Management Editor's Choice Strategy

Citibank, Bank Global yang Ramah untuk Karier Karyawati

Citibank, Bank Global yang Ramah untuk Karier Karyawati

Dari 4.400 populasi karyawan di Citibank Indonesia, 57% di antaranya adalah perempuan. Fenomena Kartini modern ini juga tampak jelas dari seberapa jauh posisi yang dapat direngkuh wanita. Untuk mid level manager saja, ada sekitar 52% diduduki Kaum Hawa. Sementara senior manager, yang dalam hal ini didefinisikan sebagai senior vice president bisa sampai 47%-nya.

Lalu, bagaimana dengan level BOD? Nerfita Primasari atau akrab disapa Ike yang kini menjabat sebagai Sr. Vice President dan Sr. Generalist, Human Resources Institutional Client Group Citibank, menuturkan kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA Online bahwa posisi puncak masih dipegang lelaki. Dominasinya pun masih mereka.”Tapi cukuplah. Proporsinya tidak jauh berbeda. Total BOD kami sekarang kan ada 6. Dua diantaranya perempuan. Jadi cukup bagus,” tegas Ike.

Nerfita Primasari, Sr. Vice President dan Sr. Generalist, Human Resources Institutional Client Group Citibank

Nerfita Primasari, Sr. Vice President dan Sr. Generalist, Human Resources Institutional Client Group Citibank

Di Citi sendiri, proses hiring karyawan sebenarnya tidak terpaku pada kuota gender. Ike menggarisbawahi bahwa pada saat merekrut, yang dilihat pertama adalah kecocokan terhadap skill, kompetensi, dan jabatan yang akan diisi. Di global pun, gaungnya seputar support diversity. Tidak ada yang namanya perbedaan gender, suku, ras, agama, dan sebagainya.

“Makanya kami ada istilah equal employment opportunity, yaitu pada saat kami merekrut karyawan, yang kami lihat adalah skill-nya apa, yang dibutuhkan apa, kompetensinya apa, dan sebagainya. Setelah karyawan masuk, semua program pengembangan, penugasan, dan lain-lain juga sama. Equal employment opportunity tetap menjadi patokan. Tidak hanya pada saat masuk,” urainya.

Adapun kinerja perempuan sendiri berdasarkan pengamatan Ike, tidak jauh berbeda dengan laki-laki. Hal ini karena sejak awal kriteria pekerjaan yang diinformasikan sudah sangat gamblang. Dari sistem manajemen pun, mereka sangat terbuka untuk mendiskusikan bagaimana cara menyesuaikan tujuan perusahaan dan kebutuhan individu. “Tentu kalau kita kerja, the final objective adalah to meet company target. Tapi tidak melupakan juga kebutuhan individu. Setiap awal tahun ada satu accepting goals, kami open (berbicara) dengan atasan tentang tujuan seperti apa yang diharapkan. Jadi kami clear ekspektasinya. Misalnya, dari sisi karyawan, dia ada kendala dan itu bisa disampaikan pada saat goals statement, maka semua akan ada solusinya,” tutur Ike.

Komitmen Citi untuk membangun lingkungan kerja yang women friendly sendiri dilakukan dengan banyak cara. Salah satu programnya adalah AWS. Dari sekian sarana yang dimotori AWS, yang paling gampang misalnya flexy time. “Jadi sebatas itu sesuai dengan tujuan dan posisi kita untuk open diskusi dengan manajer, misalnya kebetulan pekerjaan saya bisa dikerjakan dari jam 10 siang sampai jam 6 sore. Saya bisa diskusi dengan manajer untuk bisa 8 jam sehari, tapi tidak start dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Mungkin baru start dari jam 10 pagi sampai jam 7 malam. Tentunya tidak semua posisi bisa seperti itu. Kalau misalnya di branch yang bukanya harus jam 8 pagi ya tidak bisa. Tapi kan ada banyak posisi yang sebenarnya bisa dilakukan. Itu salah satu tools yang dipakai untuk mengerti apa sih yang dibutuhkan dari karyawan terutama karyawan perempuan,” Ike mencontohkan.

Ada juga fleksibilitas untuk working from home. Citi menyebutnya sebagai remote office. Memang ada posisi-posisi tertentu yang tidak bisa ambil. Tapi ada pula yang bisa pakai. “Misalnya saya harus mengantar anak ke mana, ya mungkin saya akan ambil sewaktu-waktu tapi setelah itu daripada saya balik ke kantor, macet segala macam, habis di jalan, saya bisa akses komputer atau laptop selama ada wifi. Jadi sebenarnya saya bisa kerja juga. Yang seperti itu tinggal dibicarakan saja dengan atasan,” tutur Ike panjang lebar.

Contoh lainnya, di tim Ike sekarang ada satu ibu muda yang selama ini tidak punya pengasuh. “Jadi anaknya itu diasuh oleh ibu mertuanya. Kebetulan adik iparnya melahirkan, jadi ibu mertuanya harus pindah ke rumah adik iparnya. Padahal mencari pengasuh itu kan tidak gampang. Dan anaknya tidak mau langsung dekat-dekat dengan pengasuh. Jadi, salah satu dari tim saya itu minta izin selama sebulan kerja dari rumah. Kemudian kami lihat di tim apakah memungkinkan. Dan kebetulan memungkinkan. Jadi ya daripada dia resign, hanya untuk keperluan dua bulan, dan kebetulan kami bisa, ada solusi,” ujarnya.

Selain itu, Citi juga memiliki wadah Indonesia Women Council (IWC). Di sini, development program dan yang lain-lain, kesempatannya sama. Jadi mau international assigment, training, enrichment, atau promotion, yang pada akhirnya selalu dilihat adalah diversity. “Bahkan, pada saat kami me-review talent pun, ada spesific criteria dan specifict condition di mana setiap country akan dilihat, berapa persen sih kami bisa mempunyai perempuan di talent pool kami untuk tahun ini?” tuturnya.Terjemahkan

Lewat IWC pun, sejak tahun 2012, Citi telah berhasil membuat 4 lactation room. Tahun ini akan disusul 2 lagi yang kebetulan sudah masuk ke cabang Surabaya. Di dalam lactation room ini, Citi juga menyediakan beragam fasilitas yang diharapkan mampu membuat nyaman penghuninya. Misalnya, kursi khusus untuk ibu hamil. “Karena untuk duduk di kursi tegak itu kan sangat capek ya bagi mereka. Jadi paling tidak pada saat jam istirahat mereka bisa rebahan bergantian setengah jam. Dinding ruangannya pun kami pilih berdasarkan survei ke sejumlah wanita, mereka nyaman kalau menyusui atau memerah ASI di ruangan yang seperti apa? Ternyata jawabannya sepakat ungu. Ungu itu kan kesannya tenang, kalem ya. Jadi sampai sebegitunya kami menyediakan fasilitas untuk membuat pegawai wanita senyaman mungkin,” ungkap Novita S. Djani, Director Client Sales Management Head Citi Transaction Services yang merangkap pula sebagai Chairwoman IWC.

ovita S. Djani, Director Client Sales Management Head Citi Transaction Services

Novita S. Djani, Director Client Sales Management Head Citi Transaction Services

Kalau ditanya kenapa, Novita dengan terang mengatakan. “Dengan ibu-ibu mempunyai kesempatan untuk mempunyai sarana dan prasarana seperti itu, kami mengharapkan ASI mereka akan terus untuk anaknya selama 2 tahun. Dengan anak-anak juga full ASI sampai usia tersebut, kan pasti daya imun anak itu akan kuat sehingga si ibu tidak bolak-bolak izin ke dokter, izin anak sakit, atau apa. Jadi sebenarnya visi kami ke arah sana. Dengan kami menyediakan kenyamanan tersebut, si pegawai wanita itu juga Insya Allah akan loyal dengan perusahaan,” tambah Vita.

IWC dan manajemen HRD Citi ibarat kata saling mengisi. Keduanya saling memantau program yang sevisi misalnya bab mentoring karyawan. International assignment contohnya. “Ini kan kesempatan yang bagus. dan banyak perempuan yang sebenarnya ingin. Tapi kalau sudah menikah, sudah punya anak, biasanya mereka berpikir : bagaimana ya suami saya? Bagaimana anak saya? Mentoring itu salah satu cara untuk bagaimana sih cara mencari jalan keluarnya? Bisa diskusi dengan yang sudah punya pengalaman, dan lainnya,” Ike mencontohkan.

Apalagi sebagai global bank, kesempatan untuk berkarier di luar selalu terbuka. Basicly, ungkap Vita, tujuan utamanya adalah bagaimana Citi bisa mendorong karyawan untuk mencapai potensi dan objectif professional dia. “Bahwa dia bisa mempunyai kesempatan untuk international assignment bukan hanya di Asia, tapi juga ke luar Asia. Dan itu bisa dilihat mau placement-nya 3 tahun, 6 bulan, atau 3 bulan, itu tergantung dari si manajernya sendiri dan individunya. Kalau saya merilis satu anak buah ke luar, pasti takutnya kan posisinya hilang, nah itu saya isi dari sana. Jadi kami janjian sama teman-teman di region atau di luar sana, nanti saya bilang ayo kita tukar, dan saling mengisi, ”tutupnya. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved