Economic Issues

Ini Sejumlah PR Besar Sri Mulyani Usai Ditetapkan Kembali Sebagai Menteri Keuangan

Oleh Editor
Sri Mulyani Indrawati usai di tetapkan kembali sebagai calon mentri oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta
Sri Mulyani Indrawati usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10/2019) (Foto: ANTARA)

Sri Mulyani Indrawati kembali ditunjuk sebagai Menteri Keuangan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid kedua. Sinyal-sinyal penunjukan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sebenarnya telah diungkapkan Presiden Jokowi belum lama ini.

Seperti dikutip dari Bloomberg, dalam kunjungan ke Surakarta beberapa pekan lalu kepala negara bahkan secara terang-terangan akan mempertahankan Sri Mulyani dalam struktur kabinetnya untuk 5 tahun ke depan. Lalu apa saja pekerjaan rumah yang menanti Sri Mulyani di periode kedua jabatannya di bawah Jokowi ini?

Ketika Sri Mulyani pertama kali menjabat pada tahun 2016, alumnus SMA N 3 Semarang ini muncul ketika posisi anggaran dalam posisi yang kurang menguntungkan. Porsi belanja bertambah sedangkan penerimaan pajak terus menunjukkan tren penurunan kinerja.

Begitu menjabat sebagai menkeu, sosok Sri Mulyani mulai melakukan efisiensi besar-besaran. Pemotongan anggaran dilakukan di hampir 85 kementerian dan lembaga. Langkah ini dilakukan untuk menyelamatkan kredibilitas anggaran.

Kendati penghematan gencar dilakukan, realisasi defisit anggaran tetap meleset. Dari target defisit yang dipatok di APBN Perubahan 2016 senilai 2,35 persen, realisasinya mencapai 2,49 persen dari dari produk domestik bruto (PDB).

Kebijakan reformasi fiskal juga terus dilakukan, begitu juga pengetatan anggaran. Anggaran disusun lebih realistis, namun lantaran kinerja penerimaan pajak yang tak kunjung membaik, defisit pada tahun 2017 sempat diproyeksikan mencapai 2,92 persen.

Proyeksi defisit tersebut dilakukan dengan asumsi belanja yang dialokasikan dalam APBN realisasinya mencapai 100 persen. Walaupun, dalam perjalanannya defisit APBN tahun 2017 tetap saja melebar dari tahun 2016 yakni di posisi 2,51 persen terhadap PDB.

Pada 2018, kondisinya relatif berbeda. Harga minyak melambung tak terkendali. Harga komoditas yang sempat nyungsep mulai merangkak naik. Imbasnya tentu positif bagi pengelolaan anggaran.

Pendapatan negara surplus, belanja negara juga optimal. Desifit yang semula berada di atas 2 persen berhasil ditekan hingga ke angka 1,83 persen. Dari aspek kinerja anggaran, barangkali pengelolaan anggaran tahun 2018 merupakan yang terbaik selama pemerintahan Kabinet Kerja jilid I.

Meski begitu, capaian ini bukannya tanpa catatan. Pengelolaan anggaran yang cukup apik tersebut tak lain karena imbas dari harga migas dan komoditas yang meroket. Sehingga, selain tidak berkelanjutan, posisi anggaran bisa dengan mudah berubah 180 derajat jika harga komoditas anjlok seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pada awal 2019 harga migas dan komoditas SDA lainnya perlahan menyusut, perekonomian langsung melesu. Pertumbuhan penerimaan pajak tak pernah sampai dua digit. Bahkan pada awal Oktober 2019, penerimaan pajak terkontraksi sebesar 0,31 persen.

Shortfall penerimaan pajak melebar. Defisit pun juga diproyeksikan melebar dari target. Dan pengelolaan anggaran tahun 2019 mengalami titik nadir seperti sebelum tahun 2019. Dengan begitu, ketika mengakhiri jabatannya sebagai Menteri Keuangan di periode pertama Jokowi, Sri Mulyani masih meninggalkan catatan dalam pengelolaan fiskal, terutama penerimaan pajak.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved