Management Trends

Kemenkes Dorong Fitofarmaka Jadi Produk Farmasi Utama Dalam Negeri

Kemenkes Dorong Fitofarmaka Jadi Produk Farmasi Utama Dalam Negeri
Penandatangan MoU antara Kemenkes, UGM, dan BPOM untuk pengembangan fitofarmaka. (Dok. UGM)

Pengembangan fitofarmaka menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk mengatasi impor obat. Hal ini didasarkan atas ketersediaan bahan baku alam yang banyak diversitasnya di Indonesia.

”Ini akan menjamin keamanan kita dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan,” kata Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono pada Forum Nasional Kemandirian Farmasi dan Alat Kesehatan, di Yogyakarta (08/11/2021).

Ia menjelaskan, fitofarmaka tergolong ke dalam obat tradisional seperti halnya jamu dan obat herbal terstandar. Keamanan dan khasiat fitofarmaka dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produknya telah distandardisasi.

Menurutnya, proses pembuatan fitofarmaka tidak sederhana. Butuh proses analisis dan proses penelitian lainnya. Hal tersebut harus melibatkan banyak stakeholder dan kerja sama secara sinergis, baik dengan peneliti, industri, maupun dengan perguruan tinggi.

Ada beberapa fitofarmaka yang sudah diproduksi di Indonesia antara lain immunomodulator, yakni obat yang dapat memodifikasi respons imun, menstimulasi mekanisme pertahanan alamiah dan adaptif, dan dapat berfungsi baik sebagai imunosupresan maupun imunostimulan. Kemudian obat tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, obat untuk melancarkan sirkulasi darah, dan obat untuk meningkatkan kadar albumin.

Wamenkes Dante juga mengungkapkan ada beberapa obat kimiawi yang dasarnya adalah fitofarmaka, seperti obat diabetes metformin. Obat tersebut dulunya adalah obat yang berasal dari daun yang kemudian diprdoduksi sebagai fitofarmaka di prancis. Lebih dari 50 tahun penggunaan metformin dan ternyata obat tersebut sudah bisa diekstrak unsur kimiawinya secara spesifik.

”Memang prosesnya tidak sederhana, butuh regulasi, butuh transformasi, butuh riset dan biaya yang nanti akan kita gunakan dan kita akselerasi bersama-sama,” tuturnya.

Untuk pengembangannya, Kemenkes menggandeng Universitas Gadjah Mada dan Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan menandatangani Nota Kesepahaman Pengembangan Potensi dan Percepatan Penghiliran Hasil Inovasi Herbal menjadi Fitofarmaka sebagai Produk Unggulan dalam Negeri.

“Perguruan Tinggi bisa melakukan transformasi. Universitas Gadjah Mada sudah mempunyai Science Techno Park, dan Science Techno Park tersebut nanti akan bertransformasi untuk melakukan akselerasi,” ucap Wakil Menteri. Science Technopark sendiri telah dikenal sebagai salah satu fasilitas penghiliran produk inovatif berbasis riset unggulan, baik berupa alat kesehatan, produk farmasi, produk herbal, maupun pangan sehat.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved