Management Strategy

BI: Konsumsi Membaik, Investasi Masih Seret

BI: Konsumsi Membaik, Investasi Masih Seret

Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi masih akan tumbuh terbatas pada kuartal II-2015. Sehingga, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan tumbuh sekitar 5-5,4 persen. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun April-Juni masih terbatas dan baru akan membaik pada triwulan-triwulan berikutnya. Kinerja ekspor, yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi, masih akan tertekan sejalan dengan kondisi ekonomi global yang belum menentu dan harga komoditas yang masih terpuruk.

Pada periode yang sama, investasi juga masih belum bisa diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Hal itu seiring masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan. Meski begitu, konsumsi mulai membaik yang terlihat dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada Mei 2015. “Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5-5,4 persen pada 2015,” ujar dia dalam rilisnya.

roda ekonomi

Dia mengharapkan pemerintah konsisten mendorong percepatan realisasi belanja kementerian/lembaga, termasuk untuk implementasi proyek-proyek infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi. Langkah itu juga sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun ini.

Sementara itu, BI melaporkan pertumbuhan ekonomi global masih cenderung bias ke bawah disertai dengan masih tingginya risiko di pasar keuangan global. Potensi meleset tersebut dipicu perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya, seiring dengan revisi ke bawah realisasi PDB AS pada kuartal I 2015.

Tekanan terhadap perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor eksternal serta melemahnya investasi, khususnya di bidang energi. Hal ini mendorong terus berlanjutnya ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS baik dari sisi waktu maupun besarannya.

Yang tak kalah penting adalah ekonomi Tiongkok yang masih saja melambat meskipun berbagai kebijakan pelonggaran untuk menahan perlambatan ekonomi sudah diupayakan otoritas setempat. Sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik ditopang pelonggaran kondisi moneter dan keuangan yang cukup efektif, meskipun dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi fiskal Yunani (Grexit).

“Risiko di pasar keuangan global masih cukup tinggi, yang berpotensi mendorong tekanan pembalikan modal portfolio dari emerging markets, termasuk dari Indonesia,” katanya.

Kondisi tersebut salah satunya tercermin dari nilai tukar rupiah yang rata-rata melemah 1,5 persen ke level Rp13.141 per dolar AS sepanjang Mei lalu. Perkasanya dolar AS terhadap rupiah antara kain ditopang oleh kebijakan Quantitative Easing Bank Sentral Eropa (ECB) dan dinamika negosiasi fiskal Yunani. “Tekanan terhadap Rupiah juga terjadi seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik, meskipun tertahan oleh peningkatan outlook rating Indonesia oleh S&P,” ujarnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved