Business Research

Riset UBS: Ekonomi RI Belum Menemui Titik Balik

Riset UBS: Ekonomi RI Belum Menemui Titik Balik

Ekonomi Indonesia belum menemui tanda-tanda perbaikan sepanjang kuartal I-2015. Dari kajian perusahaan finansial asal Swiss, UBS AG, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil belum menemukan titik terendah sebelum meningkat lagi. Itulah kenapa UBS AG menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada tahun ini menjadi hanya 4,7% dari prediksi semula di atas 5%. Pemerintah dan Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini di kisaran 5,4-5,8% dengan risiko mengarah ke batas bawah.

“Kami juga merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 menjadi 5,6% dari semula 5,8%. Kami mengharapkan adanya pemulihan sejalan dengan pulihnya penurunan ekonomi. Kondisi moneter yang longgar dan belanja infrastruktur yang meningkat. Namun, kami belum yakin kondisi tersebut sudah kondusif untuk mendorong aktivitas perekonomian secara signifikan,” kata Edward Teather, Senior Southeast Asia & India Economist UBS AG.

Dia menjelaskan, pertumbuhan yang masih lambat di bulan Februari terlihat dari data penjualan ekspor, impor, semen, dan kendaraan bermotor yang masing-masing membukukan level terendah selama berbulan-bulan dan pertumbuhan negatif di tahun tersebut. Namun, penurunan PDB tidak lebih besar karena semua seri data tersebut berubah-ubah. Data perdagangan juga dipengaruhi beragam hari libur nasional dan regional. Data survei konsumer, ritel, dan kepercayaan bisnis sudah lebih semarak. Sedikit meyakinkan, meskipun telah melambat, produksi manufaktur meningkat 2,3% (yoy) pada Februari.

Perekonomian Indonesia belum menemui tanda-tanda perbaikan. (Foto: IST)

Perekonomian Indonesia belum menemui tanda-tanda perbaikan. (Foto: IST)

Meski demikian, kunci dari pertumbuhan yang masih melambat konsisten dengan tekanan yang sedang berlangsung dari siklus kredit yang akan jatuh tempo dan sektor komoditas. Harga komoditas belum akan meningkat jauh dalam waktu dekat. Perbaikan proyeksi UBS baru-baru ini menurunkan harga batubara termal sebesar 13% pada 2015 dan meningkatkan proyeksi untuk harga minyak Brent sebesar 7%. Hal tersebut tidak membantu karena batubara termal adalah ekspor utama Indonesia dan minyak adalah impor utama.

Yang lebih positif, kondisi moneter semakin longgar setelah Bank Indonesia melanjutkan pelonggaran kebijakannya terhadap makroprudensial yang dilakukan pada bulan November dengan memotog kedua suku bunga BI serta fasilitas simpanan di bulan Februari, hal yang dinilai sebagai siklus pelonggaran yang berkelanjutan. Tingkat suku bunga antarbank dan imbal hasil obligasi juga menurun dalam beberapa bulan terakhir. Membaiknya likuiditas dapat dijelaskan sebagian dengan percepatan pertumbuhan deposito bank yang relatif terhadap pertumbuhan kredit.

“Percepatan pertumbuhan deposito mendorong pertumbuhan M2 jumlah uang beredar menjadi 16% (yoy) pada Februari dari sebelumnya di bawah 12% rata-rata di semester II-2014. Juga terbantu ketika penilaian ulang kenaikan suku bunga Fed dan perbaikan neraca perdagangan eksternal,” ujarnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved