Book Review Review zkumparan

Inovasi Model Bisnis dengan Kerangka Empat Kotak

for Transformative Growth

Penulis : Mark W. Johnson

Penerbit : Harvard Business Press Review, Juli 2018

Tebal : 240 halaman

Edison Lestari

To play a new game on a new field requires a new game plan.”

Lebih dari setengah perusahaan yang didirikan setelah 1984 dan masuk Fortune 500 antara 2006 dan 2016 melakukan inovasi model bisnis.

Tidak semua inovasi berhasil. Inisiatif Better Place, sebuah sistem yang brilian untuk mobil elektrik, akhirnya harus tutup pada 2013. Sebaliknya, Hilti berhasil mengubah model bisnisnya dari menjual peralatan menjadi menyewakan peralatan. Dow Corning berhasil ketika meluncurkan Xiameter, situs web penjualan silikon yang berbiaya murah.

Mengetahui bagaimana cara membangun (atau membangun ulang) sebuah model bisnis yang jelas memungkinkan pemimpin pasar untuk menghadang kompetisi sekaligus memicu inovasi.

Sebuah model bisnis dapat dipecahkan menjadi empat elemen utama: value proposition (pekerjaan apa yang dilakukan oleh produk atau jasa tersebut), resources (manusia, teknologi, fasilitas, peralatan, dana merek, dan bahan baku), processes (cara produksi yang bisa diulangi dan berkelanjutan), dan profit formula (bagaimana menciptakan nilai bagi konsumen dan pemegang saham). Walaupun kelihatannya sederhana, kerangka kerja ini powerful sekali karena saling terikat. Bisnis yang sukses harus memadukan semua ini secara konsisten dan saling melengkapi.

Untuk mengembangkan value proposition, kita tidak boleh mendefinisikan produk apa yang diinginkan konsumen tetapi mendefinisikannya sebagai tugas apa yang harus diselesaikan. Mengapa telepon pintar (smartphone) begitu sukses? Karena, telepon pintar menyelesaikan tugas yang diinginkan. Penggunanya tak sekadar menginginkan komunikasi, tetapi juga mengorganisasi kegiatannya (fitur calendar, e-mail, chat), serta pembunuh waktu senggang (aplikasi, baca online, dan sebagainya).

Value proposition dikembangkan dengan mengidentifikasi job-to-be-done penting yang tidak terpenuhi hari ini, kemudian mengembangkan penawaran yang menyelesaikan job-to-be-done tersebut dengan harga yang lebih rendah.

Profit formula merupakan cetak biru ekonomi yang mendefinisikan bagaimana perusahaan akan menciptakan nilai untuk dirinya dan pemegang saham. Profit formula menghitung: (1) model pendapatan yang merupakan fungsi dari harga kali kuantitas, (2) struktur biaya (termasuk biaya langsung, overhead, dan economies of scale), (3) target margin unit (harga yang dibutuhkan untuk menutupi biaya) dan kecepatan perputaran uang (waktu tunggu, throughput, inventori, serta utilisasi aset).

Walaupun value proposition kelihatannya membutuhkan banyak sumber daya, sebenarnya hanya beberapa yang merupakan faktor pembeda. Tanyakan: “Kombinasi unik manusia, teknologi, produk, fasilitas, peralatan, suplai, dan distribusi seperti apa yang dibutuhkan untuk mendukung value proposition dalam batasan profit formula?” Key process yang dibutuhkan mencakup: (1) proses, (2) aturan bisnis dan matriks sukses, (3) norma perilaku.

Sebuah bisnis harus memasuki white space apabila profit formula-nya berubah atau key process dan key resources-nya berubah atau matriks, aturan, dan normanya berubah.

Menyadari bisnis power tools telah menjadi komoditas, Hilti mengubah model bisnisnya dari menjual peralatan menjadi menyewakan peralatan. Dengan model bisnis baru ini, Hilti adalah perusahaan servis sehingga inventori berada di balance sheet Hilti. Biaya overhead menjadi lebih tinggi tetapi margin juga menjadi lebih tebal. Singkat kata, model bisnis penyewaan ini adalah value proposition yang baru sehingga profit formula-nya juga berubah. Dengan demikian, Hilti harus mengubah key resources dan key process-nya juga. Hilti memulainya dengan delapan pelanggan di Swiss. Hasilnya sangat menggembirakan sehingga Hilti mengembangkan model bisnis baru ini ke semua negara. Saat ini, Hilti mengelola sekitar satu juta tools untuk sekitar seratus ribu pelanggan di seluruh dunia dengan pendapatan sekitar US$ 4,2 miliar.

Banyak sekali kekuatan yang dapat menciptakan perubahan besar-besaran. Tiga kekuatan yang memberikan kesempatan inovasi sehingga menjadi keharusan untuk melakukan inovasi model bisnis adalah perubahan secara radikal dalam hal permintaan pasar, teknologi yang berhenti di tengah, dan perubahan kebijakan pemerintah.

Perubahan teknologi merupakan penjelasan tentang kegagalan Better Places. Sesudah berhasil mendapatkan US$ 1 miliar, CEO Agassi langsung meluncurkan produknya di Israel dan Denmark. Untuk mengatasi masalah baterai, Better Place mendirikan sejumlah stasiun tempat para pemilik mobil elektrik datang mengganti baterai mobil secara fisik. Yang tidak disadari Agassi adalah teknologi baterai berubah cepat karena mobil elektrik sesudahnya tidak membutuhkan pergantian baterai tetapi hanya men-charge dengan cepat. Alhasil, CEO Agassi mengundurkan diri pada 2012 dan Better Place menyatakan diri bangkrut pada 2013.

Teknologi digital mengubah bisnis melalui empat cara: e-commerce (Warby Parker), platform digital (Uber), monetisasi data (The Weather Company), dan servis yang dilakukan dengan mesin (gudang elektronik). Beberapa perusahaan yang berada di titik kritis berhasil membalikkan situasi dengan mengadaptasi teknologi digital baru untuk memasuki model bisnis baru. Microsoft mengalami perlambatan pertumbuhan tahun 2000-an seiring dengan pertumbuhan peralatan yang bukan PC. Microsoft segera mengubah fokus bisnisnya menjadi Azure cloud computing. Penunjukan Satya Nadella menjadi CEO Microsoft merupakan penegasan akan “cloud-first, mobile-first”.

GE juga menunjukkan cerita yang sama. GE membangun “layanan cloud untuk industri” yang bernama Predix. Predix menghubungkan mesin, data, dan manusia sehingga menghasilkan analitik untuk manajemen kinerja aset dan optimisasi operasi. GE bekerjasama dengan raksasa

energi E.ON; di situ Predix membantu E.ON mengoptimalkan kinerja, utilisasi, dan perawatan; dan GE mendapatkan sebagian dari peningkatan keuntungan E.ON. Singkat kata, GE mengubah model bisnisnya dari menjual hardware menjadi bisnis jasa dan hubungan jangka panjang.

Inovasi model bisnis dapat dilakukan dengan proses berulang. Pertama, cari peluang memuaskan kebutuhan pelanggan. Kedua, buat cetak biru bagaimana memuaskan kebutuhan pelanggan tersebut dengan cara yang menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Ketiga, atur sumber daya dan proses untuk mengubah konsep abstrak tersebut menjadi keuntungan. Pikirkan juga apakah sistem bisnis baru ini tetap berada dalam unit bisnis yang sudah ada saat ini ataukah sebaiknya dijadikan unit bisnis baru agar bisnis tersebut dapat berkembang.

Inovasi model bisnis harus fokus pada sesuatu yang besar – mengubah permainan di pasar yang sudah ada, menciptakan pasar baru, atau mengubah sebuah industri. Kalau misalnya kita tidak bisa menjelaskan bagaimana sebuah model bisnis yang baru akan memberikan pertumbuhan bisnis yang signifikan atau bagaimana model bisnis tersebut akan menjadi mesin pertumbuhan perusahaan di saat industri mengalami perubahan tektonik, usaha untuk melakukan inovasi tersebut tidak bisa dijustifikasi.

Walaupun cara berpikirnya harus besar, eksekusinya mesti dimulai dengan langkah kecil. Inkubasi bisnis baru secara perlahanan akan memberikan waktu dan ruang untuk menguji asumsi, melakukan perubahan, dan mengembangkan sumber daya utama yang dibutuhkan.

Kerangka kerja inovasi model bisnis yang dibahas di buku ini hanya terdiri dari empat kotak, tetapi implikasinya bisa sangat besar. Inovasi model bisnis dapat membantu perusahaan mengatasi banyak masalah: pertumbuhan, perubahan pasar, teknologi baru, ataupun perubahan faktor sosial. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved