Trends

Edukasi Bisnis Kuliner Ala Foodizz

Edukasi Bisnis Kuliner Ala Foodizz
Sarita Sutedja, GM Corporate Communication Foodizz.
Sarita Sutedja, GM Corporate Communication Foodizz.

Sejatinya, membuka bisnis kuliner bisa dibilang gampang. Yang sulit adalah bagaimana mempertahankan bisnis tersebut. Foodizz hadir dengan tujuan untuk memperkecil risiko agar bisnis kuliner yang dijalankan orang-orang bisa berkembang, sustain, dan bisa di-scale up.

Sebagai platform edutech kuliner, Foodizz fokus pada ekosistem digital. Startup ini membantu pelaku bisnis kuliner agar bisa mendapatkan pelatihan dan informasi sehingga diharapkan bisnisnya dapat berkembang dengan lebih baik lagi.

Foodizz resmi berdiri pada 2018, walau sebenarnya sejak 2017 startup ini sudah membuka pelatihan atau seminar tentang bisnis kuliner. “Market bisnis kuliner memang selalu ada. Tetapi kalau langsung terjun tanpa punya ilmu, itu amat berbahaya,” kata Sarita Sutedja, GM Corporate Communication Foodizz.

Dulu para pendiri Foodizz pun sudah merasakan sendiri sulitnya memulai bisnis kuliner. Salah satu penyebabnya, tidak ada platform pembelajaran khusus mengenai bisnis kuliner. Kalaupun ada, biayanya cukup mahal. “Belajar dari pengalaman kami dulu saat memulai bisnis kuliner, maka Foodizz kami hadirkan,” ujar Sarita. Ia mengakui ternyata banyak sekali kesalahan yang muncul karena ketidaktahuan dalam menjalankan bisnis kuliner.

Jadi, fokus Foodizz adalah membantu orang-orang yang ingin terjun ke dunia kuliner. Pihaknya juga ingin memberikan koneksi bagi pebisnis kuliner ke ekosistem kuliner agar selain punya ilmu, mereka pun punya koneksi. Misalnya, ke vendor, investor, edukator, dan pemegang kepentingan lainnya. Akses-akses itu kadang sulit kalau tidak disambungkan.

Pertanyaan simpel seperti beli kompor di mana, beli peralatan dapur terjangkau di mana, point of sale (POS) yang bagus itu apa, dll., itu semua harus diketahui sebelum memulai bisnis kuliner. “Jadi, jangan dulu berbicara tentang valuasi dll. Hal-hal dasar harus diperhatikan,” Sarita menandaskan.

Di Foodizz, pembelajarannya ditujukan untuk semua level: mulai dari pemula, sudah mulai tapi masih kecil usahanya, cabangnya sudah berkembang banyak, sampai yang paling advance adalah bootcamp valuasi bisnis. Intinya, bisnis kuliner memiliki banyak celah.

Sebelum memulai, ada sejumlah pertanyaan fundamental yang harus dijawab. Misalnya, tentu, produknya apa, diferensiasinya apa, target pasarnya siapa, dan tujuannya apa. Kalau sudah tahu fundamentalnya, bisa disusun strategi ke depannya agar bisa dilakukan scaling up.

Dengan visinya, yaitu Changing People Life Through F&B Education, Foodizz berperan sebagai edukator. “Kami tidak mau main ke dalam bisnisnya para peserta, misalnya masuk ke bisnis funding. Karena, nanti fokusnya jadi lain. Bayangkan kalau Foodizz masuk ke bisnis funding, nanti malah sibuk mengkurasi bukannya mengedukasi,” kata Sarita.

Bagaimana bentuk edukasi yang diberikan Foodizz? Menurut Sarita, banyak sekali topik yang diberikan di Foodizz, antara lain operasional, pemasaran, keuangan dan perpajakan, business plan, legal, regulasi dan pajak, digital marketing, frozen food, strategi ekspansi, bisnis rumahan, investor dan pendanaan, serta supply chain management.

Metode edukasinya ada tiga, yakni free content, e-course, dan yang baru diluncurkan April lalu, Sekolah Bisnis Kuliner. Untuk free content, bisa diakses di YouTube, blog, dan kanal Telegram Foodizz. “Kami juga ada e-course Foodizz yang bisa diakses kapan saja dan berdasarkan kebutuhan pebisnis,” katanya berpromosi.

Sekolah Bisnis Kuliner memberikan pelatihan yang komprehensif selama enam bulan, beserta kurikulum dan silabusnya. Dalam enam bulan ini, empat bulan pembelajaran intensif dan dua bulan mentoring. Selama menjalankan program sekolah, peserta akan mendapatkan beragam manfaat, seperti sharing langsung dari praktisi ahli, mentoring intensif, dan akses ekosistem bisnis kuliner. Output-nya, diharapkan mereka sudah siap ketika terjun ke dunia bisnis kuliner.

Hingga saat ini Sekolah Bisnis Kuliner sudah memiliki 140 peserta. Kelas online-nya telah dimulai di awal Juli, sedangkan kelas offline diundur karena kondisi pandemi.

Barisan pengajar Foodizz adalah para pemilik bisnis kuliner, tetapi ada juga yang dari luar bisnis kuliner, misalnya dari POS company, tech company (aplikasi), dan vendor pembiayaan. “Itu kan pihak-pihak yang dibutuhkan dalam industri kuliner walaupun mereka tidak bergerak dalam bisnis kuliner,” ujar Sarita.

Pebinsis kuliner yang pernah ikut kelas Foodizz berasal dari pebisnis minuman Haus!, Warung Steak n Shake, Mie Gacoan, Kebab Turki Baba Rafi, Yellowfit Kitchen, dan Baso Aci Akang.

Bagaimana rencana Foodizz ke depan? “Kami akan tetap fokus di edukator. Kalau dalam jangka panjang, misi kami ingin go global. Karena, kelas online seharusnya bisa diakses oleh siapa pun sehingga nanti edukasi kami lebih luas lagi, walaupun pekerjaan rumah di Indonesia juga masih banyak,” kata Sarita. (*)

Dede Suryadi dan Andi Hana Mufidah Elmirasari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved