Marketing Management Trends zkumparan

Berkah Dilan 1990 untuk Max Pictures

Ody Mulya Hidayat, CEO & Founder Max Pictures.

Fenomena Dilan 1990 tak hanya berhasil melambungkan nama baru dalam deretan pemain utamanya saja. Nama Max Pictures sebagai rumah produksi yang menaungi film ini juga turut meroket di pentas perfilman Indonesia. Formula yang apik berhasil diramu oleh Max Pictures, sehingga film ini menembus angka hampir 7 juta penonton per akhir Februari lalu.

Keberhasilan Ody Mulya Hidayat, CEO & Founder Max Pictures, melihat value novel Dilan karya Pidi Baiq ini menjadi berkah tersendiri. Kegemarannya untuk mencari novel Indonesia dengan materi cerita yang menarik jatuh pada kisah Dilan dan Milea. “Saya melihat Pidi bercerita dengan keunikannya melalui quote yang membuat tertawa. Ada hal lain yang jadi perhitungan selain dari permintaan novel yang terus naik,yaitu fan base (pembaca) Dilan sudah terbentuk,” ungkapnya.

Kontribusi Pidi sengaja dihadirkan juga saat di lapangan. Pidi terlibat langsung penggarapan skenario agar alur cerita tidak melenceng jauh saat diproduksi dalam film. Baginya, tantangan membuat film dari novel adalah menerjemahkan drama dalam bentuk percakapan, adegan, dan visual. Fixed cost untuk produksi Dilan 1990 ini Max Picture menggelontorkan dana hampir Rp16 miliar termasuk dengan biaya promosi.

Cara Max Pictures dalam memasarkan Dilan 1990 dilakukan dengan menggandeng SCTV untuk mempromosikan film tersebut. Ini untuk menciptakan antusiasme sekaligus siap tayang nantinya di SCTV setelah tayang di bioskop. “Sebelum untuk bioskop, kami menjualnya ke pihak televisi. Kami mendapat spot, televisi nantinya mendapat iklan yang banyak. Memang untuk pihak televisi gambling, karena belum tentu film bakal laku di pasar. Namun, jika dibeli setelah film tayang dan laris, harganya akan lebih mahal. Kembali ke insting bisnis,” ungkapnya.

Max Pictures menggandeng investor dalam pembuatan Dilan 1990. Peran investor sangat penting untuk membantu perputaran uang. Maklum, biasanya rumah produksi menggunakan modal sendiri untuk produksi film pertama sembari terus memproduksi film kedua dan ketiga dengan modal dari investor. Untuk film kelas B, Ody yakin bisa berjalan sendiri tanpa investor, namun berbeda jika ia harus menggarap film kelas A. Investor sangat dibutuhkan karena modalnya rata-rata di atas Rp10 miliar.

“Bagi saya, investasi di film jangan memikirkan berapa keuntungannya, yang harus dipikirkan bagaimana meminimalisir kerugiannya dulu,” ujarnya. Maka dari itu, Odymencari cara jualan sebelum film beredar agar beberapa persen modal balik. Salah satunya adalah menjualnya kepada televisi dan sponsor. Dilan 1990 disponsori oleh Cornetto (Unilever) dan Loop (Telkomsel). Dari kerja samanya dengan televisi dan sponsor, Dilan 1990 berhasil mengisi 50% keuntungan, sisanya dari penjualan tiket.

Ke depan, Max Pictures akan memproduski film horor dan drama sitkom dikarenakan memang pasarnya masih ada. Ody beranggapan bahwa market film ini akan tetap di‘rawat’ terus untuk menjadi produk regulernya. Selain itu, film remake juga akan diproduksi untuk melihat pasar apakah memliki peluang bagus. Arini, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat, film tahun 90-an yang dibintangi Widyawati dan Rano Karno akan menjadi rilisan terbarunya.

Max Pictures juga menggarap Benyamin Biang Kerok, hasil kerja sama dengan Falcon Pictures untuk menampilkan kemasan yang lebih modern dari cerita legenda Benyamin Sueb. Kesuksesan film Dilan 1990 menggelembungkan pundi-pundi Max Pictures dan nama besarnya. Ia ingin terus berkarya lewat film-film selanjutnya. Di luar film bioskop, Ody juga menjaring pasar layar kaca televisi dengan menggarap serial televisi, FTV yang ditayangkan di beberapa televisi nasional.

Reportase: Arie Liliyah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved