Trends

Hadapi Resesi 2023, Jangan Asal Memilih Instrumen Investasi

Oleh Editor
Hadapi Resesi 2023, Jangan Asal Memilih Instrumen Investasi
Gambar: Istimewa/ilustrasi

Resesi 2023, Benarkah Sangat Menyeramkan?

Sejak beberapa bulan lalu, resesi 2023 jadi salah satu topik utama pembicaraan masyarakat dari segala lapisan. Hingga sukses menjadi momok yang menyeramkan.

Mayoritas media memberitakan bahwa ini akan terjadi dalam waktu yang lama, dengan dampak berkali-kali lipat dari sebelumnya.

Melansir laman cnbcindonesia.com, sebanyak 59 dari 83 ekonomi dari survei Reuters mengatakan hal serupa. Mereka memperkirakan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga sebesar 75 basis poin di November.

Kemudian satu bulan berselang, pada Desember, mereka kembali memperkirakan kalau The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, menjadi 4,25%-4,5%. Lalu di awal 2023, prediksinya The Fed akan menaikkan suku bunga kembali menjadi 4,5%-4,75%.

Sehingga, jika kondisinya nanti terjadi sesuai prediksi, maka suku bunga The Fed akan ada di level tertinggi sejak 2008. Tepatnya sebelum krisis finansial global terjadi.

Ancaman Global Saat Resesi 2023

Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, membeberkan tiga ancaman global yang harus kita waspadai saat resesi 2023 nanti, yaitu:

1. Pandemi Covid-19 yang sepenuhnya belum berakhir. Sri Mulyani mengatakan banyak negara yang masih terjerat penambahan kasus baru dan luka memar pasca pandemi.

2. Perubahan iklim, yang sebenarnya bukan hanya terjadi di masa depan, tapi perlahan mulai kita rasakan sekarang.

3. Perang Rusia – Ukrania, sekaligus tekanan geopolitik dari negara-negara yang menguasai ekonomi mayoritas dunia.

Jangan Sembarang Taruh Uang di Instrumen Investasi

Berdasarkan pemberitaan di atas, resesi 2023 memang terasa menyeramkan. Bahkan tidak menutup kemungkinan, akan membuat kita lebih terpuruk ketimbang 2020 silam akibat pandemi.

Bagi investor ulung, mungkin inilah salah satu kesempatan untuk borong emiten-emiten terdiskon.

Hanya saja karena termakan FOMO, tidak sedikit investor pemula yang latah membeli saham terdiskon tanpa mempertimbangkan faktor setelahnya.

Selain itu, tak jarang kita juga mendengar para ahli dengan gencar merekomendasikan untuk membeli emas agar aset tetap aman. Alhasil banyak yang berbondong-bondong menaikkan persentase portofolio emas mereka.

Padahal, tidak ada yang mutlak benar dari semua rekomendasi ini. Sebab hakikatnya, investasi bersifat personal. Contohnya, portofolio investasi A tidak mungkin sama dengan portofolio investasi B. Karena setiap orang punya rencana dan tujuan keuangan yang berbeda.

Boleh jadi instrumen investasi X mungkin cocok untuk tujuan keuangan A yang sifatnya jangka pendek.

Sementara instrumen investasi X belum tentu bisa membantu B mencapai tujuan keuangannya, yang sifatnya jangka panjang.

Oleh karena itu, memilih instrumen investasi sebaiknya kita berdasar pada tujuan keuangan masing-masing.

Rekomendasi Instrumen Investasi Saat Resesi

Meski demikian, tidaklah haram hukumnya jika kita melihat beberapa rekomendasi instrumen investasi dari ahli sebagai bahan pertimbangan dan referensi, bukan sebagai pilihan mutlak.

Seperti Gembong S., CSA, CFP®, QWP®, AEPP, QFE selaku Perencana Keuangan Finansialku.com juga merekomendasikan beberapa instrumen investasi sebagai ‘zona aman’:

• Reksa dana pasar uang (100% penempatan di deposito dan obligasi jangka pendek);

• Reksa dana pendapatan tetap dengan dominan fokus pada obligasi swasta;

• Obligasi Negara Ritel dengan tenor yang pendek, seperti ORI22 yang memberikan return sebesar 5,95% per tahun;

• Deposito.

Artikel ini diproduksi oleh tim finansialku.com untuk swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved