Technology Trends zkumparan

Dirjen Riset Hilirisasi Riset Perguruan Tinggi

Dirjen Riset Hilirisasi Riset Perguruan Tinggi

Banyak hasil riset di perguruan tinggi yang berakhir di tumpukan perpustakaan saja. Padahal, bila digarap serius, beberapa riset memiliki nilai jual dan bisa diimplementasikan masyarakat.

Oleh sebab itu, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Dirjen Perguatan Inovasi merancang strategi untuk mendorong hilirisasi riset-riset tadi. Salah satu langkah yang mereka lakukan adalah memberikan stimulus pendanaan untuk mewujudkan sebuah inovasi.

Pelaksanaan hal tersebut dikerjakan oleh Direktorat Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi. Setiap tahunnya, mereka melakukan seleksi kepada inovasi yang terlahir di perguruan tinggi dan memamerkannya pada acara Inovasi Inovator Indonesia Expo (I3E).

“Di sini kami minta para universitas untuk mengajukan proposalnya. Setelah proposalnya masuk, baru kami seleksi. Hasil seleksi ini dinilai dengan tiga fase. Pertama adalah fase dari sisi kemampuan teknologi. Penilainya dari universitas untuk menilai apa betul secara ilmiah inovasi ini bisa dipertanggungjawabkan,” kata Aries Setyarto, Kepala Deputi Direktorat Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) kepada SWA Online, Minggu (6/10/2019).

Kedua, ada fase regulator. Regulator menilai apakah proposal yang masuk, bila diimplementasikan akan kesulitan di bidang perizinan atau tidak dan apa saja patennya.

“Ketiga adalah penilain dari hasil bisnis. Apakah hasil bisnis punya nilai jual dan daya saing? Ada anak kampus yang mengajukan marketplace, tapi sudah ada banyak di pasaran. Ketika mereka lolos dari tiga fase itu, barulah mereka kita danai,” tambah Aries.

Ia menegaskan, para peserta seleksi harus berangkat dari riset. Harus ada kronologi risetnya, jadi tidak bisa mencontek teknologi luar negeri. “Makanya, beberapa yang diseleksi kami berangkat dari Dirjen Riset dan Pengembangan yang dilempar ke kami,” katanya.

Terdapat dua program yang ditawarkan Direktorat PPBT, yakni program calon perusahaan pemula dan perusahaan pemula. Bedanya, program calon perusahaan pemula bisa dilakukan oleh masyarakat umum (non akademisi) yang sudah memiliki prototype produk. Mereka harus berkolaborasi dengan universitas untuk memantapkan prototype itu melalui pendanaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM).

Setelah menjadi produk, peserta naik kelas menjadi peserta perusahaan pemula. Kini ia bisa mengikuti pendanaan tahap berikutnya oleh PPBT. Mereka akan dibantu soal tata cara mengurus paten, standar, HAKI, promosi, dan segala hal yang menjadi risiko tinggi bagi perusahaan swasta untuk bisa berkembang.

Lebih lanjut, mengenai pemasaran produk mereka akan dibantu oleh Direktorat Inovasi Industri. Aries memberi contoh sebuah hasil inovasi amilum yang biasanya impor. Salah satu universitas di Surabaya mampu mengolah limbah kulit pisang menjadi amilum.

“Sebenarnya amilum itu tepungnya obat, Tidak boleh sembarangan. Jadi kalau obat itu misalnya bisa bertahan 6 jam, tepung harus bisa mengikis sampai 6 jam. Kalau hanya 1 jam berarti ketahanan obat hanya 1 jam. Saat ini kita baru bisa impor. Tapi inovasi ini mampu. Tiba-tiba, perusahaan Kimia Farma tertarik lalu bilang, bisa tidak menyiapkan 100 ribu ton. Univeritasnya gelagapan. Di sini Direktorat Inovasi Industri masuk untuk bisa membackup itu,” terang Aries.

Editor : Eva MarthavRahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved