Business Research

Dominasi Indonesia di Pasar Minyak Sawit Sulit Tergoyahkan

Dominasi Indonesia di Pasar Minyak Sawit Sulit Tergoyahkan

Dalam kurun waktu 5-10 tahun kedepan, Indonesia diprediksi masih akan menguasai pasar minyak sawit dunia. Dominasi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, diperkirakan akan sulit untuk digoyahkan hingga tahun 2020, bahkan seterusnya.

Pawan Kumar, Rabobank Associate Director of Food and Agribusiness Research and Advisory (FAR) tengah mempresentasikan "Palm Oil Outlook – Palm the Leader of the Pack", didampingi Eri Budiono, Direktur Corporate and Investment Banking Rabobank Indonesia (Kiri), dan Gilang H. E. Soepangkat, Head of Corporate and Marketing Communications (tengah)

Hal tersebut terungkap pada sebuah hasil studi yang dipaparkan oleh Pawan Kumar, Rabobank Associate Director of Food and Agribusiness Research and Advisory (FAR). Dalam hasil studi mengenai minyak sawit yang diberi judul “Palm Oil Outlook-Palm the Leader of the Pack” ini, Pawan mengungkapkan beberapa hal yang menjadi penyebab dominasi Indonesia di pasar minyak sawit masih cukup sulit tergoyahkan.

Selain iklim yang cocok, tenaga kerja yang lebih murah ketimbang negara lain, Indonesia memiliki lahan yang bisa terus dikembangkan, serta peningkatan produksi dari lahan yang eksisting. “Dominasi ini akan terus berlanjut hingga 2020 dan seterusnya,” ujarnya di Hotel Four Season Jakarta, Rabu (20/6) ketika mempresentasikan hasil studinya tersebut.

Pihaknya mencatat, produksi global minyak sawit telah meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir, dengan pertumbuhan terbesar terjadi di Indonesia dan Malaysia yang memberikan kontribusi 85 persen dari seluruh pasokan global. Indonesia menyumbang 48 persen dari total volume produksi minyak sawit dunia, sedangkan Malaysia 37 persen.

Menurut Kumar, permintaan minyak sawit terutama didorong oleh ekonomi-ekonomi besar Cina dan India yang tahun 2020 akan mengonsumsi 38 persen dari minyak nabati dunia. Permintaan jangka panjang untuk minyak sawit akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk di Asia.

Dengan ekonomi Asia yang semakin berkembang 10 tahun mendatang, ekspansi perkebunan sawit secara umum akan terbatasi oleh ketersediaan lahan. Kumar menyebut Indonesia dapat memanfaatkan peluang atas permintaan yang ada karena memiliki iklim yang cocok untuk sawit serta masih tersedianya lahan untuk perkebunan kelapa sawit. “Indonesia masih memiliki 16 juta- 17 juta hektar lahan lagi yang masih dapat digunakan untuk perkebunan sawit di masa depan,” kata Kumar. Dari perkebunan yang telah ada, masih ada kemungkinan besar untuk meningkatkan hasil, terutama di Indonesia, melalui praktek-praktek terbaik untuk manajemen dan agronomi.

Menurut studi tersebut perbedaan pertumbuhan produksi sawit di Malaysia dan Indonesia disebabkan karena perbedaan tingkat ketersediaan lahan, perkembangan industri minyak sawit, hingga penggunaan lahan di kedua negara.

Rabobank memperkirakan konsumsi dunia untuk minyak nabati akan mencapai 180 juta ton pada 2020, dengan 68 juta ton atau 38% di antaranya adalah minyak sawit. “Indonesia pada tahun itu bakal memasok sekitar 55 persen dari kebutuhan minyak sawit dunia,” ujar Eri Budiono, Direktur Corporate and Investment Banking Rabobank Indonesia, menambahkan.

Kumar menjelaskan, permintaan jangka panjang untuk minyak sawit dari negara maju akan terus berlanjut dan didorong oleh kebutuhan industri akan produk berbahan baku minyak sawit seperti biodiesel dan oleochemicals. Karena minyak nabati banyak digunakan untuk produksi biodiesel, kebutuhan akan biodiesel telah mentransformasi kebutuhan akan minyak nabati hingga mencakup 13 persen dari seluruh konsumsi minyak nabati di tahun 2011.

Agar Indonesia bisa lebih mendominasi pasar dunia, lanjut Kumar, yang perlu dibenahi adalah infrastruktur, serta lebih mempergencar kampanye minyak sawit ramah lingkungan. “Untuk soal infrastruktur dan kampanye minyak sawit ramah lingkungan, harus diakui Malaysia lebih unggul,” ujarnya. Selain lahan, keunggulan Indonesia saat ini adalah tenaga kerja yang murah dan lahan yang luas.

Menurut Eri, sebagai bank yang berbasis dan berbagi pengetahuan (knowledge-sharing bank), memiliki komitmen untuk berbagi pengetahuan kepada komunitas tempat mereka beroperasi. ”Dengan berbagi hasil studi mengenai minyak sawit ini kepada media, nasabah, dan komunitas, kami berharap bahwa Rabobank Indonesia dapat mendukung Indonesia dalam mengembangkan industri minyak sawit lebih lanjut,” ucapnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved