Management Strategy

Tiga Jenis Obat Ini Sering Dipalsukan

Tiga Jenis Obat Ini Sering Dipalsukan

Maraknya pengadaan obat palsu dan ilegal mewajibkan masyarakat untuk lebih waspada ketika membeli serta mengonsumsi obat. Padahal, penggunaan obat palsu dan ilegal ini sangat berpengaruh besar bagi kesehatan masyarakat, bahkan hingga menyebabkan kematian. Meskipun informasi yang beredar terutama dalam pengadaan obat palsu ini variatif di kalangan masyarakat, isu ini tetap perlu diantisipasi.

index

Isu mengenai beredarnya obat palsu dapat dikatakan sebagai isu global. Di Eropa sendiri tercatatat beredarnya obat palsu dan ilegal adalah sebanyak 2-6 persen, sedangkan kawasan Asia tercatatat hingga 10 persen. Penanganan obat palsu dan ilegal membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya pemerintah, produsen obat dana masyarakat. Ketiga elemen ini harus bersinergi dalam memberantas pengadaan obat palsu.

Adapun tiga jenis obat yang paling tinggi tingkat pemalsuannya antara lain adalah obat disfungsi ereksi, obat kolesterol dan obat pelangsing. Menurut Bahdar Johan, Deputi I BPOM menyampaikan bahwa pengedaran obat palsu kebanyakan berasal dari China dan India, dan kebanyakan obat yang dipalsukan adalah kategori obat yang mahal dan banyak peminat.

“Di tahun 2015 ada 29 kasus obat palsu. Obat disfungsi erksi paling banyak dipalsukan. Karena paling mahal dan paling laku itu adalah sasaran obat yang banyak dipalsukan. Modus kejahatannya seperti ini, pertama adalah mengganti tanggal kadaluarsa obat, pengadaan freelance tanpa dokumen yang jelas, serta mengganti tanggal produksi dan tanggal bets sesuai dengan produk yang beredar, tujuannya adalah menghindari pajak.,” ujar Badar.

BPOM sudah mengambil langkah yang tegas, antara lain dengan melakukan supply reduction atau pemotongan rantai distribusi. Namun hal tersebut tidaklah cukup. Perlu didukung dengan demand reduction yang hanya dapat dilakukan dengan kesadaran masyarakat itu sendiri.

“Supply reduction saja tidak mempan selagi demand masih banyak pasti ada yang membeli. Selama ada pembeli ada penjual. Makin tidak sempurna ekonomi akan beli obat murah. Kalau murah, ilegal akan banyak. Di Indonesia saat membeli obat, lihat izin edar masih ada di urutan terakhir. Nomor satunya merek dan harga, masyarakat sendiri agaknya kurang membentengi diri. Percuma BPOM terus menangkap pelaku dan penjual obat palsu dan ilegal, tapi tidak ada partisipasi dari masyarakat. ibaratnya sama seperti kita sedang tangkap badai,” tambah Badar.

Badar sekali lagi menegaskan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang harus di waspadai. Pemerintah sebagai regulator, harus bersama sama menciptakan iklim sehingga BPOM mampu mengawal guna membuat masyarakat yang aware dengan obat ilegal. Kerja sama masyarakat tentunya sangat diperlukan.

Pemberantasan obat palsu dan ilegal bukanlah hal yang mudah. Beberapa tantangan menghadang seperti maraknya produk impor ilegal sehingga sulit untuk diseleksi sepenuhnya, gaya hidup masyarakat terhadap suplemen tertentu, serta , pemangku kepentingan tidak aktif. Belum lagi lemahnya penegakakan hukum sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku pemalsuan dan ilegalitas obat. Badar juga menyatakan bahwa jika tidak ditanggapi secara serius, beredarnya obat palsu dan ilegal ini akan berdampak pada ekonomi.

“Kalau tidak diatasi, masyarakat dan ekonomi akan dirugikan. Makin banyak obat palsu, maka makin banyak bersaing tidak sehat dan malah memicu pemain yang tadinya baik akan ikut jelek. Karena kalau obat palsu dan ilegal, proses pembuatannya jelek dan tidak jelas, ,maka outputnya juga akan demikian,” tutupnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved