Trends Economic Issues

Siapkah Indonesia Olah Bijih Bauksit?

Kegiatan penambangan bijih bauksit PT Antam UBP Bauksit Tayan (Kemen ESDM)

Presiden Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah akan menghentikan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023 mendatang. Presiden menegaskan, ini bentuk komitmen untuk mewujudkan kedaulatan sumber daya alam dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Siapkah Indonesia olah bijih bauksit?

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sudah ada empat fasilitas pemurnian bauksit yang eksisting dengan kapasitas alumina sebesar 4,3 juta ton. Selain itu, ada fasilitas pemurnian bauksit sedang dalam tahap pembangunan. Di mana fasilitas tersebut memiliki kapasitas input sebesar 27,41 juta ton dengan kapasitas produksi 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton.

“Cadangan bauksit kita kan besar, 3,2 miliar ton dan ini bisa memenuhi kapasitas sebesar 41,5 juta ton. Jadi dari jumlah smelter yang disiapkan delapan tersebut masih bisa dua belas smelter lain. Ketahanan bauksit kita itu antara 90-100 tahun masih cukup reserve yang ada,” ujarnya

Airlangga membeberkan, bijih bauksit akan diolah menjadi alumina, lalu menjadi aluminium atau alumunium ingot, selanjutnya turun ke produk turunan dalam bentuk batangan atau flat. “Tentu nanti akan turun lagi ke industri yang sekarang sudah punya ekosistem yaitu industri permesinan, industri konstruksi,” ujarnya.

Menko Perekonomian meyakini, kebijakan penghentian ekspor bijih bauksit untuk diolah dan dimurnikan di dalam negeri akan mendatangkan nilai tambah bagi Indonesia. Pelarangan juga berlaku bagi bijih bauksit yang dicuci.

“Pelarangan seluruhnya bauksit mentah termasuk yang dicuci. Selama ini kan bauksit bisa dicuci kemudian di ekspor. Sekarang yang dicuci pun tidak boleh diekspor, harus diproses di Indonesia, dan itu mulai Juni tahun 2023,” ucapnya.

Saat ini, jumlah impor aluminium oleh Indonesia itu US$2 miliar. “Jadi tentu dengan adanya pabrik nanti berproses di Indonesia, US$2 miliar ini menjadi penghematan devisa,” katanya. .

Kebijakan penghentian ekspor bukanlah kali pertama dilakukan. Sebelumnya Presiden Jokowi juga telah melarang ekspor bijih nikel. Kebijakan penghentian ekspor bijih nikel telah diterapkan pemerintah sejak 1 Januari 2020 dan mampu meningkatkan pendapatan Indonesia dari komoditas nikel, dari sebelumnya hanya Rp17 triliun atau US$1,1 miliar di akhir tahun 2014, melonjak menjadi Rp326 triliun atau US$20,9 miliar pada tahun 2021 atau meningkat 19 kali lipat.

“Perkiraan saya, tahun ini (pendapatan Indonesia dari komoditas nikel) akan tembus lebih dari Rp468 triliun atau lebih dari US$30 miliar. Ini baru satu komoditi saja. Oleh sebab itu, keberhasilan ini akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain,” kata Presiden Jokowi.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved