Book Review

Dua Mantan Eksekutif Senior Amazon Berbagi Praktik Manajemen

Oleh Editor

Judul : Working Backwards

Penulis : Colin Byard dan Bill Carr

Penerbit : St. Martin’s Press, 2021

Tebal : 298 hlm.

Dimulai di bulan Juli 1995, Amazon kini telah dikenal sebagai raksasa industri teknologi dengan produk ritel, cloud, Kindle, Alexa, sampai streaming media. Jeff Bezos sendiri telah menjadi orang terkaya di dunia.

Banyak sekali orang yang menanyakan rahasia praktik manajemen Amazon sampai menjadi begitu sukses. Sebagai bekas eksekutif Amazon dengan pengalaman total yang mencapai 27 tahun, termasuk bekerja langsung dengan Jeff Bezos di masa awal Amazon, kedua penulis ini mengetahui jawaban akan pertanyaan tersebut. Buku ini merupakan intisari jawaban tersebut.

Penulis buku ini percaya bahwa prinsip dan praktik Amazon yang dijabarkan dalam buku ini bersifat universal, serta dapat dipelajari dan diaplikasikan di perusahaan manapun. Mereka juga telah melihat kesuksesan aplikasi prinsip dan praktik tersebut dalam startup kecil ataupun perusahaan raksasa dengan ratusan ribu karyawan.

Pilar dari budaya Amazon terdiri dari empat hal: obsesi pada konsumen dan bukan kompetitor, berpikir jangka panjang, inovasi, dan keunggulan operasi. Berpikir panjang ini terlihat jelas dari sistem kompensasi Amazon di mana mayoritas kompensasi berupa saham yang akan didapatkan beberapa tahun kemudian. Semakin senior posisi seseorang, semakin tinggi rasio saham dibandingkan uang dalam kompensasinya.

Praktik Amazon yang paling fundamental adalah aplikasi 14 Prinsip Kepemimpinan Amazon, yang dimulai dari proses hiring sampai performance review. Prinsip kepemimpinan yang kuat akan merefleksikan visi perusahaan dan memungkinkan proses pengambilan keputusan yang cepat. Patut dicatat bahwa prinsip kepemimpinan bukanlah sesuatu yang permanen. 14 Prinsip Kepemimpinan Amazon ditambahkan dan dikurangkan sejalan dengan kebutuhan dari waktu ke waktu. “Learn and be Curious” merupakan prinsip yang ditambahkan di kemudian hari sementara “Being Vocally Self-Critical” dihilangkan dan dilebur menjadi bagian dari “Earn Trust”.

Rahasia kesuksesan Amazon ada di kualitas karyawannya. Bila seorang CEO akan menghabiskan waktu yang sangat banyak untuk memutuskan apakah akan berinvestasi dalam pabrik baru, mengapa sangat jarang CEO yang menghabiskan waktu yang sangat banyak untuk memutuskan meng-hire posisi yang penting?

Amazon memiliki proses yang disebut “Bar Raiser” dalam proses hiring. Proses ini bersifat scalable, repeatable, dan formal dengan tahapan yang sangat sistematis sehingga meminimalkan bias personal dan memaksimalkan keputusan berdasarkan data. Di atas semua itu, Amazon hanya menginginkan karyawan dengan mental misionaris dan bukan pedagang. Karyawan pedagang hanya bekerja demi uang, sementara karyawan misionaris akan mendahulukan kepentingan perusahaan.

Amazon terkenal akan kecepatan dalam eksekusi dan inovasi. Tim di Amazon juga kecil sehingga kini dikenal dengan sebutan “two-pizza team”. Tim di Amazon berisikan kurang dari 10 orang, bersifat autonomous, dan menjadi business owner. Ada kalanya, tim harus lebih dari 10 orang sehingga prinsip ini kemudian berkembang menjadi “single-threaded leadership” (STL) di mana hanya satu orang, tanpa dibebani tanggung jawab yang lain, bertanggung jawab atas satu inisiatif dan memiliki tim terpisah untuk mencapai tujuan tersebut.

Di masa awal, inisiatif Self-Service Order Fulfillment (SSOF) hanya berjalan di tempat sekitar satu tahun. Akhirnya, Amazon menunjuk satu VP sebagai STL untuk inisiatif ini di tahun 2005. Pada 2016, SSOF diluncurkan dan berjalan dengan sukses sampai kini dikenal sebagai Fulfillment by Amazon (FBA).

Jeff Bezos dan penulis buku ini selalu memikirkan cara untuk meningkatkan efektivitas meeting di Amazon. Sesudah mengalami presentasi yang sulit di tahun 2004, mereka membaca esai “The Cognitive Style of PowerPoint: Pitching Out Corrupts Within” dan kemudian memutuskan melarang PowerPoint dalam semua pertemuan di Amazon. Mulai 9 Juni 2004, semua presentasi dilakukan dalam bentuk Word sepanjang enam halaman. Semua meeting dimulai dengan 20 menit hening di mana semua peserta rapat akan membaca Word yang dibagikan. Karena rata-rata kemampuan membaca orang sekitar tiga menit per halaman, 20 menit merupakan alokasi waktu yang tepat. Sesudah itu, peserta rapat mulai memberikan pertanyaan, klarifikasi, insights, dan sebagainya.

Tidak ada presenter yang diperbolehkan mempresentasikan materinya secara verbal. Tujuan penulisan narasi dalam bentuk Word adalah agar semua logika diterangkan dengan jelas dan untuk menghindari bias presenter yang berkharisma. Menulis narasi dalam bentuk Word yang dibatasi enam halaman membutuhkan kerja keras dan pemikiran yang sangat jernih. Menulis narasi dalam bentuk Word harus sangat menyeluruh dan tepat dalam mendeskripsikan fitur, harga, layanan, dan mengapa konsumen akan membelinya.

Semua produk di Amazon memiliki satu persamaan: dimulai dari belakang (working backwards). Prinsip proses kerja ini adalah memulainya dari pengalaman konsumen dan dari titik ini, tim akan mendapatkan kejelasan akan apa yang akan dibangun. Alatnya adalah narasi tulisan dalam bentuk PR/FAQ (press release/frequently asked questions).

Bayangkan saja, sebuah tim akan meluncurkan produk televisi. Tim pemasaran menemukan dari riset bahwa yang diinginkan pasar adalah teve berukuran 44 inci dengan harga US$ 1.999. Tim teknik telah mengembangkan sebuah teve yang sangat jernih tetapi dengan biaya produksi US$ 2.000. Jelas produk tersebut tidak akan bisa dijual di pasar yang diinginkan. Bila kedua tim tersebut memulainya dengan menulis press release terlebih dahulu, keduanya sudah mengerti target harga, fitur, biaya produksi, dan sebagainya sejak awal. Working backwards akan memungkinkan mereka menemukan apa yang ingin dibangun dan bagaimana membangunnya.

Weekly Business Review (WBR) di Amazon memakai proses Six Sigma yang disebut DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control). Berbeda dengan praktik manajemen yang biasanya memperhatikan metriks output (misalnya pendapatan atau keuntungan), Amazon fokus pada metriks input yang dapat dikontrol.

Metriks input ini terus berubah dan terus ditingkatkan sampai benar-benar detail dan menghasilkan keuntungan. Di masa awal, metriks yang diukur adalah jumlah halaman web, kemudian ditingkatkan menjadi jumlah halaman web yang dilihat pengunjungnya, kemudian ditingkatkan menjadi jumlah halaman web di mana produknya memiliki stok, kemudian jumlah halaman web di mana produknya memiliki stok dan siap untuk dikirimkan dalam dua hari yang kemudian disebut “fast track in stock”. Metriks ini kemudian diberi target dan pengukuran dimulai dengan sangat disiplin.

WBR di Amazon membahas trend line dan tantangannya begitu muncul, bukan menunggu sampai menjadi hasil keluaran bulanan atau kuartalan. WBR hanya membahas urusan taktis operasional. Urusan strategi, project update, ataupun produk baru akan dibahas pada pertemuan terpisah.

Narasi Word yang dipakai juga memiliki format, durasi waktu analisis, warna, simbol, dan jumlah chart per halaman yang sangat konsisten sehingga seluruh tim dapat menganalisis data yang sama setiap minggu dan dengan urutan yang sama sehingga mendapatkan pandangan bisnis yang holistik dari waktu ke waktu. Semua diskusi WBR diarahkan untuk membicarakan varian saja, kinerja yang seusai dengan yang diharapkan tidak akan dibahas sehingga meeting menjadi sangat efisien.

Belajar dari Toyota Production System, Amazon selalu menanyakan 5 Why dalam proses Correction of Errors (COE) dan juga menerapkan sistem Andon Cord untuk mencegah kesalahan yang sama muncul berkali-kali.

Tim yang mengalami masalah atau kesalahan diharuskan mencari akar masalahnya dengan menanyakan “mengapa” lima kali dan mendokumentasikannya. Dengan budaya yang terus-menerus mencari akar masalah dan menghilangkannya, perusahaan akan selalu bisa mengoptimalkan proses bisnisnya.

Bila terjadi masalah, Customer Services biasanya hanya akan meminta maaf dan mengirimkan produk baru, tetapi tidak bisa menyelesaikan masalah sampai akarnya. Amazon memiliki proses di mana category manager harus menganalisis kinerja bulanan mereka, termasuk menganalisis produk yang paling sering bermasalah dah dikembalikan. Bila melihat masalah yang terus-menerus, category manager akan mengklik “tombol merah” yang akan menyebabkan tombol “beli” hilang sehingga konsumen tidak akan bisa membeli produk bermasalah tersebut lagi. Konsumen hanya akan bisa membeli produk ini lagi bila akar masalah sudah selesai.

Bagian kedua buku ini membahas sejarah beberapa produk kunci Amazon, yaitu Kindle, Prime, Prime Video, dan AWS. Semua produk ini memiliki satu persamaan: dikembangkan dengan irit (frugality). Amazon Music dan Prime Video dikembangkan dengan tim yang sangat kecil, fokus pada pengalaman konsumen, dan laporan keuangan yang dijaga dengan sangat hati-hati. Amazon hanya memberikan investasi yang sangat besar kalau rencana dan visi produknya sudah sangat jelas dan diinginkan oleh puluhan atau ratusan juta pelanggan.

Buku ini ditutup dengan bab ringkas tentang kesimpulan. Penulis buku ini sering ditanya “bagaimana saya memulainya”. Buku ini menyarankan beberapa langkah yang dapat diambil dengan gampang: larang penggunaan PowerPoint, terapkan proses hiring Bar Raiser, fokus pada input yang dapat dikontrol, buat struktur organisasi yang dapat mengakomodasi STL, buat sistem kompensasi yang memperhatikan jangka panjang, artikulasikan budaya perusahaan dalam semua proses dan diskusi, definisikan leadership principle, dan pahami apa yang bisa menjadi flywheel effect.

Buku ini mengklaim bahwa tidak semua perusahaan akan cocok atau berhasil menerapkan cara kerja Amazon. Banyak perusahaan yang sukses dengan cara kerja yang lain. Walaupun demikian, cara kerja Amazon sangat layak diperhatikan dan dicoba mengingat Amazon yang begitu berhasil secara finansial dan dari sudut pandang inovasi. (*)

Edison Lestari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved