Entrepreneur zkumparan

Perjuangan Kautsar Bangun Usaha, dari Utang hingga Beromzet Rp9 Miliar

Muhammad Kautsar pendiri Dimsum 49. (Foto Ist)

Muhammad Kautsar (29) kini bisa menikmati hasil jerih payahnya membangun usaha dari nol. Siapa sangka, usaha yang dirintisnya kini memiliki omzet lebih dari Rp9 miliar per bulan. Padahal saat memulai usaha, Kautsar berutang untuk modal.

Kautsar menceritakan bahwa dirinya terjun ke dunia usaha karena saat itu keuangan keluarga minus dan memiliki utang, dirinya baru lulus dari SMA. Keuangan keluarga hanya ditopang oleh ayah, sementara saudara Kautsar masih pada kuliah.

“Saat itu ayah usaha di pertanian, tetapi ada wabah nasional di cabai sehingga mengalami kerugian. Dari sini saya tidak ingin egois akhirnya saya pilih bantu orang tua, utamanya agar bisa melunasi utang. Keluarga saya ekonominya cukup, tapi tidak berlebih,” kata alumnus Universitas Bina Nusantara ini saat diwawancarai SWA Online, Kamis (16/03/2023).

Karir bisnis Kautsar pertama adalah bisnis limbah plastik dan jaring nelayan yang sudah tidak terpakai. Biasanya, jaring nelayan yang sudah usang akan digunakan sebagai material tambahan urukan. Tetapi oleh Kautsar diambil lalu dijual ke eksportir.

“Saya kumpulkan, saya bersihkan lalu kirim ke eksportir. Waktu bisnis ini saya gandeng investor untuk modal Rp25 juta. Bukannya untung tetapi malah buntung, dari Rp25 juta balik hanya Rp5 juta. Jadinya saya bukannya mengurangi utang, malah tambah utang,” ucapnya.

Selanjutnya Kautsar berhenti menggeluti bisnis limbah jaring dan beralih ke usaha siomay. Ide bisnis siomay muncul saat dirinya melewati pasar Jatiasih Bekasi dan melihat pabrik penggilingan siomay dan bakso. “Waktu itu saya pikir siomay sudah banyak pasarnya dan modalnya enggak gede, di rumah ada juga motor, jadi jualan keliling pakai motor” katanya.

Namun sang ibu memberitahu bahwa jualan siomay keliling akan mengeluarkan modal yang lebih besar, karena butuh bensin. Akhirnya Kautsar memutuskan untuk berjualan siomay di bazar.

“Akhirnya saya jualan siomay di bazar. Pinjam kukusan, gas, dan meja dari rumah. Lalu pinjam uang ke tetangga Rp 500 ribu buat bikin banner ‘siomay Bandung ikan tenggiri asli’ dan lebihnya saya pakai untuk beli adonan siomay,” ujar Kautsar.

Saat menjual siomay, dirinya melakukannya sendiri, mulai dari belanja bahan-bahan, membuat siomay, lalu menjualnya. Pembuatan siomay dilakukan malam hari hingga pukul 02.00 WIB lalu dijual keesokan harinya. Seiring berjalannya waktu, Kautsar berpikir bahwa jika berjualan dengan sistem yang sama maka usahanya tidak akan maju.

“Sehingga saya berpikir untuk memiliki partner. Jadi saya fokus produksi dan partner saya yang jualan. Saya ajak pembeli untuk dan teman-teman yang mau ikutan. Alhamdulillah dari yang tadinya jalan sendiri 3 bazar sehari, ini saya bisa buka di 10 titik, tapi yang jualan mereka bukan saya dengan sistem bagi hasil misal harga ecer Rp 4 ribu, mereka ambil Rp 2 ribu,” ujarnya.

Pada tahun 2017 saat penjualan siomay sedang tinggi, Kautsar melihat dalam satu dandang mitranya (reseller) ada produk lain yakni dimsum. Padahal dalam perjanjian tidak boleh ada produk lain. Namun dari peristiwa ini Kautsar berpikir bahwa ada permintaan dari produk tersebut tetapi belum terakomodir.

Peristiwa tersebut membawa Kautsar untuk mencoba bisnis dimsum. Dirinya kerjasama dengan pabrik dimsum yang sedang kolaps dengan menyuntikkan modalnya. Nahas uang yang dipinjamkan tidak kembali, usaha yang seharusnya dijalankan berdua pun tidak sesuai harapan.

“Dia cuma ingin ambil duitnya saja. Setelah empat bulan berjalan akhirnya saya mulai bergerak sendiri. Bumbu saya racik sendiri, tanya ke konsumen juga seperti apa. Jadi di samping jualan siomay di bazar, dirinya mulai berjualan dimsum secara online,” ucap Kautsar menambahkan. Produksi dimsum dilakukan di rumahnya di Bekasi, bersamaan dengan produksi siomay.

Mulai berjualan online, Kautsar mengajak pembelinya untuk menjadi reseller. Sistem ini dipilih karena Kautsar ingin fokus dalam produksi. “Tahun 2018 itu dimsum mulai buka reseller dan tahun 2019 membentuk PT,” ucapnya.

Meski karyawan masih 50 orang dan produksi masih dilakukan di rumah, keputusan membentuk PT agar terbuka peluang bisnis yang lebih besar, kepercayaan dari reseller dan konsumen juga semakin meningkat. “Alhamdulillah hingga sekarang kita punya 4.000 reseller, 75 agen, dan karyawan 350 orang” ucapnya. Reseller tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.

Kini Kautsar memiliki dua PT yakni PT empat Sembilan Nusantara Muda (Dimsum 49) yang merupakan pabrik dan supplier dimsum dan Bole Kaka Dimsum yang fokus di penjualan. Saat bisnis semakin besar, usaha siomay diadopsi sepenuhnya ke dimsum. “Alhamdulillah sekarang omzet lebih dari Rp9 miliar per bulan,” ucap Kautsar bersyukur.

Tidak hanya berjualan online, kini dimsum hasil produksi juga dijual secara luring atau offline. Keinginan menjual secara offline merupakan permintaan konsumen yang ingin mendapatkan experience secara langsung. Kini sudah ada dua outlet Bole Kaka Dimsum yang terletak di Bekasi dan menjual bermacam-macam produk dimsum.

Konsultasi dengan Ahli dan Bangkit

Kondisi bisnis tidak selalu untung dan lancar. Saat dalam kondisi sulit, Kautsar mengaku banyak berdiskusi dengan ahli mengenai apa dan bagaimana solusi atas kesulitan tersebut.

“Misal saya buntu tentang masalah HPP, saya cari tahu ahli atau pemain di F&B frozen food. Kalau mentok masalah marketing, saya diskusi dengan ahli marketing dari perusahaan FMCG misalnya, kalau mentok di urusan finance saya tanya ahli juga,” katanya.

Bagi Kautsar para ahli dipilih karena mereka sudah memiliki pengalaman. Sehingga dirinya bisa belajar menangani masalah yang sedang dihadapi. “Belajar lagi, belajar lagi, dan belajar lagi,” ucapnya.

Selain itu saat mengalami masa-masa sulit dalam menjalani bisnis, Kautsar mengembalikannya ke dalam sudut pandang, di mana bisnis adalah untuk ibadah, mengaplikasikan Al-Qur’an dengan berusaha. Ini yang menjadi motivasi untuk bangkit ketika mengalami sulit dalam menjalani bisnis.

Motivasi untuk bangkit selanjutnya adalah mimpi yang besar. Ketika mentok dan sulit, dirinya akan kembali pada mimpi yang besar tersebut. “Mimpi masih panjang nih, tidak boleh berhenti, harus semangat, membawa perusahaan ini menjadi nomor satu di Indonesia, bermanfaat bagi banyak orang jadi ini yang menjadi penyemangat saya,” katanya.

Usung Diferensiasi

Sejak mendirikan usaha dimsum, Kautsar sadar bahwa sudah banyak usaha dimsum yang hadir lebih dulu, seperti resto dimsum atau franchise dimsum gerobak. Sehingga dirinya perlu hal yang berbeda agar bisa bersaing dan menggaet pasar.

“Akhirnya saya memposisikan sebagai supplier dan menggunakan konsep reseller. Jadi dengan buka kategori baru ini, sehingga di benak konsumen sudah spesifik baik secara positioning maupun cita rasa,” kata Kautsar mengungkapkan.

Dalam mencari resep yang benar-benar diinginkan, Kautsar melakukan survei dan pendapat kepada para konsumen mengenai apa yang kurang dan apa yang harus ditambah. Proses ini memakan waktu enam bulan hingga akhirnya final.

“Saya mencoba mengakomodasi semua kebutuhan konsumen ada yang fokus di cita rasa, ada yang harga tetapi kualitas tetap bagus. Saat ini ada enam merek,” ujar Kautsar.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved