Entrepreneur

Mantan Pramugari Ini Ekspor Tas Etnik Premium

Mantan Pramugari Ini Ekspor Tas Etnik Premium

Ervina M. Ahmad bersama Yusnita M. Ahmad mendirikan Warnatasku (warnatasku.com) di tahun 2011. Warnatasku adalah merek tas kulit premium yang mengusuf motif etnik modern. Tasnya ini diekspor ke Saudi Arabia, Singapura, Hongkong dan Papua Nugini. Ervina dan Yusnita merupakan mantan pramugari Saudi Arabia Airlines yang beralih menjadi pengusaha tas. Ervina bekerja sebagai pramugari sejak tahun 2000 hingga tahun 2009. Sedangkan, Yusnita bekerja di masakapai tersebut antara tahun 2000-2007.

Awalnya, kakak-beradik ini menggarap tas-tas berkulit sintesis. “Modalnya Rp 60 juta,” kata Ervina. Mereka belanja bahan baku dan aksesoris tas di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara. “Kami berdua naik angkutan umum dari rumah di Bintara, Bekasi ke Pondok Kopi, Jakarta Timur. Setelah itu, naik KRL jurusan Kota, Jakarta,” kenangnya. Setelah bahan bakunya diperoleh, mereka menyerahkannya ke penjahit tas karena mereka belum memiliki mesin penjahit beserta tukang jahitnya. Ervina membayar jasa ongkos jahit untuk setiap satu tas yang dirampungkan oleh si penjahit. “Nama sistem kerjanya kontrak borongan,” cetusnya. Ketika itu, jumlah penjahit tasnya sebanyak dua orang.

Kualitas jahitan diperhatikan detil oleh Yusnita yang kebagian tugas untuk mengawasi proses produksi. Seringkali, kualitas jahitan tas yang ditangani penjahitnya itu tidak sesuai harapan dan desainnya. Ujung-ujungnya, sebagian jahitan dirombak. Akibatnya, biaya operasional bertambah bengkak. Agar tidak terjadian kejadian serupa, Ervina untuk mengedukasi penjahit. Menurut Ervina, ketrampilan para penjahitnya itu rata-rata cukup baik. Hanya saja, mentalitas penjahitnya kurang memuaskan, apalagi sistem kerjanya borongan. “Sistem borongan tidak ideal, kami saat itu berpikir untuk memiliki mesin jahit dan mempekerjakan tukang jahit,” tutur wanita kelahiran 35 tahun silam ini.

Sambil menangani penjahit, Ervina bergerilya memasarkan tasnya di media sosial atau BBM Mesengger. “Kami memasarkannya ke media sosial dan kawan-kawan,” ucapnya. Respon konsumen cukup menggembirakan. Perlahan-lahan, tasnya semakin diminati karena konsumennya bertambah luas dari kalangan lainnya. Pemesanan tas semakin bertambah banyak dari hari ke hari. Ervina keteteran menyanggupi pemesanan tersebut. Kemudian, ia memindahkan basis produksinya ke salah satu perusahan konveksi di Bandung, Jawa Barat. “Saya yang mendesain tas dan Mbak Yusnita mengawasi proses produksinya,” tuturnya. Dalam satu bulan, sebanyak 100 tas diproduksi di perusahaan konveksi tersebut yang sesuai pemesanan.

Ervina memperluas jaringan pemasarannya dengan mengembangkan jaringan reseller-nya yang tersebar di Aceh hingga Papua. Marjin keuntungan reseller, menurut Ervina, bisa mencapai tiga kali lipat dari harga yang diberikan Warnatasku. Hal itu menambah mendokrak semangat reseller-nya untuk lebih agresif memasarkan Warntasku. Selain itu, kualitas tasnya juga tidak kalah dengan merek ternama.

Ervina M. Ahmad, pendiri Warnatasku, telah mengekspor tas kulit premium. Ervina bersama kakaknya, Yusnita M. Ahmad, adalah mantan pramugari Saudi Arabia Airlines yang sukses mengibarkan Warnatasku. (Foto : Dokumen pribadi)

Ervina M. Ahmad, pendiri Warnatasku, telah mengekspor tas kulit premium. (Foto : Dokumen pribadi)

Selanjutnya, kiprah Warnatasku terdengar oleh salah satu merek tas dalam negeri. Mereka memesan tas lebih dari 300 tas yang nilai kontraknya lebih dari Rp 200-an juta di tahun 2013. “Purchase order sudah disepakati, kami sangat semangat mengerjakannya,” terang Ervina. Mereka lalu merekrut 22 penjahit. Namun di tengah proses produksi, Ervina mendapat kabar buruk. Sebab, si perusahaan tas ini menghentikan pemesanan, padahal proses produksi sudah dituntaskan Ervina. Bahkan, Ervina sudah menghabiskan modalnya untuk membeli bahan-bahan baku serta aksesorisnya. “Saya meminta pembayaran ke perusahaan itu, tapi mereka enggan membayarnya,” lirih Ervina.

Akibatnya, Ervina dan Yusnita mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Ini membuat roda bisnisnya berjalan di tempat. Usaha mereka terancam bangkrut karena kas perusahaanya minus. Penjahit yang bertahan di bengkel kerja Warnatasku tersisa 7 orang dari sebelumnya 22 penjahit.

Tas Kulit

Kejadian ini melemahkan semangat para pendirinya. Namun, mereka tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan. Lalu, Ervina menghimpun dana dari para investor yang sudah dikenalnya untuk menambah modal kerjanya. Ia berhasil menjaring dua investor. “Kami mengumpulkan modal lagi dari investor,” tandas Ervina. Investor ini sudah saling mengenal karena merupakan kawan-kawannya Ervina. “Kerjasama investasinya berdasarkan prinsip syariah, bagi hasil dan legal. Jadi perjanjian ini legal untuk melindungi dana investor sekaligus memotivasi kami untuk terus berkarya,” tutur Yudha Pratomo, suaminya Ervina. Yudha berkecimpung di Warnatasku selaku CEO. “Kebetulan suami saya lulusan S-2 manajemen bisnis, jadi dia membantu pengembangan bisnis Warnatasku,” Ervina menambahkan.

Skema perjanjian antara investor ini mampu mendulang dana segar. Pada pertengahan 2014, Ervina dan kakaknya itu berupaya bangkit dari keterpurukan dan menghubah haluan bisnisnya menjadi produsen tas kulit. Penjahitnya direkrut dari berbagai sentra kerajinan dan pemasok penjahit handal di Jawa Barat. Lini produksinya ditambah hingga saat ini mencapai 18 unit mesin jahit. Mereka juga mengedukasi penjahitnya untuk membuat tas yang berkualitas internasional. “Kami membuat tas dari kulit sapi, ular, dan buaya yang diberi aksesoris kain batik, tenun atau songket. Jadi tas kami disebut sebagai tas etnik modern,” jelasnya. Harga tasnya berkisar Rp 1 juta hingga Rp 15 juta. Untuk kulit buaya dan ular, Ervina memasoknya dari penangkaran yang bersertifikasi sesuai aturan mengenai perlindungan hewan, yakni sertifikat CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora).

Kapasitas produksinya melonjak mencapai 5 ribu hingga 7 ribu tas/tahun dari sebelumnya yang hanya ratusan buah. “Kami merekrut 22 pegawai, sebagian besar penjahit yang diberikan gaji bulanan dan tunjangan kesehatan. Awalnya, mereka hanya mau kerja borongan,” tuturnya. Bengkel kerjanya berlokasi di kawasan Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Singkat cerita, bisnisnya menggelinding mulus. Pada pertangahan 2015, Ervina diundang ke pameran Hongkong. Pintu bisnis Warnatasku semakin terbuka lebar setelah mengikuti pameran ini. “Omzet kami naik 40% per tahunnya terhitung sejak kami merugi di tahun 2014,” urainya. Ia masih menggalang dana dari investor untuk menambah modal kerjanya. Kegemilangan Warnatasku mendulang kepercayaan karena jumlah investornya saat ini bertambah 10 orang.

Disamping itu, reseller-nya bertambah menjadi 150 penjual yang tersebar di Indonesia dan luar negeri. Penjualannya ke luar negeri, menurut Ervina, mencapai Hongkong, Papua Nugini, Saudi Arabia dan Singapura. “Sekitar 30% hingga 40% persen dari total produksi terjual di luar negeri oleh para reseller,” tandasnya. Ervina memberikan garansi seumur hidup bagi pembeli Warnatasku.Ke depannya, Ervina berencana memperluas pasar ekpsor ke Perancis. “Kami diundang World Fashion Show di Paris pada Oktober tahun ini,” katanya.

Menurut Ervina, Warnatasku terpilih oleh panitia World Fashion Show karena tasnya dinilai unik serta mengangkat budaya lokal plus unsur modern. “Kami terpilih oleh panitianya yang mendatangi kami di acara Indonesia Fashion Week 2016,” tukasnya. Merek Warnatasku sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM di Januari tahun ini. Mereka juga baru-baru memeragakan tasnya dalam peragaan busana di Indonesia Fashion Week (IFW) 2016. Tas buatan anak negeri ini berkolaborasi dengan perancang mode yang beraksi di IFW 2016, yaitu Jenny Tjahyawati, Ria Baraba, Nita Seni Aji, Rudy Chandra, Defrico Audy, dan Malik Moestaram. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved