Entrepreneur

Tom Liwafa & Delta Hesti: Kolaborasi Apik di Bisnis Gaya Hidup

Tom Liwafa & Delta Hesti (Foto: bombastis.com).
Tom Liwafa & Delta Hesti (Foto: bombastis.com).

Tom Liwafa tidak memungkiri bahwa istrinya, Delta Hesti, ikut andil dalam membuat bisnisnya berkembang seperti sekarang. “Mungkin tanpa istri, bisnis saya tidak bisa sebesar sekarang. Dan, begitu pun dengan istri, mungkin tanpa saya, dia belum tentu bisa sesukses sekarang. Kami saling mengisi,” ungkap Tom. Sebelumnya, ia menjalankan bisnis sendiri ketika berdagang sticker dan merchandise sebuah grup band –Tom sempat bergabung sebagai vokalisnya.

Pria kelahiran 1993 ini mengajak Hesti menjalankan bisnis fashion. Sejoli muda ini mengawalinya dengan membuat tas wanita, dengan memanfaatkan alat jahit milik ayah Tom. Cerita selanjutnya, Tom kian menyadari kemampuan Hesti dalam berjualan. Maka, ia pun mengajak sang istri untuk berjualan secara online melalui Kaskus, Toko Bagus, dsb. hingga bisnis fashion mereka bisa seperti sekarang.

Saat ini, “Dalam aktivitas sehari-hari atau operasional, istri yang mengontrol agar tetap on the track. Kalau saya, lebih ke arah strategi bisnis, misalnya apa yang kami lakukan ke depan. Intinya, perusahaan ini mau ngapain, dan apa strategi yang akan digunakan, itu tanggung jawab saya,” kata Tom.

Ia mengaku bukan anak orang kaya, dan orang tuanya bukan pengusaha. Ia berbisnis untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Saat kuliah di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) pun, Tom membiayai kuliahnya sendiri, meski orang tuanya masih bisa menanggungnya. Untungnya, ia mendapat beasiswa, sehingga tidak harus membayar biaya kuliah secara penuh.

“Namun, saya bukan orang yang suka merepotkan orang tua. Akhirnya, saya memutuskan untuk berdagang. Waktu itu, saya tidak ada niat untuk berdagang yang seperti apa. Saya dagang apa saja yang bisa dijadikan uang,” Tom mengungkapkan.

Maka, setelah bergabung dalam grup band, Tom berpikir untuk mengambil peluang dari sana dan menjual sticker. “Awalnya, saya hanya membuat sticker band saya sendiri dan saya jual ke teman dekat saya. Sticker menjadi salah satu bisnis saya yang bisa digunakan untuk pemasukan bulanan,” ungkapnya. Dan, setelah menjual sticker, ia baru menjual merchandise band metal.

Kini, hampir seluruh bisnis Tom bersentuhan dengan gaya hidup, ada fashion, resto, jasa desain, hingga hiburan. Ia mengaku menjalankan bisnis secara mengalir saja. “Let it flows, tidak ada sebuah kepentingan,” ia menegaskan. Kalau memang bisnisnya cocok, ia akan jalankan, termasuk bermitra dengan orang lain. Dan, sebelum menjalin kolaborasi dengan pihak lain, menurutnya, harus membangun chemistry pertemanan. “Jika chemistry pertemanannya belum dapat, biasanya akan susah terjadi menjadi partner bisnis. Saya pikir, kita harus luwes dan tidak terlalu make money terlebih dahulu,” demikian pendapat Tom.

Ia mengungkapkan, dalam menjalankan bisnis fashion, ia lebih mengikuti apa yang sedang ramai dan menjadi tren. Produk fashion yang ditawarkan oleh Tom dan istrinya, antara lain tas dan sepatu, baju, serta belakangan (terkait pandemi) juga memproduksi masker. Untuk bisnis tas dan sepatu, mereka mengibarkan merek Handmadeshoesby dan Delvationstory.

Kemudian, mereka menjualnya melaui omnichannel, yakni penjualan melalui offline dan online, yang masing-masing berkontribusi 50%.Millennial couple-preneur ini juga menggeluti bisnis kuliner dengan membuka Se’i Sapiku, resto masakan khas Kupang pertama di Surabaya, yang hingga kini ada 22 cabang.

“Crazy Rich” asal Surabaya itu namanya juga populer di jagat media sosial. Ia memang kerap nge-vlog di kanal YouTube. Namun, bukan berarti kesuksesannya dalam menjalankan bisnis karena aktivitasnya di medsos. “Kalau ditanya, apakah menggeluti vlog berpengaruh signifikan terhadap kemajua bisnis saya, tentu tidak. Sebelum saya membuat vlog, saya sudah terjun ke dunia bisnis. Tanpa vlog pun, bisnis saya lancar-lancar saja,” ungkap Tom.

Namun, menurutnya, vlog memang membantunya dalam berbisnis dan menambah omzet. Karena, dengan melakukan personal branding yang bagus, orang akan respek kepadanya. “YouTube channel atau vlog yang kami buat adalah untuk personal branding bagi bisnis kami. Fokus saya tetap pada bisnis, namun personal branding akan menunjang bisnis kami. Kami tetap fokus pada bisnis, content creator itu hanya penunjang dan hobi,” ia menjelaskan.

Dalam menjalankan bisnis fashion, Tom dan Hesti juga mempekerjakan ibu-ibu di desa. “Kami bersinergi dengan warga yang sudah memproduksi tas dan sepatu. Kami berperan sebagai toko yang berjualan melalui digital marketing. Kami bersinergi saja dengan mereka. Mudahnya, barang dari ibu-ibu ini saya jual atau kami membuat program pre-order (PO). Jadi, kami turut membantu UMKM di Indonesia,” Tom menuturkan. Kalau dihitung secara total, mulai dari tukang potong, tukang jahit, tukang pola, hingga pekerja kuli panggul, ada sekitar 1.000 tenaga kerja, 40%-nya dari Surabaya.

Ketika menghadapi situasi pandemi Covid-19, bisnis Tom dan Hesti tetap tumbuh stabil di kisaran 10%-20%. Di awal pandemi, Tom mengungkapkan, memang bisnis sempat drop hingga 70%, tetapi kemudian bisa bangkit lagi. Itu berkat kemampuannya beradaptasi dalam berjualan dengan menggunakan digital marketing. Semua pembelian akhirnya dilarikan melalui medsos dan market place. “Jadi, bisnis kami termasuk masih aman,” Tom menegaskan.

Ke depan, mereka akan mempertahankan bisnis yang sudah ada dan tidak menutup kemungkinan untuk menambah bisnis baru jika ada kesempatan. “Tetapi, kami lebih ingin membesarkan perusahaan kami yang telah kami bangun. Saya pikir, 2-3 bisnis yang berjalan, lebih baik daripada ada ratusan bisnis namun tidak berjalan. Tetapi, jika bisnis saya sudah settled dan aman, akan ada kemungkinan untuk menambah bisnis lagi,” kata Tom. (*)

Anastasia Anggoro Suksmonowati; Riset: Armiadi Murdiansah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved