Business Research

Tahun 2016 Investasi Properti Masih Lesu?

Tahun 2016 Investasi Properti Masih Lesu?

Melemahnya ekonomi tahun 2015 lalu, memberi pengaruh negatif yang signifikan terhadap pasar properti di Indonesia. Para investor pun menunda menanamkan investasinya. Beberapa faktor yang memengaruhi yaitu suku bunga yang mengalami kenaikan, devaluasi mata uang China, kurs Rupiah yang melemah terhadap US$, dll.

Tetapi di tengah kondisi seperti itu, nyatanya investasi di hunian vertikal merupakan salah satu pilihan alternatif investasi. Pilihan ini disebabkan karena apartemen dan kondominium dapat disewakan harian, bulanan, maupun tahunan. Alhasil, lebih fleksibel dan memutar uang dengan cepat.

“Properti bukan tren karena memiliki siklus bukan merupakan sesuatu musiman. Perhatikan cash flow yaitu hasil sewa dan keuntungan saat dijual,” ungkap F Rach Suherman CPA, COO Re/Max Indonesia.

F Rach Suherman CPA, COO Re/Max Indonesia

F Rach Suherman CPA, COO Re/Max Indonesia (Kanan)

Menurutnya, waktu yang tepat untuk membeli properti adalah ketika bisnis ini sedang melambat. Selain itu, seorang buyer harus mempertimbangkan lokasi, seperti dekat dengan akses jalan tol dan sarana transportasi umum. Sebagai contoh apartemen di kawasan Kalibata dan Tebet yang memiliki harga sewa sekitar Rp 500 ribu/meter persegi/tahun. Selain itu kawasan SCBD,Thamrin-Sudirman,dan Kuningan menjadi pilihan utama para developer dan buyer.

Lalu bagaimana prediksi sektor properti di 2016? Pasar properti di tahun ini diproyeksikan positif. Menurut Panangian Simanungkalit, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), pertumbuhan ekonomi di 2016 diprediksi hanya mengalami peningkatan kecil menjadi 5,3 persen dari tahun sebelumnya yaitu 4,7 persen.

Dengan pertumbuhan sebesar itu, proyeksi pasar properti 2016 tumbuh di angka 8 persen hingga 10 persen. Hunian vertikal sebagian besar akan didominasi pasar menengah ke bawah dengan harga sekitar Rp 800 juta. Begitu pula PT Ciputra Property Tbk akan memulai perhatian pada kelas ini dengan produk seharga Rp 16 juta hingga Rp 20 juta per meter persegi.

Sebagai penutup, ia mengatakan bahwa masih banyak peluang pengembangan sektor properti. Developer mulai melirik kawasan Jakarta Timur untuk dikembangkan sebagai kawasan CBD yang baru dan berpotensi bagus. “Pembangunan infrastruktur transportasi yang sedang on going semakin mendukung dan memberi angin segar terhadap industri properti ke depannya,” katanya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved