Business Research

RAM Ratings: Investor Global Tertarik Masuk ke Indonesia

IMG_2816

RAM Rating merilis perdana Country Focus – Indonesia, sebuah sebuah publikasi analitis menurut sudut pandang RAM terhadap perekonomian Indonesia, sovereign rating, dan tren yang muncul di beberapa sektor seperti perbankan, listrik, perkebunan kelapa sawit dan real estate.

Indonesia keluar dari krisis keuangan Asia tahun 1997/98 dan krisis keuangan global pada 2008/09. Hal ini membuktikan Indonesia telah membuat langkah besar dalam memperkuat kerangka ekonomi makro. Selain itu ekonomi nasional telah menunjukkan performa yang sangat baik selama dekade terakhir.

Meskipun masih harus menghadapi beberapa tantangan jangka pendek, RAM memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia masih akan berkembang hingga 4-5% tahun ini.

Produksi Domestik Bruto (PDB) yang hampir mendekati nilai US$ 900 miliar dan populasi muda yang tumbuh lebih dari 250 juta , Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN.

Untuk itu, RAM memberikan Indonesia sovereign rating gBBB2(pi)/stable dan rating skala ASEAN seaAA3(pi)/stable. Peringkat tersebut mencerminkan berkurangnya beban utang pemerintah Indonesia sehingga memberikan keleluasaan untuk kebijakan, prospek pertumbuhan yang menguntungkan bagi negara, dan pengelolaan fiskal yang cukup cermat (defisit 1,9% namun masih dalam batas 3%).

Beberapa hal yang menjadi kekurangan Indonesia adalah ketergantungan Indonesia yang tinggi pada ekspor komoditas, pendapatan per kapita yang rendah, dan kemacetan infrastruktur yang cukup signifikan, sehingga menghambat pertumbuhan.

“Investor global dan regional semakin tertarik untuk mendapatkan informasi lebih jauh dan berpartisipasi dalam pasar keuangan Indonesia,” kata Denise Thean, Deputy Chief Executive Officer RAM.

Kebutuhan investasi infrastruktur terdokumentasi dengan baik. Akses ke sumber pendanaan yang stabil dengan harga yang kompetitif adalah salah satu tantangan yang dihadapi negara di saat pemerintah tengah menguraikan rencana belanja infrastruktur yang besar.

Ketersediaan listrik merupakan salah satu infrastruktur kunci yang sangat mendesak untuk diperhatikan. Rasio elektrifikasi Indonesia, dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia paling rendah, hanya 84,3%, sedangkan di negara-negara lain sudah mencapai 99%.

Program pembangunan pembangkit 35.000 MW milik pemerintah diperkirakan membutuhkan dana investasi US$ 132,2 miliar. Sebesar 73% nya digunakan untuk pembangunan tenaga pembangkit listrik yang baru. Investasi yang besar ini memerlukan investor dari dalam dan luar negeri. Tantangan yang dihadapi adalah pembebasan lahan, subsidi pemerintah yang besar membatasi dana publik, kurangnya pasar obligasi yang jatuh tempo, dan hambatan birokratis.

“Reformasi kebijakan pembebasan lahan tahun 2012, pusat lisensi satu langkah pada Badan Koordinasi Penanaman Modal, Surat Jaminan Viabilitas Bisnis atau Indonesia Infrastucture Guarantee Fund, dan Restrukturasi tarif sejak 2013 merupakan langkah positif terhadap peningkatan kepercayaan investor dan peningkatan bankability sebuah proyek,” ujar Vannee Chong, Co-Head of Infrastructure and Utilities Ratings.

Tiga pemain perkebunan Indonesia telah berhasil masuk ke pasar obligasi Malaysia untuk meningkatkan pembiayaan dengan harga bersaing sejak tahun 2012. Hal ini menjelaskan tren kredit pemain perkebunan utama Indonesia harus tetap stabil meski tren harga minyak sawit mentah (crude palm oil) melemah.

Pengembang properti di Indonesia juga menghadapi tantangan. Meskipun terdapat beberapa penurunan, pengembang Indonesia mendapatkan keuntungan dari permintaan dasar yang kuat karena kenaikan demografi muda kelas menengah dan urbanisasi yang cepat

“Dalam pandangan kami, diversifikasi sumber pendanaan dengan mengakses pasar obligasi Malaysia adalah hal yang dapat membuat bisnis mereka lebih hidup,” kata Denise.

Meskipun terdapat tanda-tanda tekanan kualitas aset yang muncul di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, RAM percaya sektor perbankan Indonesia harus tetap tangguh.

“Perbankan Indonesia menikmati margin yang menguntungkan dan merupakan yang terkuat di wilayah ini,” jelas Yin Ching Wong,Co-Head of Financial Institutions Rating. “Kapitalisasi yang kuat dan penggantian kerugian pinjaman yang kuat juga akan meredam risiko penurunan,” tambah Wong.

Dalam konteks yang lebih luas, Indonesia bisa, dalam jangka panjang, memperoleh manfaat dari integrasi keuangan yang lebih besar dalam MEA karena emiten dan investor di wilayah tersebut dapat secara bebas dan mulus mengakses pasar obligasi negara-negara anggota. Denise menyarankan pemerintah untuk fokus kepada proyek infrstruktur di situasi yang agak sulit ini. Karena nantinya sektor ini yang akan menjadi penompang perekonomian Indonesia.

RAM Ratings merupakan lembaga pemeringkat kredit berbasis di Malaysia. RAM merupakan inisiatif dari Malaysian Central Bank di tahun 1990 sebagai bagian dari infrastruktur kelembagaan untuk mendukung pengembangan pasar utang dan modal Malaysia yang kini merupakan pasar obligasi terbesar ketiga di Asia dan terbesar di ASEAN. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved