Management Strategy

BKPM Berusaha Tingkatkan Efektifitas PTSP

BKPM Berusaha Tingkatkan Efektifitas PTSP

Kedaulatan pangan Indonesia erat hubungannya dengan masalah perizinan yang dinilai terlalu berbelit-belit, khususnya di daerah-daerah. Menurut Franky Sibarani, Ketua Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), perizinan usaha merupakan sesuatu yang tidak jelas. Hal ini diungkapkannya karena BKPM sudah terbiasa tetang perizinan, yang menjadi suatu bagian dari korban perizinan, dan menurutnya, itu merupakan tantangan tersendiri.

Terkait dengan program PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Franky mengatakan, program tersebut masih perlu diuji efektifitasnya.

Sampai saat ini, baru sekitar 400 daerah yang sudah menggunakan program PTSP ini. “Mengenai izin-izin di daerah kita sekarang sedang dalam proses penyederhanaan. Untuk pelaksanaan PTSP di daerah, kita baru mulai bekerja di bulan Oktober. Saat ini baru 400-an lebih yang proses perizinannya itu satu pintu,” ujarnya di sela-sela acara Jakarta Food Security Summit-3 (13/2).

IMG_20150213_205534

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, adalah menteri pertama yang didatangi oleh Franky untuk membahas PTSP. Pada saat itu, menteri sekaligus pemilik Susi Air tersebut langsung mengatakan semua izin yang berkaitan dengan kelautan semuanya diserahkan kepada BKPM, kecuali ‘Tangkap’.

BKPM tidak mungkin mengeluarkan Tangkap karena merupakan kewenangan dari kementerian. “Ada 3 tahap yang penting, pertama membuat peraturan menteri perdelegasian, kedua license officer, ketiga adalah ini yang terus dikerjakan, yaitu penetapan PIC,” ungkap Franky.

Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengatakan, beberapa policy yang dibuat saat ini untuk mendukung kedaulatan pangan menimbulkan banyak pro dan kontra. Tetapi, belakangan ini sudah terlihat hasilnya, sebagai contoh yaitu beberapa perusahaan ikan sudah mengikuti aturan tersebut. “Pengusaha selalu melihat every challenge is result opportunity,” lanjutnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikaan illegal fishing sebagai prioritas utama yang harus segera ditangani. Susi menuturkan, ini merupakan unsur kedaulatan, karena tanpa kedaulatan Indonesia tidak dapat melakukan perubahan apapun. Kini, 90% nelayan liar sudah pergi dari indonesia. Ini merupakan sukses terbesar di dunia.

“Pada awal pro dan kontra selalu ada, karena ekspor juga tidak bisa seenaknya sendiri, tetapi ini berdampak besar,” kata Susi.

Ikan yang hilang akibat illegal fishing sekitar 3-5 juta ton pertahun. Jika Indonesia bisa memanfaatkan 10% saja, hasilnya adalah 500 ribu ton. Jika dikalikan dengan harga ikan paling murah seperti tongkol, itu sudah mengantongi US$5 miliar. “Dunia ini rolling-nya mengarah kepada sustainability, mau tidak mau kita harus siap dengan tuntutan dunia. Market ini ready to pay additional cost. Kita bisa memanfaatkan SDA. Semua SDA kalau tidak dikelola dengan benar akan cepat habis,” tegas Susi.

Panjang pantai Indonesia adalah yang terbesar kedua di dunia, tetapi ekspornya hanya menjadi yang terbesar kelima di Asia Tenggara. Susi menyampaikan, untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia jangan sampai hanya menjadi objek dari perdagangan, tetapi harus sebaliknya.

“Sebetulnya 50% equity dominan player is already here. Kita punya 250 juta populasi. Sekarang market lokal sendiri sangat mengagumkan. Kita tingkatkan 50% saja dari setahun, itu sudah jutaan ton,” tutup Susi. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved