Trends

Dewan Pers Sebut 3 Kondisi Kemerdekaan Pers di Indonesia Saat Ini

Ilustrasi logo Dewan Pers. (Ubaidillah/SWA)

Usai terpilih menjadi Ketua Dewan Pers menggantikan Azyumardi Azra yang wafat, Ninik Rahayu melakukan konferensi pers pertamanya (17/1/2023). Menurut Ninik, kemerdekaan pers di Indonesia saat ini mengalami tiga kondisi yakni kemajuan, stagnasi, dan kemunduran.

Selama satu tahun terakhir, Ninik mengakui bahwa kondisi kemerdekaan pers saat ini mengalami kemajuan, juga kemandekan, dan kemunduran di beberapa aspek. Untuk kemajuan, kemerdekaan pers di Indonesia mengalaminya dalam aspek litigasi dan legislasi.

Sementara dalam aspek regulasi, menurut Ninik, meningkatnya kesamaan persepsi tentang penegakan UU Pers, setidaknya antara kepolisian dan pengadilan (polisi dan hakim). Hal ini terlihat dari Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani pada 10 November 2022 sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri pada Maret 2022.

“Jika ada kasus pers yang dilaporkan ke polisi, polisi bersedia merekomendasikan ke Dewan Pers untuk ditangani berdasarkan UU Pers. Jadi tidak ujug-ujug dijadikan tersangka,” kata Ninik dalam kesempatan tersebut.

Kemajuan lainnya adalah berupa dukungan dari pemerintah daerah yang menguatkan UU Pers serta menguatkan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers. Dukungan ini sungguh penting karena dapat mencegah adanya wartawan atau perusahaan pers yang tidak profesional.

“Kemajuan lain dalam aspek legislasi adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguatkan UU Pers. MK menyatakan bahwa Dewan Pers dalam menjalankan fungsi Pasal 15 UU Pers adalah lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi wartawan dan pendataan perusahaan pers,” ujar Ninik.

Terkait Dewan Pers sebagai lembaga satu-satunya yang menyelenggarakan uji kompetensi wartawan, Ninik mengaku pihaknya membuka kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Ninik mengakui bahwa Dewan pers tidak bisa sendirian melakukan uji kompetensi wartawan.

“Kami membuka seluas-luasnya bagi institusi apapun yang ingin kerja sama melakukan uji kompetensi wartawan. Nanti standar yang dipakai adalah standar yang ditetapkan oleh Dewan Pers,” ujarnya.

Sementara untuk stagnasi, Ninik mengaku keberadaan UU ITE masih menjadi ancaman terhadap kerja jurnalistik. Stagnasi muncul karena rencana peninjauan dan perubahan atas UU ITE untuk diharmonisasikan dengan UU Pers tidak berjalan.

Stagnasi lainnya adalah ketiadaan mekanisme perlindungan bagi wartawan, baik dari aspek kesejahteraan maupun perlindungan dari kekerasan. Semakin maraknya peretasan terhadap platform media siber dengan menggunakan teknologi juga menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap pers yang menjalankan peran memenuhi hak masyarakat atas informasi.

“Oleh karena itu, membangun sistem keamanan dalam platform media siber perlu menjadi perhatian serius sebagai gerakan untuk melawan segala bentuk ancaman terhadap kemerdekaan pers,” ujar Ninik dengan tegas.

Kemudian untuk kemunduran, pers membutuhkan akses terhadap informasi serta bebas dari ketakutan dan kekhawatiran dalam mengakses maupun menyebarluaskan gagasan dan informasi, sesuai yang termaktub dalam UU Pers. Tertutupnya akses terhadap informasi serta hilangnya jaminan perlindungan dalam mengakses dan menyebarluaskan informasi akan menghalang-halangi pers untuk menjalankan fungsi secara maksimal, terutama fungsi kontrol sosial.

Ninik menekankan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia masih harus terus diperjuangkan karena memiliki banyak tantangan, terutama di tahun politik menjelang pemilu serentak yang akan digelar tahun depan. Untuk itu, Dewan Pers mengajak berkolaborasi berbagai pihak untuk bersama-sama menegakkan kemerdekaan pers, sekaligus menjaga kemerdekaan pers dari para ‘penumpang gelap.’

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved