Management Technology Trends

DBS Siap Hadapi Problematika VUCA Bersama Karyawan

DBS Siap Hadapi Problematika VUCA Bersama Karyawan

Executive Director Human Resource & Development PT Bank DBS Indonesia, Satia Indrarini.

Era disruptif akibat perkembangan teknologi menuntut sebuah bisnis melakukan perubahan drastis untuk bisa beradaptasi dengan zaman.

Hal ini juga dialami oleh DBS, era yang baru ini membuat mereka harus berubah ke arah digitalisasi. Perubahan itu dilakukan oleh DBS tidak sekadar pada produk perbankannya, namun juga di sisi service dan culture perusahaan telah terdigitaliasasi. Perubahan tersebut telah dilakukan DBS tiga tahun lalu.

Tidak hanya itu, problematika VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) juga harus dihadapi perusahaan. Bagi DBS, VUCA dihadapi dengan melakukan embrace pada 70% karyawan milenialnya.

Menurut Executive Director Human Resource & Development PT Bank DBS Indonesia, Satia Indrarini, VUCA bukanlah suatu tantangan, tetapi perubahan yang harus dihadapi. “Bisnis harus cepat berubah dan cepat dalam menentukan arahnya, misalnya ke lini digital. Semua karyawan dibekali digital mindset, bagaimana merubah culture dan mindset karyawan menjadi lebih digital. We are not doing digital lipstick, we doing to the core,” ungkapnya.

Dengan SDM yang hampir 70% milenial, DBS berusaha memikirkan bagiamana karyawannya dapat hidup lama dengan perusahaan. Namun rata-rata kaum milenial bertahan 3 hingga 5 tahun. Dari situ DBS berusahan menggali mereka, apa yang bisa diberikan kepada perusahaan dan apa yang dapat perusahaan berikan kepada mereka sehingga mereka mau tetap tinggal bersama DBS. “Perubahan karyawan yang cepat menstimulus cara pikir DBS menjadi lebih agile, tangkas dalam memikirkan perubahan. Itu yang membuat perusahan tetap menarik, selalu melakukan perubahan. Hingga dengan reward sistem pun kami berubah,” ungkap Satia.

Keputusan untuk “merangkul” VUCA menjadikan DBS berubah secara perlahan, change as we go along. DBS tidak melalukan organisational redesign secara besar-besaran. Transparasi kepada karyawan juga dilakukan DBS melalui performance managemen system. “Setiap tahun kinerja karyawan akan di review dan prosesnya sangat terbuka sekali. Saat ini, penetapan salary sesuai dengan performance mereka melalui tiga rating yaitu top, mid, dan below. Cara penilaian lebih transparan, semua manajemen bahkan CEO tahu siklus kenaikan salary dan promosi karyawan,” ujarnya. Culture inilah yang dibangun DBS agar lebih terbuka dan transparan.

Fun juga menjadi value perusahaan yang dibangun dengan adanya disruptif ini. “Bank harus berubah. Kami sangat fokus pada joyfull journey baik kepada nasabah maupun karyawan. Mereka nantinya bisa meceritakan hal-hal yang membahagiakan dari DBS, word of mouth marketing.Launch and learn periodically yang dilakukan tim HR dengan memanggil parktisi digital marketing atau e-commerce untuk bicara tentang bidang mereka untuk memperkenalkan mindset digital,” ceritanya.

Taleo on Boarding menjadi teknologi data analytic untuk mengelola data talent. Melalui fitur ini karyawan dapat mengakses sistem DBS untuk lebih mengenal perusahaan. Semua sudah dapat diakses melalui lini digital DBS.

Program lainnya adalah Hackathon HR, melalui fitur ini semua karyawan dapat mendaftar dan memberikan ide kepada perusahaan melalui aktivitas Hackathon tersebut.

DBS juga memiliki program Mojo atau Meeting Owner Joyfull Observer yang berguna menyalurkan dan berkontribusi melalui ide-ide mereka untuk perusahaan. “Engagegment survey yang dilakukan DBS setahun sekali mencatatkan bahwa DBS Indonesia yang paling tinggi di market Asia-Pasific. Presepsi karyawan terhadap inovasi juga dilakukan DBS dan sekitar 94% karyawan mengatakan bahwa SDM DBS terus melakukan inovasinya,” ungkap Satia.

Adanya disruptif teknologi mengakibatkan masyarakat semakin mobile. Semua informasi diperoleh melalui smartphone dan social aplication yang digunakan. DBS berusaha untuk menciptakan interaksinya dengan market melalui platform tersebut. Selain itu, DBS juga berusaha membangun brand melalui online community dengan melakukan kegiatan interaktif dari social platform yang dimiliki. Kini DBS lebih bergerak cepat di digital platform.

“DBS menyadari bahwa mereka perusahaan yang masih muda, diisi oleh anak-anak milenial, maka respon mereka sangat besar terhadap perubahan. HR harus embracing changes, harus berubah. We dont respond to VUCA but we embrace,” pesan Satia.

Reportase: Anastasia Anggoro Sukmonowati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved