Management Strategy

Dokumen Elektronik Bisa Tekan Biaya Logistik

Dokumen Elektronik Bisa Tekan Biaya Logistik

Indonesia berada di peringkat ke-53 dalam survei Logistics Performance Index 2014 yang dirilis Bank Dunia. Dari sisi daya saing logistik, RI kalah jauh dari negara tetangga seperti Singapura dan bahkan Vietnam. Tingginya biaya logistik ini melemahkan daya saing pengusaha lokal di pasar global. Dari data Badan Pusat Statistik, komponen tersebut menyedot 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, Direktur Utama PT Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) Tri Gunadi yakin penerapan dokumen elektronik dalam arus barang di pelabuhan bisa menekan tingginya biaya logistik yang harus dibayar pengusaha.

“Ini memang enabler, dokumen ini akan efisien kalau semua pemangku kepentingan, dari government agency termasuk pelaku bisnis menggunakannya. Harusnya yang men-drive adalah pemerintah,” katanya dalam Diskusi bertema “Pembenahan Sistem ICT untuk Menekan Biaya Logistik di Gedung PPM Manajemen, Jakarta, Rabu (25/3).

Jajaran narasumber Diskusi "Pembenahan ICT untuk Menekan Biaya Logistik" di Gedung PPM Manajemen, Jakarta.

Jajaran narasumber Diskusi “Pembenahan ICT untuk Menekan Biaya Logistik” di Gedung PPM Manajemen, Jakarta.

Menurut dia, seluruh pemangku kepentingan sebenarnya telah siap menerapkan konsep dokumen elektronik, terutama Kementerian Perhubungan yang punya kewenangan besar di arus keluar-masuk barang di pelabuhan. Seharusnya, Kemenhub yang menjadi leading untuk semua transaksi dokumen elektronik.

“Ada otoritas pelabuhan dan syahbandar. Tetapi, harus ada kerjasama dengan kementerian lain seperti Pertanian, Kelautan & Perikanan, Imigrasi, Bea Cukai. Sejauh ini, BC yang lebih siap. Memang di dunia itu yang lead itu kebanyakan Custom,” katanya.

Meski begitu,infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi yang diperlukan harus disiapkan lebih dulu. Kemudian, seluruh stakeholder terkait melakukan koordinasi serta standarisasi data elektronik agar nanti pertukaran dokumen bisa dipahami, termasuk juga menjaga kerahasiaan datanya.

“Informasi yang bisa dipertukarkan seperti manifest. Oleh karena itu perlu ada payung hukum yang jelas. Produk yang ditransaksikan apakah B to B, B to G, atau G to G. Disini legal framework juga penting. Nantinya hanya ada single manifest yang diterima government agency,” ujarnya.

Dirut PT Kamadjaja Logistics, Ivan Kamadjaja menambahkan, pemerintah juga harus memperhatikan muatan balik kapal. Contohnya saja, pelabuhan internasional di Manado, aktivitas bongkar-muat cukup tinggi. Sayang, kapal pulang dengan muatan kosong. Inilah yang menyebabkan biaya logistik melalui jasa angkutan kapal menjadi sangat mahal.

“Belum meratanya industri di berbagai daerah membuat muatan kapal menjadi satu arah. Kita kirim ke suatu daerah, tapi pas pulangnya kita kosong. Biaya jadi tinggi karena harga dihitung pulang-pergi. Pemerintah perlu menggenjot pertumbuhan industri di berbagai daerah sehingga tidak terpusat di Pulau Jawa,” katanya.

Direktur Utama PT Djakarta Lloyd menjelaskan, pemerintah mesti memiliki prioritas dalam pengembangan industri di daerah seiring tingginya biaya angkutan lewat laut. Ia mencontohkan pemerintah lebih baik membangun pabrik pengolahan daging di Sumbawa ketimbang membawa ternaknya menyusuri lautan menuju Pulau Jawa. “Memang, kendalanya adalah ketersediaan energi. Tapi, itu bisa diselesaikan,” ujarnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved