Profile

Vivek Thomas, Siap Lejitkan Kadence Indonesia

Vivek Thomas, Siap Lejitkan Kadence Indonesia

Di kancah industri riset, kehadiran Kadence Indonesia bak kuda hitam. Meski datangnya belakangan, sekitar 7 tahun terakhir, tapi sudah berhasil menyodok di urutan tiga besar perusahaan riset bergengsi. Perusahaan yang sudah beroperasi di Amerika Serikat, Inggris, India, Singapura, Indonesia, Hong Kong dan Vietnam ini, siap bersaing dengan Nielsen dan TNS.

Nah, sosok Vivek Thomas tidak bisa dilepaskan dari kiprah Kadence Indonesia. Bagaimana tidak, pria kelahiran Cochin (India), 9 Januari 1978 ini adalah pendiri Kadence di Indonesia sejak tahun 2007 dan menjabat sebagai Managing Director PT Kadence International-Indonesia. “Sebetulnya saya datang ke Indonesia tahun 2004, tapi waktu itu masih bekerja di perusahaan riset lain. Lalu, tahun 2007 ditawari oleh kolega untuk membesarkan Kadence di Indonesia,” kenang ayah dari Vihaan Thomas (4 tahun), ini.

Kadence3-Vivek

Dilihat dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan Vivek, sebenarnya bidang yang ditekuni adalah teknologi. Dia lulusan S1 jurusan Teknik Komputer dari Cochin University of Science and Technology, Cochin, India (Oktober 1995-Juli 1999). Tahun 1999 sampai 2002, dia sempat bekerja sebagai marketing/dealer sale untuk pemasaran komputer. “Saya pernah bekerja di India selama tiga tahun di perusahaan IT, untuk jualan komputer,printer, hard drive (HDD), flash drive (USB drive),” kata Vivek yang juga pernah menjadi dosen Fakultas Teknik Komputer & Elektro di Universitas Atmajaya, Jakarta.

Toh, tidak butuh waktu lama, tantangan untuk merintis Kadence di Indonesia segera disambar Vivek. Awalnya hanya 5 orang yang terlibat saat pertama kali bendera Kadence resmi dikibarkan tanggal 7 bulan 7 tahun 2007. Lataran masih baru, istilahnya Vivek yang melakukan ‘babat alas’ Kadence. Dia rela bekerja keras 7 hari dalam sepekan, dari jam 8.45 WIB hingga pukul 20.00WIB.

Perkembangan pada tahun pertama masih terbilang lambat. Jumlah karyawan misalnya dari 5 orang naik menjadi 15 orang pada 2008. Namun, setelah tahun 2008 pertumbuhan Kadence pesat dengan perkembangan jumlah karyawan 25 orang tahun 2010, 40 orang tahun 2011, lalu 100 orang tahun 2012 dan tahun 2013 hingga sekarang menjadi 142 pegawai tetap plus ratusan pegawai freelance.

Bagaimana perjuangannya untuk menggaet klien di awal usaha?

“Wah, susah banget. Waktu itu banyak orang tidak tahu Kadence,” keluh suami dari Mary Thomas ini. Apalagi, Vivek adalah orang asing di Indonesia, sehingga pergaulan dan sepak terjangnya sebagai profesional tidak selincah eksekutif asli Indonesia.

Kadence-Vivek

Dari tahun 2007 sampai 2008, Vivek rela untuk door to door dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk menawarkan jasa riset Kadence. Banyak perusahaan yang menolaknya, tapi Vivek tidak putus asa dengan kegagalan itu. Sampai akhirnya ada segelintir perusahaan yang memberinya kesempatan untuk mengerjakan order riset pemasaran.

“Kebetulan saya punya teman kerja di Nestle Indonesia dan mau kasih kesempatan Kadence untuk mengerjakan risetnya. Kami kerjakan survei dan laporan dengan sebaik mungkin, sehingga mereka puas. Saat itu gak ada perusahaan riset yang mau menggarap proyek kecil-kecil, tapi kami terima saja. Dan Nestle melihat serta menilai kerja kami, terus proyek berlanjut terus hingga proyek besar,” imbuh Vivek dengan lega.

Kepercayaan satu klien itu menjadi modal penting Vivek untuk terus gencar mempromosikan Kadence dan menggaet klien sebanyak-banyaknya. Seiring berjalannya waktu, jumlah klien terus meningkat, mulai dari perusahaan nasional, multinasional hingga kantor pemerintahan.

Apa rahasianya?

“Yang nomor satu, fast and reliable. Kami proaktif terhadap klien. Hasilnya, klien bilang bagus banget, cepat, dan bisa diandalkan. Kedua, membuat laporan kecil-kecil yang eksklusif dan performance-nya bagus, sehingga klien terkesan,” Vivek memaparkan kunci sukses Kadence yang dipimpinnya itu.

Kini, sektor usaha klien tidak hanya produk susu dan turunannya, tapi bervariasi. Ada perusahaan dari perbankan, telekomunikasi, farmasi, otomotif dan Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Hingga kin, sektor FMCG masih mendominasi jumlah klien Kadence.

Berbasis perusahaan yang bergerak di bisnis riset, Kadence menawarkan sejumlah layanan: testing produk (misalnya peluncuran produk kopi yang ditanyakan komentarnya ke responden), pricing study (misalnya riset soal harga suatu produk telekomunikasi), usage and attitude study (yaitu berapa banyak orang yang pakai produk/jasa tersebut, mengapa, dari mana belinya), brand health tracker, serta neuroscience. Neuroscience ini produk andalan Kadence, karena belum banyak perusahaan yang lakukan ini. “Kami datangkan jasa neuroscience dari luar negeri,” Vivek mengklaim.

Waktu pengerjaan proyek riset beragam. Paling cepat dua minggu untuk ukuran riset kecil-kecilan. Sebaliknya, paling lama proses pengerjaan satu tahun jika nilai proyeknya besar. Contoh, ada perusahaan besar di Indonesia yang ingin dilakukan survei khusus ke 10 negara di dunia, antara lain Inggris, Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, Bangkok, dan lain-lain.

Untuk pengerjaan proyek di luar negeri yang mana Kadence tidak memiliki kantor perwakilan bagaimana?

“Kami menggunakan jasa partner bisnis karena networking kami di riset internasional sangat luas. Prosesnya bisa dilakukan dengan online provider. Jadi kami bikin pertanyaan dan ada orang luar negeri yang jawab,” jelasnya.

Omset yang dicapai Kadence terus meningkat. Sebagai gambaran untuk nilai proyek terkecil yang dikerjakan nilainya minimal Rp60 juta, sedangkan proyek terbesar yang pernah ditangani mencapai Rp4,5 miliar dengan lama pengerjaan satu tahun. Bila dipukul rata, saban tahun omset Kadence mencapai puluhan miliar. Lebih rinci omsetnya adalah Rp27 miliar (2010), Rp55 miliar (2011) dan Rp60 miliar (2012). Tahun 2014 omset ditargetkan naik 25%, karena hingga hingga akhir 2013 sudah mencapai Rp95 miliar.

Rupanya kontribusi Kadence Indonesia sangat besar bagi Kadence International. “Meski operasional Kadence ada di 7 negara dan berpusat di Inggris, tapi kontribusi revenue Kadence Indonesia adalah yang terbesar. Sebab revenue kami di sini hampir US$10 juta, sedangkan total revenue Kadence Group sekitar US$30 juta,” kata eksekutif yang hobi berolahraga kriket ini.

Kendati kemajuan yang dicapai Kadence di Indonesia terbilang pesat, tapi sejatinya banyak kendala yang dihadapi dalam perjalanan bisnisnya. “Sampai tahun 2009, banyak orang yang cuma taking decision saja. Mereka hanya percaya firasat mereka saja. Dulu belum banyak yang tahu pentingnya market research (MR). Sekarang banyak yang sudah tahu MR itu penting. Sekarang pesaing lebih banyak. Risk of failure itu penting dan karena itu perusahaan kami jadi besar,” dia menguraikan.

“Pertumbuhan Kadence Indonesia yang cepat membuat pesaing hormat pada kami. Dan kinerja Kadence Indonesia adalah yang terbaik di tingkat global karena menyumbang 30% dari revenue Kadence global,” ucap Vivek mantap.

Keberhasilan yang dicapai Kadence sekarang tidak membuat Vivek dan timnya lekas puas. “Target kami ke depan adalah terus berinovasi dan membawa teknologi baru di industri market research,” tegas pria yang pernah berkarier di Insight Asia Research Group di Indonesia itu. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved