Business Research Trends zkumparan

7 Fakta Kemasan Makanan Berbahan Polistirena Busa

Pemakaian kemasan makanan berbahan busa polistirena (styrofoam) masih menjadi isu hangat di Indonesia.

Beberapa waktu lalu, para ahli, pelaku industri, dan perwakilan BPOM menjadi pembicara dalam Media Workshop “We Don’t Think Strawberry Cause Cancer – The Myth and Fact Behind Styrofoam Packaging” di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D mengungkapkan, masih banyak orang yang tidak dapat membedakan antara stirena dengan polistirena. Kedua zat ini ibarat karbon dan berlian.

Dua tahun terakhir, banyak pihak membahas tentang baik dan buruknya pemakaian kemasan ini. Dalam mempertimbangkan apakah kemasan ini adalah kemasan terbaik dari segi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi, berikut adalah fakta-fakta yang perlu diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Pertama, kemasan makanan yang paling baik dalam menjaga kebersihan dan kualitas makanan. Karena sifatnya yang kokoh, ringan, dan dapat “mengisolasi” dengan baik, kemasan ini cocok digunakan dalam pengiriman makanan segar. Kemasan berbahan busa polistirena dapat menahan dingin di dalamnya dalam waktu yang lama, sehingga dapat menjaga bahan makanan yang sensitif dengan perubahan suhu (temperature-sensitive) tetap segar. Itulah sebabnya mengapa pengiriman lobster segar kerap menggunakan kemasan ini.

Kedua, kemasan makanan paling ekonomis. Harga satuan kemasan ini biasa dibanderol Rp200-300. Di Bandung dalam dua tahun terakhir dihimbau untuk mengganti kemasan makanan ini dengan yang berbahan kertas oleh pemerintah setempat. Harga kemasan pengganti itu Rp1.600-2.000 dan pasti dibebankan kepada konsumen.

Ketiga, kemasan makanan yang daur hidupnya hemat energi. Pembuatan produk dari busa polistirena mengonsumsi energi jauh lebih hemat dibandingkan produk alternatif lain. Bahan ini 50% lebih hemat energi jika dibandingkan kemasan berbahan kertas yang dilapisi plastik dan 30% lebih hemat energi jika dibandingkan pembungkus makanan dari PLA (berbahan mentah jagung). Selain itu, proses produksi dari busa polistirena mengkonsumsi air jauh lebih sedikit dibandingkan sejumlah alternatif lain – empat kali lebih sedikit dibandingkan pembungkus makanan dari PLA.

Keempat, kemasan makanan yang aman bagi kesehatan. Seperti halnya karbon, stirena adalah zat kimia, sedangkan polistirena selayaknya berlian yang terbentuk dari karbon, adalah hasil olahan dari stirena yang aman untuk digunakan.

Kelima, kemasan makanan berkelanjutan bagi lingkungan. Keberkelanjutan (sustainability) bagi lingkungan kini bukan dilihat kemudahan membusuk (biodegradability) suatu bahan, tetapi dari siklus atau daur hidupnya yang lebih ramah lingkungan. Mulai dari bahan baku, cara produksi, penggunaan produknya, sampai pendaur-ulangan sampahnya adalah yang paling sedikit memakan energi, tidak menimbulkan pemanasan global, dan sumber daya alam yang dipakai tidak berlebihan.

Keenam, kemasan makanan yang sampahnya paling bernilai ekonomis. Dari timbunan sampah yang ada di Indonesia, sampah plastik dan kemasan makanan (termasuk polistirena) adalah yang paling dicari oleh para pemulung karena lebih bernilai ekonomis. Ini adalah hasil temuan yang didapat oleh Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D dan tim saat melakukan survei sampah di lebih dari belasan sungai-sungai besar di pulau Jawa.

Ketujuh, Inggris, Jerman, Amerika, dan Kanada melegalkan pemakaian styrofoam dan dilengkapi dengan sistem pengolakan sampah yang terintegrasi. Seperti layaknya di Indonesia, Pemerintah Inggris, Jerman, Amerika, dan Kanada tidak melarang pemakaian kemasan makanan dari busa polistirena ini. Justru mereka membuat sistem pengolahan sampah yang sangat baik, untuk memastikan sampah kemasan ini dapat dipergunakan secara maksimal.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved