Business Research

Cukai Rokok untuk Tutupi Defisit JKN

20150803_031610_harianterbit_cukai_rokok

Porsi biaya kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk melindungi 60% penduduk di tahun 2015 diperkirakan hanya mencapai 20% dari total belanja kesehatan penduduk Indonesia. Artinya, tingkat perlindungan hanyalah 20% dibagi 60%, seperti tiga saja dari belanja kesehatan.

Angka ini secara internasional masih rendah. Diperkirakan belanja kesehatan per kapita/peserta dalam Jaminan Kesehatan (JKN) di tahun 2015 hanya mencapai Rp 30-35 ribu saja. Sementara belanja kesehatan seluruh rakyat Indonesia di tahun 2015 diperkirakan mencapai Rp 120-130 ribu. Belanja tersebut jauh lebih rendah dari belanja kesehatan penduduk Muangtai dan Malaysia yang diperkirakan mencapai Rp 450 – 700 ribu per kapita di tahun 2015.

“Jangan heran jika kualitas layanan kesehatan di Indonesia masih jelek. Oleh karenanya perlu mobilisasi dana lebih besar lagi, salah satu solusi yang realistis dan mudah adalah dari cukai rokok,” ujar Hasbullah Thabrany, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan

Untuk mengetahui tingkat kelayakan mobilisasi dana cukai rokok untuk menutupi defisit JKN Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan melakukan polling yang diikuti oleh 825 penduduk. Sebanyak 61% responden sudah menjadi peserta JKN (sesuai dengan data BPJS Kesehatan) dan 32% perokok (sedikit lebih rendah dari prevalensi nasional yg 34%).

Hanya 15% responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan, 49% responden berpendapatan di atas Rp 3 juta per bulan. Hanya 34% responden yang menyatakan bahwa harga rokok sekarang mahal dan 43% responden yang merokok menghabiskan 1-2 bungkus per hari. Dengan harga rokok yang rata-rata sekitar Rp 15.000 per bungkus, mereka menghabiskan Rp 450.000 – 900.000 per bulan untuk rokok.

Padahal, iuran JKN kelas I hanya Rp 59.500 per orang per bulan. Ketika ditanya harga rokok berapa mereka akan mengurangi merokok, 62% prokok menyatakan harga rokok diatas Rp 35.000 per bungkus. Ketika ditanya pada harga rokok berapa mereka akan berhenti merokok, 71% menyatakan harga diatas Rp 50.000 per bungkus.

Jika harga rokok dinaikan 30% saja (Rp 20.000 per bungkus), potensi penerimaan cukai rokok di tahun 2017 mencapai Rp 210 Triliun. Jika selisih penerimaan cukai rokok saja yang digunakan untuk menutup defisit JKN dan memperbaiki mutu layanan kesehatan, maka terdapat potensi Rp 70 Triliun untuk tambahan dana JKN. Dana tersebut cukup untuk menjamin seluruh anggota keluarga Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dibandingkan dengan memaksa mereka membayar iuran JKN. Kenyataannya PBPU pada umumnya adalah perokok.

Ketika ditanyakan pandangan responden tentang menaikan harga dan cukai rokok untuk JKN, 71% perokok setuju dan 86% bukan perokok setuju. Secara keseluruhan, 81% responden setuju untuk menaikan harga dan cukai rokok untuk membiayai defisit BPJS Kesehatan. “Menaikan harga dan cukai rokok adalah mekanisme yang paling handal untuk meningkatkan dana JKN.” tutupnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved