Trends

Bagaimana Operator Seluler Hadapi Era VUCA?

Bagaimana Operator Seluler Hadapi Era VUCA?

Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan para anggotanya sudah menyiapkan sejumlah jurus untuk mengantisipasi penurunan kinerja industri seluler karena faktor makro ekonomi terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sempat menembus angka Rp 15 ribu/dollar AS dan hari ini tertahan di Rp 14.903/dollar AS.

Dalam setahun terakhir pelaku bisnis dihadapi kondisi volatile uncertainty complexity dan ambiguity atau dikenal dengan VUCA. Salah satu ancaman VUCA tersebut adalah nilai rumah terhadap dolar yang terus melemah.

“Penurunan kinerja “Telco” sudah diantisipasi. Kita harapkan bahwa penguatan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah tidak menambah buruknya angka penurunan dimana hingga semester I 2018 industri ini sudah negative growth,” ungkap Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys di Jakarta.

Diakuinya, masa sekarang merupakan “tahun sulit” bagi industri seluler karena ada faktor makro ekonomi dan regulasi yang membuat pelaku usaha melakukan konsolidasi dalam strategi bisnis. “Tetapi saya percaya masing-masing operator ada jurus selamatnya dan nanti akan more than survive dari kondisi sulit ini,” ucapnya.

Presdir dan CEO XL Axiata

Secara terpisah, Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan industri seluler hingga semester pertama 2018 mengalami negative growth, baik dari sisi pendapatan maupun Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA). “Secara industri, negative growth terjadi di pendapatan -12,3% dan EBITDA -24,3%,” paparnya.

Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada menilai tantangan bagi operator kala nilai tukar rupiah melemah adalah menghadapi biaya operasional yang tinggi. “Apalagi kalau ada peralatan yang sistemnya sewa dan bayar dengan dolar AS. Belum lagi jika ada kewajiban Bond atau lainnya dalam bentuk dollar AS. Jika simpanan dolar AS gak cukup bisa missmatch,” ujarnya menganalisa.

Diharapkannya, dengan meredanya perang tarif sejak semester pertama 2018 akan membantu operator menghadapi sisa semester dua 2018.

“Adanya penyesuaian tarif bisa membantu mengurangi dampak perang tarif. Ditambah promosi yang menarik, orang akan mau ambil paket yang ditawarkan oleh operator karena merasa mendapat lebih. Operator harus bisa menggenjot pendapatan dari data dan internet untuk menutupi penurunan pendapatan voice dan SMS,” tutupnya.

Asal tahu saja, sepanjang semester pertama 2018 operator di Indonesia kinerjanya tertekan selain faktor makro ekonomi dan regulasi juga karena adanya perubahan perilaku pelanggan yang banyak menggunakan produk substitusi messenger shingga menggerus pendapatan suara dan SMS.

Telkom membukukan keuntungan sebesar Rp 8,7 triliun di semester pertama 2018 (H1-2018) atau turun 28,1% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 12,1 triliun. Operator pelat merah ini membukukan pendapatan sebesar Rp 64,37 triliun pada semester I 2018 naik tipis 0,5% dibanding periode sama tahun lalu sebsar Rp 64,02 triliun.

Andalan Telkom di seluler, Telkomsel, sepanjang semester pertama 2018 meraih pendapatan sebesar Rp 42,7 triliun turun 7,1% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 45,99 triliun. Laba bersih sepanjang semester pertama 2018 hanya Rp 11,7 triliun anjlok 24,4% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 15,5 triliun.

Indosat paling tertekan dimana anak usaha Ooredoo ini di periode berakhir Juni 2018 hanya memiliki pendapatan sebesar Rp 11 triliun anjlok 26,8% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 15,11 triliun. Dampak dari buruknya kinerja operasional terasa di bottom line dimana pada periode semester I 2018 perseroan mengalami kerugian Rp 693,7 miliar berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang untung Rp 784,2 miliar.

XL Axiata masih meraih pendapatan sebesar Rp 11,06 triliun sepanjang semester I 2018 atau naik 1% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 10,95 triliun. XL Axiata mencatat kerugian sebesar Rp 82 miliar di semester pertama 2018 berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang mencicipi laba Rp 143 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan hingga semester pertama 2018, Telkomsel malah menikmati laba kurs sebesar Rp48 miliar, sementara Indosat dan XL mengalami rugi kurs masing-masing Rp 112 miliar dan Rp 44 miliar.

Debt to Equity Ratio (DER) dari pemain pun masih “sehat” alias masih bisa mencari pendanaan dimana Telkomsel sebesar 58%, Indosat (142%), dan XL (62%).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved