Trends Economic Issues

Krisis Pendidikan dan Peluang Kerja Baru di Indonesia

Krisis Pendidikan dan Peluang Kerja Baru di Indonesia
Roman Kumay Vyas, CEO & Pendiri Refocus Education Project (kiri)

Belakangan ini cukup ramai pemberitaan terkait sejumlah perusahaan startup terkenal di Indonesia melakukan PHK massal terhadap karyawan. Faktor makro ekonomi secara global yang penuh ketidakpastian selama pandemi Covid-19 dua tahun terakhir ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama.

Namun, apakah fenomena ini akan menjadi awal ledakan gelembung (bubble burst) startup di Indonesia? Refocus Digital Academy, platform pendidikan online yang fokus mengubah seseorang menjadi profesional dalam industri digital hari ini membahas salah satu faktor yang dapat berkorelasi dengan peluang kerja di masa depan serta tantangan pendidikan di Indonesia yaitu kurangnya sumber daya manusia di pasar tenaga kerja, masih menjadi salah satu tantangan nyata yang dihadapi.

Menurut Indeed.com, kesenjangan antara jumlah lowongan yang terbuka dan jumlah lulusan sangat tinggi. Sebanyak 600.000 lowongan muncul di pasar setiap tahun, sedangkan jumlah lulusan universitas hanya 50.000 per tahun. Jadi, untuk setiap CV ada 12 lowongan yang dibuka sehingga menghasilkan perbedaaan yang drastis.

Tidak hanya kurang dari sisi kuantitas, namun kurangnya pelamar kerja yang berkualitas juga dapat menghambat pertumbuhan perusahaan di Indonesia. Meskipun, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), negara ini memiliki populasi terbesar keempat di dunia, namun sekitar 50% penduduknya berusia di bawah 30 tahun. Institusi pendidikan lokal pun tidak dapat mengatasi permintaan yang tinggi dari perusahaan sehingga, pengusaha Indonesia pun harus mempekerjakan orang dari negara lain yang memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.

Gelombang PHK massal yang kemungkinan besar akan melanda startup di Indonesia dalam waktu dekat semakin memperburuk keadaan yang sudah terjadi karena COVID-19. Kementerian Tenaga Kerja mencatatkan lebih dari 1,2 juta karyawan dari 74.439 perusahaan terdampak kehilangan pekerjaan. Selain itu gencarnya otomatisasi dan robotisasi pun dapat menambah risiko lebih banyak masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat. Menurut data yang diterbitkan pada November 2020 di Journal of Robotics and Control, pada 5 negara ASEAN yang diteliti, peneliti menemukan bahwa 56% karyawan saat ini menghadapi risiko tinggi otomatisasi.

Tim Refocus mengajarkan profesi digital kepada orang-orang, dimana bidang ini sedang diminati pasar dan akan berlangsung dalam jangka waktu lama. Google Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi digital negara akan bernilai sekitar Rp 1,7 kuadriliun atau $ 124,1 miliar pada tahun 2025 (tiga kali lipat dari tahun 2020 dengan nominal Rp 548,2 triliun).

Menurut laporan terbaru oleh perusahaan konsultan strategi AlphaBeta, karyawan dengan keterampilan digital memiliki potensi untuk berkontribusi lebih dari Rp 4 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2030.

Diskusi yang diadakan oleh Refocus menghadirkan tiga pembicara, termasuk Roman Kumay Vyas, CEO & Pendiri Refocus Education Project. “Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, kondisi geografi Indonesia menentukan pengembangan IT serta aksesibilitas layanan dan teknologi. Kami memperkirakan 40% dari pertumbuhan lowongan pekerjaan dalam dua tahun ke depan akan menghasilkan kebutuhan rekrutmen yang sangat besar di pasar,” jelas Roman.

Refocus ingin orang-orang Indonesia memiliki kesempatan edukasi yang baik serta keterampilan yang terpakai sehingga memungkinkan mereka mendapat penghasilan yang lebih besar, terus bertumbuh dan mengembangkan berbagai produk untuk mencapai tujuan mereka. “Kami mengutamakan pengembangan Refocus secara regional, tim kami menetapkan misi untuk mampu melatih lebih dari 1 juta profesional di level internasional yang mampu menyelesaikan berbagai pekerjaan ambisius,” dia menambahkan.

Pembicara lainnya adalah Ignatius Untung, Ex Ketua Umum IDEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia), pakar pemasaran dan pemerhati startup dan Imeiniar Chandra, Director of Digital & Technology dari Michael Page. Ignatius adalah seorang penulis beberapa buku dan kolumnis untuk platform online dan saat ini menjabat sebagai SVP Marketing Sayurbox. Ignatius berbagi pengalamannya tentang bagaimana menjadi spesialis digital yang diminati dan apa yang diharapkan pengusaha dari para pencari kerja. Sedangkan Imeiniar membagikan saran tentang skill yang paling populer di kalangan pengusaha dari sudut pandang sumber daya manusia serta tips untuk lulus wawancara kerja.

Menurut Ignatius, kebutuhan transformasi digital perusahaan akan membutuhkan seorang profesional yang mahir di dunia teknologi dan digital. Perusahaan akan mencari kandidat dengan keahlian di bidang teknologi, digital, dan e-commerce. Tenaga kerja dengan keterampilan membuat kecerdasan buatan (AI), otomatisasi, pengalaman menangani pelanggan dan pengembangan produk akan sangat dibutuhkan ke depannya.

”Dalam mencari pekerjaan, karyawan semakin tegas menentukan pilihan mereka. Perusahaan tidak bisa lagi menarik dan mempertahankan talenta tanpa menerapkan faktor-faktor pendukung lain. Talenta-talenta semakin mementingkan budaya perusahaan, tujuan perusahaan dan kepemimpinan dibandingkan merek perusahaan dan promosi,” ungkap Imeiniar.

Refocus adalah platform pendidikan online yang dapat mengubah siapa pun menjadi spesialis digital dalam delapan bulan. Refocus menerima orang-orang yang berpenghasilan tidak lebih dari US$ 300 – 400 per bulan, mempelajari dan membantu mereka mendapatkan pekerjaan di bidang digital. Tim mentor Refocus terdiri dari pakar luar negeri tdengan pengalaman global, serta profesional lokal dari perusahaan seperti LingoTalk, Tokopedia, Borzo dan Traveloka, dan AlKautsar Cater.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved