Business Research

INDEF: TIngkat Kemiskinan Meningkat Hingga 11,22%

INDEF: TIngkat Kemiskinan Meningkat Hingga 11,22%
Suasana diskusi bulanan di kantor Indef (foto: indef.or.id)

Suasana diskusi bulanan di kantor Indef (foto: indef.or.id)

Memasuki satu tahun masa kepemimpinan Jokowi JK untuk Indonesia, berbagai sorotan dari publik akan kinerja yang tercantum dalam nawa cita terus dilakukan. Salah satu media yang paling ideal untuk mengawal berbagai kebijakan tersebut adalah media sosial Twitter.

Menurut Amanah Ramadiah, peneliti dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), sejak bulan Oktober 2014 hingga Oktober 2015, pihaknya terus mengamati dan meneliti berbagai ungkapan publik yang dituangkan di Twitter tentang kinerja kabiner kerja yang tertuang dalam nawa cita.

“Lebih dari 12 juta tweet membicarakan tentang pemerintahan Jokowi-JK dan 150 ribu tweet memiliki tema tentang pembangunan dengan penyebarannya di Sumatera 12%, Sulawesi 8%, Maluku 1%, Kalimantan 6%, Bali dan Nusa Tenggara 10%, Papua 5% dan Jawa 58%,” jelas Ramadiah saat konfrensi pers di kantor Indef di Jakarta (16/10).

Ramadiah menyimpulkan dari penelitannya bahwa publik sangat perhatian terhadap pembangunan yang dilakukan oleh Jokowi-JK. Namun publik juga menyadari bahwa pembangunan di Indonesia masih tidak merata. Sebab selama setahun ini, pembangunan masih dirasakan berfokus di pulau Jawa.

Sementara itu, Ekonom INDEF Zulfian Syafrian menjelaskan bahwa selama setahun memimpin, Jokowi-JK menambah runyam masalah kesenjangan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 berada pada urutan paling rendah sejak tahun 2009.

Indikator lainnya berapa kegagalan Jokowi-Jk mengendalian harga barang yang berakibat pada pelemahan ekonomi Indonesia. Padahal menurutnya, di saat bersamaan dengan beberapa komoditas mengalami kenaikan, masa panen sedang berlangsung.

Hal tersebut yang memperburuk kondisi masyarakat Indonesia yang berpenghasilan minim. Sebab 65% dari penghasilan mereka hanya mampu digunakan untuk membeli barang yang dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari.

“Jika penghasilan masyarakat hanya Rp 1 juta artinya Rp 650 ribu hanya untuk biaya makan, sisanya habis untuk bertahan hidup saat stok makanan mereka mulai habis,” jelas Zulfian.

Jumlah kemiskinan di Indonesia juga disebutkan bertambah 0,86 juta orang. Pada bulan September 2014 sebesar 27,73 juta, hingga Maret 2015 mencapai 28,59 juta. Indikasi tersebut dinilai Zulfian sebagai tanda kegagalan pemerintah dalam memberikan memberikan proteksi ke masyarakat miskin di Indonesia.

Tingkat Kemiskinan, yaitu jumlah orang miskin yang dibagi total penduduk di Indonesia juga meningkat dari 10,96 % pada bulan September 2014, menjadi 11,22% pada bulan Maret 2015.

Lebih juah Zulfian menyebutkan ketimpangan pembangunan di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya: Kue pembangunan dan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir masyarakat. Alhasil, ketimpangan pendapatan di masyarakat terus memburuk.

“Ketimpangan pada sumber daya lebih parah dibandingkan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan tidak hanya pada pendapatan tetapi juga variabel lainnya. Ketimpangan adalah akibat dari kebijakan-kebijakan yang tidak pro-pemerataan,” jelas Zulfian. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved