Profil Profesional

Elvyn G. Masassya, Memimpin Transformasi Krusial di Jamsostek dan Pelindo II

Elvyn G. Masassya, Memimpin Transformasi Krusial di Jamsostek dan Pelindo II

Elvyn G. Masassya adalah seorang profesional yang punya karier cemerlang, terutama di ranah lembaga korporasi pemerintah. Lelaki kelahiran Medan, 18 Juni 1967, ini menghabiskan 30 tahun karier profesionalnya di lingkungan BUMN, dengan 17 tahun dari masa karier itu berada di jajaran direksi (board of directors).

“Untuk bisa menjalankan transformasi, kita harus mendapatkan dukungan dari seluruh stakeholder.” (Elvyn G. Masassya)

Lelaki yang sebelumnya berkarier panjang sebagai bankir ini mencapai jabatan penting ketika ditunjuk pemerintah untuk memimpin PT Jamsostek (Persero), periode Desember 2008-Agustus 2012, yang kemudian berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan —ia pimpin pada periode Agustus 2012-Desember 2015). Selepas dari jabatan itu, ia masih dipercaya untuk memimpin perusahaan pengelola pelabuhan terbesar di Tanah Air, Pelindo II atau IPC (2016-2020).

Selama masa-masa karier profesionalnya itu, terutama ketika menduduki jabatan sebagai CEO di lembaga-lembaga besar tersebut, tentulah ada leadership moment atau situasi paling krusial yang membutuhkan kepiawaian yang tinggi dalam memimpin.

Kepada Sri Niken Handayani dari SWA, Elvyn menyebutkan bahwa situasi krusial dialaminya ketika masih menjabat sebagai Dirut PT Jamsostek (Persero). Tantangan besar yang dihadapinya adalah bagaimana mentransformasi Jamsostek yang ketika itu merupakan sebuah BUMN (Persero) menjadi badan hukum yang mengelola urusan jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 24 Tahun 2011, yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. “Untuk bisa menjalankan transformasi, kami harus mendapatkan dukungan dari seluruh stakeholder,” katanya mengenang.

Karena tugas ini berbasis UU, Elvyn merasa harus menyiapkan satu strategi yang bisa diakomodasi oleh semua pihak. Langkah pertamanya, mendalami betul substansi UU BPJS Ketenagakerjaan. Setelah itu, ada aspek-aspek legal yang harus dipenuhi sebagai turunan dari UU, seperti pembuatan peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Untuk itu, pihaknya harus berkomunikasi dengan stakeholder inti, yaitu pemerintah, agar prosesnya berjalan dengan cepat. “Prosesnya ini sangat dinamis dan menyita energi,” ujarnya.

Setelah itu, ia menyiapkan suatu visi arah ke depan lembaga BPJS Ketenagakerjaan, yang tentu harus bisa diterima oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan, mulai dari komisaris hingga karyawan. Berangkat dari sana, dia menyiapkan sejumlah program kerja transformasi. “Saat itu saya menyiapkan lebih-kurang 526 program kerja yang harus diselesaikan dalam kurun waktu dua tahun,” ungkapnya.

Menurut Elvyn, program tersebut sangat menyita energi. Namun, yang paling penting, harus didukung oleh seluruh stakeholder. Untuk itu, ia mengunjungi hampir seluruh cabang Jamsostek, untuk berbicara dengan karyawan, juga dengan berbagai serikat pekerja di Indonesia, serta dengan DPR dan kementerian terkait. “Intinya, semua hal yang dilakukan harus kami komunikasikan,” ujarnya.

Program transformasi itu menjadi krusial karena dibatasi waktu, harus tuntas dalam dua tahun, dengan target lembaga BPJS Ketenagakerjaan itu harus terbentuk, berdiri, dan beroperasi. Karenanya, proses dari 526 program kerja itu setiap hari di-review untuk melihat kendala-kendala yang dihadapi.

Di luar itu, manajemen berupaya membangun suatu budaya yang akan menghasilkan etos dan spirit kerja. “Karena itu, direksi juga harus bisa menjadi role model bagi karyawan,” ujar Elvyn. Ia menyebutkan, transformasi berjalan dengan baik selama dua tahun, sehingga pada Januari 2014 lembaga bernama BJPS Ketenagakerjaan itu berdiri.

Menurut Elvyn, gambaran keberhasilan transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, selain karena berhasil memenuhi amanah UU, juga bisa dilihat dari data mengenai target pertumbuhan. Misalnya, pertumbuhan kepesertaan, pertumbuhan dana kelolaan, hasil dari investasi, dan peningkatan reputasi perusahaan.

Selesai tugas di BPJS Ketenagakerjaan, pada 2016 Elvyn kembali mendapatkan amanah penting, yakni sebagai Dirut Pelindo II —jabatan yang akhirnya diembannya hingga 2020. Tantangannya ketika itu: diminta pemerintah untuk mengembangkan “tol laut”. Di sisi lain, kondisi Pelindo II juga sedang kurang bagus, antara lain diwarnai dengan sejumlah demo karyawan. “Saya sebenarnya juga mendapat tugas untuk mentransformasi lagi, kali ini di Pelindo II,” ujar pria yang juga dikenal sebagai musisi jazz ini.

Apa langkah-langkahnya di Pelindo II? Menurut Elvyn, agak mirip seperti ketika melakukan transformasi di BPJS. “Saya menyiapkan visi baru yang cukup menantang, yaitu ‘Menjadi Pengelola Pelabuhan Berkelas Dunia’,” katanya. Karena hal itu merupakan lompatan sangat besar, Elvyn menyiapkan strategi di bidang operasional, komersial, keuangan, dan seterusnya.

Namun, tentu ada bedanya dari transformasi di BPJS. Elvyn menyebut Pelindo II punya stakeholder yang sangat beragam. “Kami harus berkordinasi dengan 16 kementerian dan lembaga,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Kami juga harus koordinasi dengan masyarakat sekitar, dan karyawan yang jumlahnya sangat banyak dengan level yang berbeda, di mana banyak buruh di pelabuhan yang harus kami ayomi agar mereka bisa memberikan pelayanan yang baik.”

Program transformasi ini berjalan selama setahun. Ia mengklaim dalam empat tahun masa kepemimpinannya, kinerja Pelindo II membaik, yang ditandai dengan kenaikan revenue dan laba, demo buruh yang sudah tidak ada, dan berlabuhnya kapal-kapal besar.

Salah satu pelajaran penting dari proses transformasi di Jamsostek maupun Pelindo II, menurut Elvyn, bahwa dalam situasi itu kita tidak bisa bekerja dengan cara-cara biasa, melainkan harus dengan cara-cara luar biasa. Eksekusi programnya pun harus terus dikontrol.

Ada sejumlah prinsip kepemimpinan yang dipegang Elvyn. Pertama, menanamkan niat baik. Menurutnya, ketika kita sudah mendapatkan amanah menjadi CEO, harus tanamkan niat baik untuk memperbaiki perusahaan dan mengabdi pada perusahaan.

Kedua, harus berani menganggap “sudah selesai” dengan urusan diri sendiri. Jadi, niatnya murni betul-betul untuk mengembangkan perusahaan.

Ketiga, mengalir. Maksudnya, harus terus berikhtiar dan hasilnya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam konteks mengelola transformasi suatu bisnis, Elvyn punya empat aturan, yang disebutnya “Four Rules”. Pertama, teruskan yang sudah baik. Kedua, luruskan yang belum lurus; yang bermakna terapkan GCG. Ketiga, selesaikan yang belum sempat diselesaikan. Dan keempat, kerjakan yang belum sempat dikerjakan.

“Agar langkah seorang pemimpin bisa diikuti anak buahnya, dia harus bisa berperan sebagai role model dan mampu berkomunikasi dengan baik,” kata lelaki yang kini masih sibuk sebagai komisaris di sejumlah perusahaan dan partner di salah satu perusahaan konsultan ini. (*)

Joko Sugiarsono & Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved