Management Trends zkumparan

Kemasan PS Foam Aman dan Ramah Lingkungan

Polistirena merupakan bahan utama dari berbagai produk yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, semisal untuk kemasan makanan.

Belakangan ini, banyak isu beredar di masyarakat, tentang kemasan makanan darl polistirena busa yang dinilai berbahaya bagi lingkungan karena bahan kandungannya. Namun, ternyata hal tersebut tidak benar. Isu tersebut berhembus disinyalir karena persaingan bisnis.

Direktur Kemasan Cipta Group, Wahyudi Sulistya, mengatakan, “Sudah saatnya masyarakat teredukasi dengan fakta ilmiah mengenai polistirena, mulai dari dampak penggunaannya sebagai kemasan makanan hingga dampak terhadap lingkungan.”

“Dari sisi produsen polistirena busa Indonesia, kami akan mendapat wawasan mendalam dari narasumber terpercaya tentang proses produksi kemasan makanan berbahan polistirena busa,” ungkap Wahyudi di kantor PT Kemasan Cipta Utama, Karawang Timur (2/5/2018).

Menurutnya, PT Kemasan Cipta Utama (KCU) merupakan bagian dari grup 7 perusahaan kemasan Cipta Group yang berdiri pada pertengahan 1995. Secara umum, KCU bergerak di bidang produksi kemasan polistirena busa (biasanya disebut styrofoam) yang beroperasi di Pasuruan, Karawang, Makassar, dan Semarang.

SeIain polistirena busa yang biasanya digunakan untuk memproduksi cooler box dan kemasan elektronik, perusahaan ini juga telah mengembangkan lebih banyak diferensiasi produk dengan memproduksi Poly Ethylene Foam (PE Foam), Air Bubble Packaging, GPPS Food Containers, Polymer Mattress, dan produk turunan lainnya.

Menjadi spesialls dalam produk polistirena busa, Kemasan Cipta Group selama beberapa tahun telah mengembangkan polistirena busa yang terbuat dari General Purpose Polystyrene (GPPS) untuk wadah makanan seperti kotak makan siang, nampan makanan, dan barang-barang lainnya seperti piring dan mangkuk. “GPPS serta HIPS (High Impact Polystyrene) adalah bahan food grade dan aman jika terkena kontak dengan makanan,” tuturnya.

KCU yang mempekerjakan 200 karyawan itu, memastikan penggunaan kualitas bahan terbaik dan teraman. Perusahaan ini memproduksi sekitar 2 juta produk PS Foam per hari. “Faktanya, ketika melihat proses produksi, GPPS Foam sama sekali tidak menghasilkan limbah apapun. Sebab, sisa bahan produksi dapat digunakan kembali 100% menjadi produk baru. Hal ini membantah argumen yang beredar selama ini,” dia menegaskan.

Sementara itu, Dosen ITB dan tenaga ahli dari LAPI ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D juga memiliki pandangan yang sama mengenai GPPS Foam. “Kemasan makanan dari plastik dan pollstirena dapat didaur ulang Iangsung menjadi aneka produk Iainnya. Untuk polistirena, produk tersebut dapat dipecah dan dijadikan kembali menjadi sebuah produk yang baru. Di sinilah letak sustainability dari polistirena. Semua sampah polistirena dapat digunakan secara maksimal untuk menciptakan produk baru yang fungsional dan bernilai ekonomis,” jelas Zainal.

Terkait isu lingkungan, Zainal mengatakan, yang pertama harus diketahui adalah polistirena busa merupakan zat organik. Unsur yang membentuk polistirena busa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen.”

Zainal juga memiliki pandangan yang sama tentang kontaminasi kemasan GPPS Foam. Ia menyatakan kemasan makanan plastik dan polistirena dapat didaur ulang menjadi berbagai produk lain. “Untuk polistirena, produk dapak dipecah dan diubah menjadi beberapa produk baru. Di sinilah letak sustainability atau keberlanjutan polistirena. Semua limbah polistirena hanya bisa digunakan 5-10%, karena slsanya adalah udara,” ujarnya.

“Karena produk berbasis polistirena mengapung di atas permukaan air, ia tidak menyebabkan banjir. Selain itu, 95% udara yang terkandung di dalam produk membuatnya tidak bisa tenggelam dan tidak menyumbat saluran air,” terang Zainal.

Menurut Zainal, penyebab banjir adalah pengelolaan limbah yang buruk, yang akhirnya menghasilkan penyumbatan di selokan. Sampah yang berat seperti logam dan kayu bisa membuat permukaan air menjadi dangkal. “Bahkan lebih buruknya lagi, dapat menyumbat saluran air. Hal ini merupakan temuan terbaru dari tim kami saat melakukan survei limbah sungai ke lebih dari sepuluh sungai besar di Jawa,” ia menekankan.

Zainal menguraikan, produksi kemasan PS Foam membutuhkan energi yang lebih sedikit. Pembuatan produk dari polistirena busa mengkonsumsi energi jauh lebih hemat dibandingkan produk altenatif lain. Bahan ini 50% lebih hemat energi jika dibandingkan kemasan berbahan kertas yang dilapisi lilin dan 30% lebih hemat energi jika dibandingkan pembungkus makanan dari PLA yang berbahan mentah jagung.

Selain itu, produk yang dibuat dari polistirena busa menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sejumlah alternatif lainnya dimana bahan ini empat kali lebih sedikit dibandingkan pembungkus makanan dari PLA.

PS foam dinilai aman untuk bersentuhan langsung dengan makanan. Dalam konteks kesehatan, Zainal mengatakan, stirena adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan pokok yang biasa dikonsumsi seperti stroberi, kopi, dan kacang. Jumlah stirena yang ada dalam kemasan makanan yang terbuat dari polistirena adalah 0-39 ppm (part per million). Jumlah ini sama dengan kandungan di dalam kayu manis, daging sapi, biji kopi, stroberi, kacang, dan tepung yang kita konsumsi langsung sehari-hari.

Polistirena, terutama yang sudah menjadi kemasan makanan, hanya mengandung 10-43 ppm stirena. Jumlah tersebut masih dalam batas aman sesuai standar WHO dan BPOM Indonesia. Selain itu, ada beberapa makanan yang lazim kita konsumsi memiliki kandungan stirena yang tidak jauh berbeda, seperti stroberi, kopi dan kayu manis. Hal ini dapat membantah isu mengenai bahaya kandungan stirena pada kemasan makanan styrofoam terhadap kesehatan.

Wahyudi menjelaskan, KCU sudah mendapatkan lisensi dari Iembaga-lembaga verifikasi yang kredibel milik pemerintah, sepertl Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kemasan PS foam itu populer karena aman dan ekonomis. Kemasan makanan dari polistirena banyak digunakan oleh pedagang makanan di pinggir jalan. Kemasan ini dapat menahan panas dan dinginnya makanan, menjaga higienitas, dan harganya lebih murah dibandingkan dengan pembungkus makanan lainnya. Banyak pedagang makanan khususnya kelas menengah ke bawah yang memilih untuk menggunakan GPPS foam untuk wadah makanannya, karena harganya yang ekonomis.

“Jika GPPS foam dilarang, maka hal ini berpengaruh pada pengusaha makanan yang umumnya kelas menengah ke bawah. Di satu sisi, jika GPPS foam terus dikambinghitamkan. Hal ini akan mengancam sekitar 200 pekerja kehilangan pekerjaan hanya karena isu yang tidak bertanggung jawab yang telah diterima masyarakat,” tutur Wahyudi.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved