Trends

Bank Neo Commerce Targetkan Pertumbuhan Aset 20-30% pada 2023

Bank Neo Commerce Targetkan Pertumbuhan Aset 20-30% pada 2023
Direksi BNC. Ki-ka: Ricko Irwanto (Direktur Risiko & Kepatuhan), Tjandra Gunawan (Direktur Utama), Aditya Wahyu Windarwo (Direktur Bisnis), dan Chen Jun (Direktur TI).
Direksi BNC. Ki-ka: Ricko Irwanto (Direktur Risiko & Kepatuhan), Tjandra Gunawan (Direktur Utama), Aditya Wahyu Windarwo (Direktur Bisnis), dan Chen Jun (Direktur TI).

Kendati iklim bisnis pada 2023 oleh banyak pakar ekonomi diprediksi akan gelap, tidak menciutkan nyali manajemen Bank Neo Commerce (BNC) untuk mematok pertumbuhan tinggi. “Kami optimistis dapat mencapai target kenaikan aset sebesar 20-30%, di atas angka yang disarankan oleh market sebesar 10% untuk pertumbuhan lending,” ujar Direktur Utama BNC Tjandra Gunawan dalam acara gathering bersama jurnalis dan pemimpin redaksi pada pertengahan November lalu di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta.

BNC, seperti kita ketahui, merupakan salah satu bank digital di Tanah Air yang melaju kencang. Pada posisi September 2022, bank digital penjelmaan dari Bank Yudha Bhakti ini membukukan aset sebesar Rp 15,9 triliun atau meningkat 98,75% year on year dibandingkan September 2021. Sementara itu kredit yang disalurkan naik sangat signifikan sebesar 131,77% menjadi sebesar Rp 8,9 triliun. Sebagai bank digital, BNC memberi kemudahan kepada nasabah melalui aplikasi Neobank pada akhir Maret 2021 yang hingga kini telah diunduh lebih dari 25 juta kali. Adapun jumlah nasabah, menurut Tjandra, hingga September lalu mencapai 20 juta dengan jumlah nasabah aktif bulanan sebanyak 3 juta nasabah.

Bagi Tjandra, seburuk apapun situasi perekonomian pada 2023, kondisi Indonesia yang diproyeksikan akan tumbuh sekitar 5,23% masih lebih baik dibandingkan negara lain seperti China yang akan tumbuh kurang dari 1% atau Singapura yang diperkirakan antara 3-4%. Kondisi perekonomian Indonesia tahun depan segelap apaun ia nilai masih akan lebih baik dibandingkan pada 2020 ketika ada amukan Covid-19. “Tahun 2020 ketika saya dipercaya memimpin transformasi bank ini, kondisinya lebih mengerikan.” Sebab, lanjut Tjandra, apapun yang akan terjadi pada 2023 sudah bisa diprediksi sejak saat ini dan disiapkan solusinya. “Berbeda dengan situasi pada 2020 yang semuanya bingung karena belum ada formula untuk menghadapi Covid-19,” tegasnya.

Menurut Tjandra, kondisi BNC pada 2,5 tahun lalu adalah bank yang sangat kecil, yang merupakan bank buku I dengan keterbatasan modal dan likuiditas. Barulah setelah menjadi bank buku II, bank ini bisa bertransformasi menjadi bank digital dengan Tjandra dipercaya memimpin transformasi ini. Dan seperti telah dijelaskan di muka, bank ini berhasil melewati situasi sulit pada 2020-2021 bahkan mencatat pertumbuhan cemerlang pada 2022.

Salah satu kiat BNC melewati situasi sulit pada 2020 adalah dengan berselancar di atas krisis, riding the wave. Formula serupa juga akan diterapkan BNC dalam menghadapi 2023. “We cannot change the world, or the macro economy, we don’t have the control of what happens around us. But we can control our plan and our milestones,” jelas Tjandra. Menurut Tjandra, pada 2023 BNC bertekad meluncurkan berbagai fitur, produk dan layanan yang semakin bisa memenuhi kebutuhan nasabah. “Kami akan menjadikan tahun 2023 menjadi tahun untuk mencetak laba,” tandasnya.

Jika selama ini BNC banyak menggarap digital lending untuk kredit konsumsi/ritel, yang dalam setahun terakhir berhasil berkontribusi 30-35% dari total kredit sebesar Rp 9,7 triliun, pada 2023 akan meluncurkan kredit produktif yang ditujukan untuk SME. Menurut Tjandra, rencananya kredit ini akan sedikit berbeda dengan kredit SME yang ada saat ini. Yang akan diluncurkan BNC adalah SME lending dengan menggunakan platform dan teknologi. “Banyak users BNC yang saat ini memiliki usaha sampingan, dan mereka adalah target yang akan dibidik terlebih dahulu. Saat ini BNC sudah menawarkan fasilitas funding, transfer, atau sisi liabilities. Yang akan BNC luncurkan tahun depan adalah dari sisi kapital untuk modal kerja.”

Tahun depan BNC juga akan memperbesar fee based income. “BNC percaya bahwa transaksi akan memperkuat users stickiness. Pengguna akan memakai sebuah aplikasi apabila aplikasi tersebut berguna dan relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.” Oleh karena itu, lanjut Tjandra, BNC akan meluncurkan produk yang relevan dengan kehidupan sehari-hari nasabah. BNC akan meluncurkan wealth management lewat aplikasi. “Dengan ini, BNC berharap fee based income akan terdongkrak mulai Q1 tahun depan,” ungkapnya.

Sebagai bank digital, BNC mengedepankan kolaborasi dan sinergi untuk memperkuat pertumbuhan ekosistem digital. “Tujuannya adalah untuk membangun Indonesia menjadi negara digital, dan untuk mencapai tujuan ini BNC tidak bisa bergerak sendiri. Diperlukan peers dan partner untuk saling berkolaborasi dan bersinergi.” Sebagai misal, saat ini BNC telah bersinergi dengan 25 fintex. Juga akan bersinergi dengan convenience store agar nasabah bisa menarik uang cash di sana, atau berkolaborasi dengan bank yang punya banyak ATM. “Kami akan bangun teknologinya agar partner bisa menikmatinya,” jelasnya.

Saat ini BNC dimiliki oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia (25,39%), PT Gozco Capital (14,81%), Yellow Brick Enterprise Ltd (5,17%), Rockcore Finansial Technology Co. Ltd (6,12%), dan Masyarakat (48,24%). Data pemegang saham di atas adalah sebelum Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) VI.***


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved