CSR Corner Trends

Belajar dari Pratesthi yang Beralih ke Bisnis Fasyen Ramah Lingkungan

Belajar dari Pratesthi yang Beralih ke Bisnis Fasyen Ramah Lingkungan

Batik merupakan warisan leluhur bangsa ini. Namun, dalam perkembangannya, penggunaan bahan kimia makin mendominasi dalam proses pembuatannya. Mengingat makin berkurangnya bahan baku pokok membatik dengan bahan alami murni. Ancaman pencemaran lingkungan membayangi.

Hal inilah yang dipikirkan oleh Pintya Dwanita Ayu, Pendiri Batik Pratesthi. Ketika awal berdiri Desember 2015 , usahanya memang fokus membuat batik cap atau pun tulis. Seiring berkembangnya lingkungan rumah dia yang makin padat, juga proses membatik yang dikhawatirkan mencemari lingkungan, Pintya pun memutar otak mencari proses membuat corak di kain yang lebih ramah lingkungan.

Pintya berbagi pengalamannya di acara media gathering Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) di Galeri YDBA Sunter (31/08/2022) bahwa UMKM yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah akhirnya memilih mengembangkan teknik eco-print dalam memberi corak kain produk fasyen Prateshi. “Kalau produk eco-print tidak bisa diaebut sebagai produk batik ya, karena tidak menggunakan malam, canting atau lerak dalam prosesnya, jadi sebut saja sebagai produk eco-print,” jelasnya.

Dalam eco-print, yang digunakan adalah bahan-bahan alam seperti daun, kelopak bunga atau batang sebagai pewarna alami, lalu direndam oleh cairan tawan untuk mengikat warnanya. “Proses kami sederhana, kain alami (katun, linen, sutra, blacu) lalu motif daun, batang atau kelopak, dicetak dengan mentutuq di antara kain dengan alas plastik, setelah penuh motifnya, kita rendam dengan air tawas,” paparnya.

Pintya menggandeng ibu-ibu rumah tangga disekitarnya untuk mendukung bisnisnya. Dia mulai beralih ke eco-print sejak 2019, walau demikian kerajinan batik yang menjadi awal bisnisnya tidak ditinggalkan.

Dibantu 6 orang pekerja, Prateshi berhasil melewati masa sulit saat pandemi dengan terobosan produk lebih terjangkau. Kalau sebelumnya produk eco-print dijual dengan harga ratusan ribu rupiah. Di masa pandemi, Pintya menghadirkan produk kerajian dan fasyen yang lebih murah dengan motif eco-print ini dengan kisaran harga puluhan ribu.

“Saat pandemi produk kerajinan tangan eco-print sangat diminati, seperti pouch, sajadah, souvenir nikah, hiasan, tempat tissue dan sebagainya,” tambahnya.

Bukan hanya fokus pada dunia fasyen dan craft, yaitu batik & ecoprint, Prateshi juga mengembangkan bisnis workshop dan pelatihan sebagai upaya meningkatkan awareness produk eco-print juga. Selain sekolah, instansi pemerintah, juga perusahaan swasta rutin berkunjung mengikuti workshop Prateshi. Minimal 5 orang satu workshop dengan biaya Rp 150 ribu.

Pintya mengungkapkan bahwa dalam setahun pendapatan UMKM yang dia dirikan ini sekitar Rp 250-350 juta. Fokus pasarnya masih di pulau Jawa, dengan target pasar perempuan berusia 30-45 tahun. “Kami sedang mengembagkan produk untuk pria juga sebagai upaya menjawab permintaan pasar,” ujarnya.

Visi Prateshi yaitu pemberdayaan perempuan dan ibu rumah tangga untuk berpikir, berproses dan berinovasi melalui industri batik, craft dan ecoprint dengan memegang prinsip ramah lingkungan untuk mengenalkan warisan budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa. Sedangkan misinya ada 4, yaitu empowerment atau pemberdayaan untuk menyediakan lapangan kerja bagi Wanita sebagai partner bekerja, workshop sebagai tempat berkarya dan menambah kreativitas masyarakat umum, environment friendly product dengan motif-motif ecoprint yang unik, dan preservation atau pelestarian di skala regional, nasional dan internasional.

Batik Pratesthi sendiri merupakan UMKM binaan YDBA yang aktif mengikuti berbagai program pembinaan, antara lain Pelatihan dan Pendampingan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin), Pelatihan Digital Marketing, Pelatihan dan Pendampingan Cost Accounting dan mengikuti berbagai pameran yang difasilitasi oleh YDBA.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved