Trends Economic Issues zkumparan

Contract Sanctity Hal Utama yang Dibutuhkan Investor Migas

Contract Sanctity Hal Utama yang Dibutuhkan Investor Migas

Tingginya penggunaan energi fosil bagi bahan bakar listrik rumah tangga dan industri, membuat upaya meningkatkan eksplorasi minyak dan gas bumi masih menjadi hal yang jamak dilakukan.

Untuk mendorong hal ini, praktisi migas nasional, Tumbur Parlindungan, mengatakan, pemerintah perlu untuk memperbaiki dan meningkatkan iklim investasi, sehingga dapat menarik investor migas global. Namun, dengan catatan tetap menghormati kesucian kontrak atau contract sancity yang telah disepakati.

Menurutnya, hal utama yang dibutuhkan para investor migas adalah contract sanctity atau pengakuan terhadap kesucian kontrak yang telah disepakati. “Contract sanctity itu yang paling utama. Karena investasi migas bersifat puluhan tahun maka investor tidak bisa melakukan evaluasi kalau kontraknya dapat berubah-ubah setiap saat. Itu list teratas permasalahan,” kata dia.

Berdasarkan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) 2015 – 2050, kebutuhan minyak mentah nasional tercatat terus meningkat. Pada 2025, diproyeksi kebutuhan minyak mencapai sebesar 2,196 juta BOPD dan melesat menjadi 4,619 juta BOPD pada 2050. Dalam RUEN juga dijelaskan bahwa 60% – 70% bauran energi nasional masih akan didominasi oleh energi fosil, meskipun kontribusi energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%, dan naik lagi menjadi lebih dari 31% pada tahun 2050.

Namun, menurutnya, kondisi investasi hulu migas masih belum menunjukan pencerahan yang diharapkan. Dalam sepuluh tahun terakhir, berdasarkan data Laporan Kinerja Ditjen Migas 2018, puncak investasi hulu migas terjadi di 2013 dan 2014 yang mencapai US$20,384 miliar dan US$ 20,380 miliar. Sementara tahun lalu, investasi hulu migas tercatat merosot jauh menjadi US$ 11,995 miliar. Masih dalam kurun waktu yang sama, rata-rata pencapaian realisasi adalah 76% dari prognosa work plan and budget (WP&B) awal tahun.

Jika dilihat pada 2010 – 2014, terjadi kenaikan harga minyak dunia kemudian dilanjutkan sepanjang 2015 terjadi penurunan signifikan harga minyak mentah sampai akhirnya menyentuh level terendah sebesar US$ 27 per barrel pada Januari 2018. “Ada 2 faktor yang mendorong dan menghamba datangnya arus modal datang ke tanah air, yakni dari internal dan eksternal. Faktor eksternal, salah satunya dapat dilihat dari harga minyak dunia yang mempengaruhi investor migas global untuk selektif memilih proyek migas di berbagai negara berdasarkan tingkat keekonomian proyek yang ada,” kata dia menabahkan.

Sementara dari sisi internal, pengamat migas Pri Agung Rakhmanto dari Reforminer Institute menilai kata kunci yang perlu menjadi perhatian untuk menghadirkan investasi hulu migas adalah kualitas regulasi berdaya saing global. “Mungkin kita telah banyak melakukan deregulasi, tapi mungkin juga belum kompetitif. Nah, bagaimana dapat menarik eksplorasi, salah satunya fleksibilitas lebih ditingkatkan. Dampak eksplorasi yang paling konkret adalah ketahanan energi itu sendiri,” ungkapnya. Dia menyarankan, pemerintah sebaiknya lebih membuka diri kepada investor agar mereka berminat melakukan eksplorasi. Salah satu caranya, bisa saja dengan memberikan opsi skema kontrak yang ada.

“Harusnya kita membuka ruang, tidak terpaku pada pola yang lama. Semisal production sharing contract/PSC konvensional diterapkan, antara eksplorasi dan eksploitasi bisa menjadi kesatuan ataupun dipisah. Esensinya kita harus berani keluar dari pola yang sudah dijalankan saja,” kata Pri Agung.

Pemerintah juga diharapkan tidak banyak menghasilkan kebijakan yang justru berpotensi mengganggu kesepakatan kontrak yang disepakati sebelumnya. Selain itu, dalam menerbitkan kebijakan, Pemerintah perlu memperhatikan apakah hal tersebut akan menarik bagi investor atau justru sebaliknya.

Dalam Laporan Kinerja Ditjen Migas 2018 memang disebutkan bahwa, faktor internal yang mempengaruhi realisasi penandatanganan wilayah kerja migas adalah faktor terms and conditions yang dinilai kurang menarik. Namun di sisi lain, Tumbur optimistis jika potensi cadangan migas Indonesia yang belum ditemukan masih melimpah dan dapat dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan temuan migas berskala besar di Blok Sakakemang, Provinsi Sumatera Selatan. “Persoalannya, bagaimana Pemerintah dapat mengundang para investor global baik skala kecil ataupun besar untuk melakukan eksplorasi di Indonesia,” ujarnya.

Dia menjelaskan, investasi migas berlangsung secara massal dan terus menerus, mulai dari tahap eksplorasi, appraisal (penilaian), development (pengembangan), hingga produksi. Dan, investasi yang sangat besar ini hanya dapat dilakukan oleh investor global atau besar. Setiap tahapan, lanjutnya, juga akan menimbulkan efek berganda (multiplier effect) masing-masing.

Contohnya, eksplorasi. Kegiatan mencari sumber cadangan migas tersebut akan menimbulkan multiplier effect di antara lain berupa FDI (foreign direct investment), penemuan cadangan baru, dan juga mengurangi impor migas. “Pemerintah harus mengubah point-of-view untuk mengelola industri hulu migas di Indonesia, bukan dengan mengaturnya pada sisi akhir proses bisnis saja,” ujar Tumbur.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved