Trends Economic Issues zkumparan

Gubernur BI: Prospek Perekonomian Indonesia pada 2022 Diperkirakan Meningkat Lebih Tinggi

Gubernur BI: Prospek Perekonomian Indonesia pada 2022 Diperkirakan Meningkat Lebih Tinggi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (Foto: Sujatmaka/Swa)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 yang berlangsung secara hybrid pada 24 November 2021 mengatakan bahwa pada 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai sekitar 4,7-5,5%, meningkat lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan sekitar 3,2-4,0% pada tahun 2021.

“Dengan asumsi tidak terjadi penyebaran gelombang ketiga pandemi Covid-19 dan tercapainya imunitas massal,” tutur Perry dalam acara yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo. Menurut Perry, kondisi yang demikian itu akan mendorong pulihnya mobilitas masyarakat, sehingga konsumsi swasta diperkirakan akan kembali pulih dan mencapai pertumbuhan sekitar 5% pada Semester II 2022.

Menurut Perry, kinerja ekspor tetap akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dengan masih akan tingginya permintaan komoditas di pasar global, meskipun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari tahun 2021. “Kenaikan permintaan domestik, kinerja ekspor, kenaikan PMA dari implementasi UU Cipta Kerja, serta kembali dilanjutkannya proyek-proyek infrastruktur strategis nasional yang tertunda akan mendorong kenaikan pertumbuhan investasi yang tinggi,” lanjutnya.

Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi akan didukung sejumlah sektor yang diperkirakan tumbuh kuat, seperti sektor pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian. Sementara itu, inflasi diperkirakan masih dapat terkendali dalam kisaran sasaran 3±1% dengan kapasitas produksi nasional yang masih memadai dalam memenuhi kenaikan permintaan agregat hingga akhir 2022. “Meski begitu dampak kenaikan harga energi global perlu tetap diwaspadai,” Perry memberi catatan.

Perry memperkirakan stabilitas eksternal akan tetap terjaga dengan defisit transaksi berjalan yang berada pada kisaran 1,1-1,9% dari PDB. Sementara itu surplus neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan lebih besar terutama dari arus modal asing khususnya dalam bentuk PMA sejalan dengan implementasi UU Cipta Kerja.

Menurut Perry, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang lebih baik tersebut akan menjadi faktor positif untuk stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah kemungkinan kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global karena normalisasi kebijakan moneter dari the Fed dan sejumlah negara maju lainnya. “Bank Indonesia akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan dan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah dengan tetap mendukung upaya bersama untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut,” tandas Perry.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved