Book Review

Melihat Humor dengan Lebih Cerdas dan Serius

Oleh Editor

Judul : Humor, Seriously: Why Humor is a Secret Weapon in Business and Life

Pengarang : Jennifer Aaker & Naomi Bagdonas

Penerbit : Currency, Penguin Random House, New York

Cetakan : Pertama, Februari 2021

Tebal : 272 halaman

Kita menginginkan kehidupan yang lebih nyaman dan berarti. Namun, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sering ditemui: situasi dan beban kerja yang kita jalani menjadi terlalu serius, keras, dan penuh tekanan. Dalam kondisi seperti itu diperlukan humor untuk dapat meringankan suasana. Humor menjadi penting dan bisa menjadi bagian utama yang perlu dimiliki agar dapat tanggap, mudah dan cepat beradaptasi dengan berbagai kenyataan dan realitas baru yang sering tidak terduga.

Salah satu keunggulan manusia dibandingkan makhluk hidup yang lain adalah kemampuannya dalam membuat lelucon, menyampaikan berbagai pesan dengan menggunakan humor. Karenanya, humor akan menjadi bahan kajian yang semakin penting di masa depan dan bisa menjadi salah satu keunggulan kompetitif dalam berbisnis.

Namun sayangnya, dewasa ini, kehilangan selera humor telah menjadi masalah serius yang dihadapi manusia, bisnis, dan organisasi di seluruh dunia. Dunia yang makin kompleks, rumit, dan sering bergejolak ini memerlukan kehadiran humor yang lebih banyak. Penulis buku ini mencoba melihat masalah serius dengan sudut pandang humor dan melihat humor sebagai sesuatu yang cerdas dan serius.

Secara umum setelah berusia 23 tahun, manusia menjadi semakin jarang tertawa. Tertawa menjadi barang yang semakin mahal. Padahal, di usia produktif, tertawa sebenarnya semakin dibutuhkan untuk meringankan tekanan yang ada akibat tuntutan kehidupan dan karier yang semakin berat, kompleks, dan berubah sangat cepat. Ketika kita tertawa, otak kita mengeluarkan serangkaian hormon yang bisa membuat kita merasa lebih senang (dopamin), merasa percaya diri (oksitosin), mengurangi stres (menurunkan kortisol), dan bahkan menimbulkan sedikit euforia (endorfin).

Sayangnya, dalam keseharian, kita semakin terjebak dalam rutinitas dan kebiasaan yang kita bangun sendiri. Semakin dewasa, semakin sulit bagi kita untuk dapat lepas dari kebiasaan ini. Kehidupan rutin dan penuh keteraturan yang dijalani mendatangkan kejenuhan yang berakibat pada meningkatnya tekanan.

Kemauan untuk bertindak dan berperilaku secara sembrono semakin berkurang, demikian juga dengan selera humor yang kita miliki. Ini malah menjadikan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari yang dijalani semakin berat. Diperlukan interaksi yang lebih manusiawi, meninggalkan berbagai bentuk tata cara formal yang cenderung mengekang diri kita untuk dapat tampil dengan lebih apa adanya.

Humor adalah salah satu bentuk kecerdasan yang tidak mudah ditiru dan dipalsukan. Kecerdasan seseorang dapat dilihat ketika dia sedang menampilkan atau mencerna suatu humor. Di dalam pertemuan, Anda bisa melihat seseorang menaruh perhatian pada apa yang Anda sampaikan atau tidak lewat respons terhadap lelucon yang Anda sampaikan. Jika dia tidak tertawa, berarti dia tidak memberi perhatian yang cukup, tidak paham apa yang Anda sampaikan, atau Anda sendiri memang tidak bisa menyampaikan sesuatu hal yang mudah dipahami.

Dalam hal inovasi, humor merupakan katalis bagi terbentuknya pemikiran yang kreatif. Menurut Hiroki Asai dari Apple’s Creative Design Studio, ketakutan merupakan pembunuh utama kreativitas dan humor merupakan alat yang sangat efektif untuk menaklukkan ketakutan yang mungkin ada.

Ketika Anda merasa aman dan nyaman dalam karier atau kehidupan, Anda lebih mudah untuk bersikap sembrono dan mampu mengeluarkan berbagai humor dengan leluasa. Namun, ketika Anda berada dalam ketakutan, Anda menjadi kurang berani untuk mengambil inisiatif. Anda lebih leluasa mencoba melakukan berbagai hal yang baru, ketika Anda bisa mencoba melakukannya tanpa dibebani rasa khawatir.

Dalam masa pandemi seperti sekarang, terlalu banyak bersliweran ketidakpastian, keluhan, dan tekanan di berbagai bidang kehidupan. Dengan membiarkan diri untuk bersikap lebih rileks/sembrono akan memungkinkan kita untuk dapat lebih baik beradaptasi dengan realitas yang ada. Seseorang yang tidak memiliki selera humor yang cukup akan seperti mobil tanpa dilengkapi dengan per atau shockbreaker, ada guncangan sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan badan mobil tersebut. Humor akan melindungi diri dari segala guncangan, baik guncangan kecil maupun besar sehingga menjadikan hidup dan karier menjadi lebih nyaman dan mudah dijalani.

Humor tidak hanya membantu diri sendiri, tetapi juga membantu orang lain. Suasana nyaman yang kita miliki dapat ditularkan dengan mudah ke pihak lain dengan perantaraan humor. Ini akan mendorong terjadinya hubungan yang lebih berarti, membuka kreativitas, membuat situasi menjadi tidak tertekan, dan meringankan kita dalam menjalani naik-turunnya kehidupan.

Namun harus tetap diingat bahwa tujuan dari ditampilkannya humor dalam suatu pertemuan atau bisnis bukanlah hanya sekadar melucu. Humor tidak boleh melupakan tujuan sebenarnya dari pertemuan yang diadakan. Humor ditampilkan untuk membuat hubungan antarmanusia menjadi lebih manusiawi dan membuat proses kerja lebih ringan, lancar, produktif, dan efektif.

Menampilkan humor butuh kecerdasan tersendiri. Jika kita mengeluarkan lelucon yang tidak pas dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, yang terjadi malah akan merusak hubungan, bukan memperkuatnya.

Dalam waktu normal, rata-rata karyawan kantoran menghabiskan 30 persen dari waktu kerjanya untuk membalas surat elektronik, WhatsApp, dan pesan elektronik lainnya. Rata-rata menerima 120 pesan setiap harinya. Dalam masa pandemi ini, porsi aktivitas kita di depan perangkat elektronik semakin meningkat dengan pesat. Menulis, menerima, dan membalas pesan elektronik lewat surel, WhatsApp, atau perangkat elektronik lainnya sering tidak melibatkan emosi tertentu; semuanya berlangsung secara datar, seakan-akan kita tidak sedang berhadapan dengan manusia yang memiliki emosi. Suatu hubungan antarmanusia yang alami dan manusiawi terhalang dengan adanya hal ini.

Dalam kondisi demikian, perlu diselipkan unsur humor dalam pesan yang disampaikan. Humor akan mendorong munculnya semacam senam mental yang menciptakan berbagai hubungan, pola-pola, dan interpretasi yang sebelumnya tidak kelihatan. Dengan demikian, perspektif kita bisa menjadi lebih luas, membuat diri kita secara psikologis menjadi lebih aman, dan menciptakan lahan subur bagi kreativitas.

Ketika kita berkomunikasi, baik secara langsung maupun lewat media tertentu, memasukkan unsur humor akan menjadikan hubungan terlihat lebih manusiawi, memperbaiki hubungan yang rusak, memperkuat ikatan antarmanusia dalam kondisi baik, dan mencegah terjadinya perpecahan dalam kondisi buruk.

Saat ini orang lebih membutuhkan interaksi dan pemimpin yang lebih otentik. Pemimpin yang memiliki selera humor akan lebih mampu memimpin secara lebih manusiawi, menghilangkan berbagai batasan, dan mampu menyeimbangkan antara tugas formal sebagai pimpinan dan menjaga hubungan personal informal yang lebih manusiawi.

Ketika pemimpin memberikan tanda kepada karyawannya bahwa suatu pekerjaan dapat dilakukan secara berimbang antara sikap sembrono dan sikap serius, pekerjaan yang dilakukan akan dapat dijalankan dengan lebih ringan, tidak terlalu tertekan. Di sini perlu dibedakan antara humor dan sikap sembrono (levity). Sikap sembrono biasanya lebih merupakan bawaan dari lahir, sedangkan humor merupakan sesuatu yang lebih bisa dibentuk atau diarahkan.

Kemampuan menampilkan humor yang sehat merupakan gabungan dari bakat, kecerdasan, dan keterampilan yang harus diasah secara terus-menerus. Di sini kemampuan untuk membuat lelucon dan mencairkan suasana dapat dilatih dan dipelajari siapa pun.

Mampu menyalurkan selera humornya dengan baik membuat seorang pemimpin dapat dengan lebih baik mempersatukan, membujuk, memotivasi, dan menginspirasi orang lain untuk mau menjadi pengikutnya dengan baik. Dalam kondisi genting, biasanya humor bisa mencairkan suasana.

Budaya humor ini bisa dimasukkan ke dalam organisasi. Di masa sekarang, budaya kerja informal yang membolehkan adanya tindakan sedikit “aneh” dan “nakal” dari karyawannya sedang menjadi tren. Desain ruang kerja dirancang menjadi lebih informal, bahkan hampir mirip ruang santai atau bermain. Ini semua dilakukan untuk menumbuhkan lebih banyak berbagai ide kreatif. Desain ruang kerja yang mirip tempat bermain ini juga semakin cocok diterapkan dalam masa pandemi ini.

Adanya humor dan “sedikit kesembronoan” di tempat kerja akan meningkatkan soliditas antarkaryawan, terutama ketika menghadapi situasi yang rumit dan berat. Harapannya, dengan memahami ilmu, mekanisme, dan aplikasi humor yang ada di otak kita, di bisnis kita, dan di kehidupan kita sehari-hari, kita dapat mengubah cara pandang kita terhadap dunia dan kehidupan yang kita jalani saat ini dengan lebih mudah, baik, dan produktif.

Eko Widodo*) Staf Pengajar Magister Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved