Business Research

BUMN Indonesia Masih Kalah dengan Malaysia dan Singapura

BUMN Indonesia Masih Kalah dengan Malaysia dan Singapura

Menjelang MEA di akhir tahun 2015, sesuai dengan hasil benchmarking BUMN kawasan ASEAN, daya saing BUMN Indonesia masih kalah jauh. Hal ini ditunjukkan dalam laporan audit BPK di tahun 2014 silam yang menunjukkan bahwa nilai jual 121 BUMN setara nilai Rp 1.997 triliun. Dari nilai itu, sebanyak 90% disumbangkan oleh 25 BUMN. Namun, hingga saat ini laba yang dicapai BUMN masih relatif rendah yakni sekitar 219 triliun.

Lembaga Management UI menemukan Super Holding Company Temasek yang hanya membawahi 15 badan investasi masih lebih superior dibandingkan 20 BUMN yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia. Hal yang sama juga terjadi terhadap Khazanah Nasional milik Malaysia.

P_20151217_103946-640x360

“Secara absolut, total revenue Temasek mencapai US$ 61 miliar dan Khazanah US$ 226 miliar . Dilihat dari indikator profit margin, Khazanah berada di urutan pertama yakni sebesar 40.4% dari total pendapatan, sedangkan Temasek 19.48%, menyusul Indonesia hanya 15.58%,” ujar Toto Pranoto, Managing Director LMUI.

Di kesempatan yang sama, Toto juga menyampaikan bahwa hanya sedikit BUMN yang memiliKi daya saing tinggi, yakni komunikasi. Sedangkan sektor unggulan lain seperti perbankan, properti, dan transportasi udara yang dikelola BUMN masih kalah dengan Temasek. Meski demikian, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Anwar Nasution, mengatakan, hal tersebut bukanlah alasan untuk berkecil hati karena pada sektor tersebut masih cukup bersaing dengan Khazanah. Kesulitan dalam penhelolaan BUMN, sehingga menyebabkan BUMN sehingga berdakpak pada daya saing diduga disebabkan oleh peraturan yang mengikat keputusan pengambilan keputusan bisnis yang sebenarnya dinamis.

“Pengelolaan bisnis BUMN jauh lebih ketat dibandingkan dengan swasta karena bisnis swasta hanya diatur oleh UU Perseroan terbatas, UU pasar Modal, dan UU sektoral. Sementara BUMN harus mengikuti beberapa peraturan lain yang mengikat seperti privatisasi BUMN, PMN, peleburan BUMN serta ketentuan kementrian teknis lainnya” ujar Anwar.

Anwar dan Toto berpendapat, BUMN harus segara menerapkan strategi baru guna mengembangkan BUMN. Salah satu strategi yang dilakukan adalah kemungkinan ekspansi dengan go regional maupun pengoptimalan alternatif pendanaan melalui instrument pasar modal.

“Studi BCG 2014 menunjukkan perusahaan di Malaysia dan Singapura adalah yang paling siap hadapi MEA, sementara perusahaan Indonesia malah sebaliknya. BUMN mengambil peran aktif sebagai kotor perekonomian bangsa dan berkiprah lebih kompetitif, minimal jagoan di wilayah ASEAN,” jelas Toto. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved