Technology Trends

14 Lembaga Keuangan Top di Indonesia Gunakan Sistem GBG Fraud Detection

14 Lembaga Keuangan Top di Indonesia Gunakan Sistem GBG Fraud Detection
Stephen Tjokro, Business Development Director GBG Indonesia

Belakangan ini institusi perbankan dan keuangan di Indonesia berlomba meluncurkan berbagai produk jasa keuangan baru. Namun, ancaman kejahatan finansial juga semakin beragam, jumlahnya semakin banyak dan makin canggih.

Menurut studi Report to The Nations yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Association of CertifiedFraud Examiners, dari 16 negara Asia Pasifik yang diteliti, Indonesia menjadi penyumbang terbanyak fraud/penipuan, diikuti China sebanyak 33 kasus dan Australia 29 kasus.

Dengan berbagai kasus terkait keamanan dan penipuan perbankan, dua institusi negara Indonesia,yaitu OJK, merilis Peraturan nomor 39/POJK.03/2019 mengenai penerapan Strategi Anti-Fraud (Fraud Detection Strategy) Bank Umum. Bank Indonesia pun merilis pasal-pasal yang mewajibkan adanya prosedur dan sistem pengelolaan fraud bagi penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran sebagaimana tertuang dalam PBI nomor 23/7/PBI/2021, sehingga tahun 2022, penerapan Fraud Detection Strategy ini sudah menjadi kewajiban bagi institusi perbankan dan keuangan.

GBG dikenal sebagai perusahaan menawarkan serangkaian solusi yang bisa membantu organisasi dengan cepat memvalidasi dan memverifikasi identitas dan lokasi nasabah. Melalui teknologi, data, serta keahlian yang teruji, GBG dapat membantu institusi perbankan dalam meningkatkan akses digital, memberikan pengalaman tanpa batas dan membangun kepercayaan sehingga mereka dapat bertransaksi dengan cepat, aman dan aman dengan nasabah secara online.

“Saat ini sudah ada 14 lembaga keuangan papan atas di Indonesia yang menggunakan sistem Fraud Detection GBG. Beberapa di antaranya masuk 5 bank terbesar dan 1 multifinance besar di Indonesia. GBG juga berencana untuk melakukan ekspansi ke berbagai institusi keuangan dan perbankan daerah,” jelas Stephen Tjokro, Business Development Director GBG Indonesia.

Dengan maraknya perbankan digital, fraud atau penipuan yang terjadi dalam ranah perbankan digital akan lebih masif, sebab ada berbagai macam alat yang dapat membantu para pelakukejahatan. Hackers biasanya memiliki banyak database nasabah, dan mereka menggunakan data tersebut untuk melakukan pinjaman. Sedangkan target dipilih secara random, kecuali memang ditargetkan khusus pada individu atau institusi tertentu.

Pola ancaman fraud perbankan juga serupa pada fintech, dan umumnya rentan terhadap syntheticidentity fraud. “Jadi, selain bank, pelaku fintech juga perlu menerapkan fraud detection strategy yang efektif. Kesadaran masyarakat terhadap serangan siber di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Salah satu tips bagi nasabah agar tidak terjebak phishing atau social engineering adalah tidak memberikan data-data penting ke pihak manapun, serta tidak sembarangan mengklik link yang tidak terpercaya,” Stephen menambahkan.

GBG melihat secara garis besar sistem perlindungan perbankan di Indonesia sudah cukup bagus dari regulasi pemerintah dan pihak regulator. Tetapi, implementasi sistem penanganan fraud tersebut pada tiap bank berbeda-beda, sehingga hal ini perlu dikaji kembali bersama-sama.

Ini adalah beberapa kerugian yang dapat dialami institusi perbankan dan finansial jika tidak menerapkan sistem manajemen fraud yang baik: pertama, kerugian finansial, bank rugi karena harus mengganti nilai uang yang terdampak dari penipuan tersebut. Kedua, penurunan kualitas kredi. Ketiga, bank berpotensi dikenakan penalti dari regulator/lembaga hukum. Keempat, reputation risk, yang mana kepercayaan nasabah pada lembaga keuangan tersebut dapat menurun

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved