiah, saat beli baju, mereka bisa sekalian menghadiahkan bonekanya.

Lebih jauh Ling Ling memberikan gambaran bahwa anak-anak saat ini sudah tidak bisa didikte orangtuanya lagi. Ditambah dengan perkembangan teknologi dan social media, anak-anak menjadi lebih edukatif. Mereka tahu apa yang mereka ingin pakai, sembari melihat idola-idola mereka. Misalnya mereka melihat Ketty Perry atau artis-artis MTV, mereka tahu dan mengikuti gaya busana sang idola. Mereka juga suka melihat busana teman-temannya sehingga biasanya terpengaruh. Kebiasaan ini juga di-support oleh ibu-ibu mereka.

“Yang saya lihat, ibu-ibu muda sekarang ini, mereka sangat on tren. Buktinya dengan berhasilnya Zahra dan Mango, itu kan karena mereka selalu on tren. Dan di Jakarta mereka sangat berkembang. Dari situ kita bisa melihat, ternyata ibu-ibu muda saat ini sukanya yang on tren dan mereka akan pakaikan baju ke anaknya sama dengan apa yang mereka mau pakai. Kami konsiderasikan hal itu, dengan mengikuti on tren tapi tetap membuat designer tool sendiri. Jadi yang membedakan Bubble Girl dari label-label lainnya adalah kami mempunyai designer cut, cuttingnya lebih ke couture dan diimplikasikan ke yang on tren saat ini,” terang wanita yang pernah berkolaborasi dengan Cita Tenun Indonesia untuk tenun collection asal Garut pada acara fashion show Ibu Ani Yudhoyono saat hari ulang tahunnya di kebun mawar, Garut.

Tahun depan, Ling Ling berencana akan menyelenggarakan fashion show tunggal untuk premium collectionnya, di samping peluncuran label baru lagi yang tidak menutup kemungkinan akan membuka clothing line kategori teen.

“Kami sedang me-reform brand image. Jadi nanti semua brand image-nya akan diperbarui. Akan ada website/webstore, jadi kami bisa jualan online dan bisa menjangkau customer di luar Jabodetabek. Juga, akan meluncurkan label-label under Bubble Girl, lain dari koleksi yang sudah ada. Mimpi besarnya sih ingin recognize nationaly dan kalau bisa internationaly,” pungkas pehobi diving, traveling, find art practise, dan melukis ini. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved