Business Research

Survei Kantar: Penetrasi Ecommerce di Industri FMCG Indonesia Masih Rendah

Survei Kantar: Penetrasi Ecommerce di Industri FMCG Indonesia Masih Rendah

Maraknya bisnis e-commerce di dunia, termasuk di Indonesia akhir-akhir ini, ternyata tidak berdampak signifikan terhadap penjualan produk-produk kategori FMCG (Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Buktinya, berdasarkan hasil survei Kantar Worldpanel, penetrasi e-commerce terhadap penjualan FMCG masih di bawah 1%. “Di Indonesia itu, penjualan FMCG kontribusi terbesar masih ditopang oleh pasar tradisional sebesar 80% dan sekitar 20% dari pasar modern,” kata Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia.

Berdasarkan riset Kantar Worldpanel, pertumbuhan industri FMCG di Asia, pada kuartal III/2016, naik 3% dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Vietnam dan Filipina, menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan total Asia. Untuk Indonesia misalnya, pertumbuhan consumer good pada kuartal III/ 2016 adalah sebesar 4,8%. Salah satu hal yang menyebabkan pertumbuhan market di Indonesia adalah kenaikan harga barang per unitnya.

Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia.

Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia.

Jika melihat indikasi perekonomian secara garis besar, perekonomian Indonesia sudah mulai membaik, dibandingkan tahun 2014. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang rendah, tingkat pengangguran yang menurun, nilai tukar Rupiah yang stabil, dan pembangunan infrastruktur yang terus berjalan.

Marcy Kou, CEO Kantar Worldpanel Asia, memaparkan, ada tiga hal penentu yang membentuk industri consumer goods di masa depan, yaitu konsumen digital, transformasi struktur ritel, dan perilaku konsumen terhadap berbagai produk.

Bagaimana dengan konsumen digital? Dengan pesatnya perkembangan gadget, media sosial, dan berbagai aplikasi digital, mendorong banyak konsumen untuk beralih ke dunia digital. Pengguna aktif media sosial di Indonesia bahkan mencapai 65 juta orang, jumlah ini terbesar kedua di Asia setelah China. Berbagai aplikasi dengan beragam kegunaan seperti Gojek & Tokopedia pun berkembang dengan pesat. Perkembangan pesat di dunia digital ini juga memengaruhi para produsen untuk berinvestasi lebih pada media digital.

Hal ini juga ditegaskan oleh Andrew Ridsdale-Smith, Expert Solutions Director Kantar Worldpanel, bahwa pemasaran melalui digital, harus dimanfaatkan, oleh para pemain FMCG di dalam memasarkan produk mereka. Hal ini merupakan keunggulan, karena bisa meraih pasar yang sangat banyak dan menjadi tantangan untuk mereka.

Terkait perubahan struktur ritel, dengan berkembangnya digital, bisnis e-commerce semakin berkembang dengan pesat, termasuk di Asia. Berdasarkan data Kantar Worldpanel, kontribusi e-commerce di Korea Selatan terhadap pembelian total FMCG mencapai 16.6%, dengan pertumbuhan sebesar 35%. Tidak hanya di Korea, e-commerce juga berkembang pesat di China (dengan pertumbuhan 47%) dan Taiwan (dengan pertumbuhan 31%). Secara garis besar, dengan kemudahan yang ditawarkan oleh e-commerce, membawa perubahan terhadap struktur retail dan kebiasaan belanja di Asia.

Lantas, bagaimana pengaruh perilaku konsumen terhadap brand. Ada beribu alasan dalam memilih suatu produk, salah satunya adalah, membeli suatu produk, karena ingin berperan aktif dalam membangun suatu bangsa dengan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dengan merangkul konsumen secara lebih personal dan emosional, hal ini dapat membantu para pemain FMCG di dalam memasarkan lebih baik produk yang mereka tawarkan.

Marie Anne, International Insight Director Kantar Worldpanel Indonesia, juga mengungkapkan bahwa konsumen memiliki pola konsumsi yang mirip, yaitu peduli dengan kesehatan serta keamanan, membawa kebahagiaan untuk konsumen, dan menawarkan kemudahan.

Kesehatan serta keamanan: lingkungan dan gaya hidup merupakan dua faktor yang memengaruhi tren ini. Misalnya, dengan menawarkan produk dengan bahan organik, natural, produk yang mengandung anti bakteri, anti-oxidant, anti polusi & mengandung berbagai manfaat kesehatan. Contoh, untuk pasar Indonesia, faktor ini masih memiliki ruang yang cukup luas untuk dikembangkan.

Membawa kebahagiaan untuk konsumen: di tengah tekanan kondisi kehidupan, konsumen cenderung untuk mencari kebahagiaan dan kehidupan yang lebih berarti, termasuk melalui produk-produk yang mereka beli. Saat ini banyak produk yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan kelompok khusus (contohnya produk khusus untuk hijabers) serta produk yang menawarkan kebahagiaan untuk para konsumen.

Menawarkan kemudahan: di Indonesia, faktor kemudahan mempunyai penerapan yang berbeda, untuk konsumen yang tinggal di daerah pedesaan dan di perkotaan. Misalnya di pedesaan, kemudahan yang di harapkan, adalah kemudahan untuk menemukan dan membeli produk yang dicari. Sedangkan di area perkotaan, dengan dasar gaya hidup yang penuh kesibukan dan sulitnya bepergian karena kemacetan lalu lintas, konsumen mencari kemudahan dalam bentuk produk yang instan dan mudah untuk didapatkan. Faktor ini kemudian menyebabkan jasa-jasa yang menawarkan efisiensi waktu seperti Go-Jek dan berbagai toko online/e-commerce mengalami kesuksesan kota-kota besar di Indonesia.

Dalam Consumer Connection seminar ini, Nadya Ardianti, Senior Insights Director Kantar Worldpanel Indonesia, menjelaskan, kunci keberhasilan di dalam mengembangkan suatu merek atau produk, sangat ditentukan oleh jumlah konsumen yang membeli produk tersebut (penetrasi), bukan dari seringnya konsumen tersebut melakukan pembelian. Semakin banyaknya konsumen yang membeli sebuah produk, maka semakin besar kemungkinan konsumen tersebut, untuk menjadi loyal terhadap produk tersebut. Setidaknya terdapat 6 kunci untuk mendapatkan pertumbuhan penetrasi.

1. Ketersediaan barang. Para pemain FMCG, harus memastikan agar produk mereka, tersedia di retailer, dan mudah ditemukan oleh konsumen.

2. Tipe dan keanekaragaman produk. Para pemain FMCG harus dapat mengetahui kebiasaan belanja para konsumen mereka, dan tipe produk apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen mereka. Sehingga di dalam membuat strategi pemasarannya, para pemain FMCG juga harus memasukan hal ini sebagai factor pertimbangan mereka.

3. Harga barang. Para pemain FMCG, juga harus menggunakan strategi harga yang tepat, pada saat bermain di tipe retail yang berbeda (pasar tradisional, ataupun pasar modern). Strategi harga ini juga harus sesuai dengan target market mereka, apakah produk tersebut untuk konsumen kelas bawah, menengah ataupun atas.

4. Promosi. Promosi yang dilakukan di waktu dan kondisi yang tepat, dapat mendatangkan banyak konsumen baru bagi produk anda.

5. Inovasi. Inovasi harus terus menerus dilakukan untuk memenuhi perkembangan keinginan konsumen.

6. Ekuitas merek. Banyaknya konsumen yang membeli, tidak hanya berdasarkan ketersediaan produk tersebut di pasar tradisional ataupun modern, tetapi para pemain FMCG, juga harus memastikan produk mereka juga menjadi “pilihan utama” di dalam pikiran para konsumen.

Sebagai salah satu faktor untuk meningkatkan penetrasi, ekuitas suatu merek sangat penting. Andrew Ridsdale-Smith, Expert Solutions Director Kantar Worldpanel, menjelaskan bahwa melalui pemahaman yang terintegrasi, antara ekuitas suatu brand, kebiasaan menggunakan media, dan pembelanjaan konsumen, para pemain FMCG dapat membuat keputusan bisnis yang lebih baik,

Terkadang kekuatan ekuitas suatu brand, bukan menjadi ekuitas pada saat konsumen membeli produk tersebut. Dan hal ini lah yang menjadi tantangan untuk para pemain FMCG, untuk mengkomunikasikan kekuatan ekuitas mereka melalui pemasaran yang tepat, dan rencana media yang tepat juga.

Venu Madhav, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, menegaskan, agar para pemain FMCG harus selalu mengingat, bahwa marketing strategi yang dibuat harus disesuaikan dengan target market, target channel, dengan kata lain “satu strategi untuk semua konsumen” tidak dapat digunakan. Setiap kelompok ekonomi konsumen Indonesia adalah unik, dan memiliki kebutuhan yang sangat berbeda. Misalnya, kelompok ekonomi kelas menengah dan atas, di perkotaan besar,didalam memilih produk yang dikonsumsi, kualitas produk dan kemudahan untuk mendapatkan produk tersebut, merupakan factor yang menarik untuk mereka.

Di sisi lain, untuk konsumen kelas menengah bawah di area pedesaan, produk dengan harga terjangkau dan mudah ditemukan di warung-warung terdekat, adalah hal yang menarik untuk mereka. Sehingga para pemain FMCG harus selalu mengingat dan mengerti kebiasaan belanja setiap kelompok kelas ekonomi, pada saat mereka membuat strategi pemasaran suatu produk.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved