Management zkumparan

Frans Kesuma, Nakhoda Baru United Tractors

Frans Kesuma, Nakhoda Baru United Tractors
Frans Kesuma, Presiden Direktur PT United Tractors Tbk. (UT)
Frans Kesuma, Presiden Direktur PT United Tractors Tbk. (UT)

Pada 16 April 2019, ada momen penting dalam perjalanan karier Frans Kesuma. Hari itu, Frans resmi ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT United Tractors Tbk. (UT), menggantikan posisi Gidion Hasan, Presdir UT sebelumnya. Sejatinya, Frans bukanlah sosok asing di grup UT. Sebelumnya, ia menjadi Presdir PT Pamapersada Nusantara (Pama), anak usaha UT di bidang jasa pertambangan batu bara.

Di bawah kendali Frans, Pama dinilai berhasil memimpin ekspansi bisnis UT. Dari yang semula bergerak di bidang batu bara, baik sebagai kontraktor maupun pemilik konsesi tambang, kemudian melebarkan sayap ke sektor pertambangan emas. “Saya baru di posisi ini (Presdir UT), tapi sebenarnya sudah menjabat cukup lama di anak perusahaan UT, yaitu Pama, juga di UT tahun 2016 sebagai bagian dari Board of Director. Jadi, yang dialami dan challenge-nya apa sudah paham,” kata Frans menjelaskan.

Seperti kita ketahui, UT yang merupakan anak perusahaan PT Astra International Tbk. mempunyai dua peran. Pertama, sebagai distributor alat berat. Kedua, sebagai holding sejumlah perusahaan, seperti Pama (kontraktor penambangan), PT Tuah Turangga Agung dan PT Agincourt Resources (pertambangan), PT Bina Pertiwi, UT Heavy Industri, dan PT United Tractors Pandu Engineering (mesin konstruksi), PT Karya Supra Perkasa (industri konstruksi), serta PT Unitra Persada Energia dan PT Energia Prima Nusantara (energi).

Tentunya, tanggung jawab yang diemban Frans saat ini jauh lebih besar dibandingkan saat memimpin Pama. “Saat di Pama, fokusnya di kontraktor penambangan, arena usahanya itu konsesi penambangan, baik batu bara maupun mineral emas,” ucap Frans. Selain itu, ada tantangan di industrinya, yaitu saat ini 90% tergantung pada komoditas, terutama batu bara. Begitu harga batu bara turun. akan ada dampaknya. Sebaliknya, jika harga batu bara naik, pasti ada dampak yang menyenangkan, yaitu semua mengejar atau membutuhkan alat pertambangan. Nah, saat ini, banyak yang mengurangi ekspansinya.

“Kalau dibilang tantangannya apa, kita tahu bahwa harga batu bara pada pertengahan 2016 naik dan pertengahan 2018 mulai turun. Jadi, challenge-nya itu, harga komoditas yang drop, CPO (crude palm oil) juga drop. Tantangannya tentu ada perlambatan trading,” ungkap Sarjana Teknik Sipil lulusan Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, (1988) serta Master Sistem dan Teknik Jalan Raya dari Institut Teknologi Bandung (1991) ini.

Seperti diketahui, UT juga memiliki beberapa stream atau bagian bisnis. Salah satunya, United Tractors Construction Machinery, yaitu penjualan alat berat, suku cadang, dan service. Di sisi lain, dengan turunnya harga batu bara, stream kontraktor tambang yang notabene 100% milik UT pasti akan mengalami tekanan. Sementara konsesi batu bara juga sama. Harga yang turun pasti dampaknya akan dirasakan di perusahaan yang di bawah grup/stream untuk konsesi pertambangan.

Lalu, bagaimana strategi menghadapi harga yang turun? “Strateginya klasik. Sebagai perusahaan trading, pasti harus coba mengelola operational expenses (opex) . Kemudian, ikutan dari penurunan demand, pasti larinya ke inventory, baik itu unit ataupun sparepart. Yang lain, dengan penurunan demand yang sangat signifikan ini, pastinya kami juga lebih hati-hati dan dikontrol dengan tepat,” Frans memaparkan.

Di bidang pertambangan, pihaknya juga akan melakukan efisiensi karena menghadapi penurunan permintaan, pastinya akan ada kendala atau pressure utilisasi dari alat. “Pasti alatnya ada, tapi ada kapasitas berlebih, bagaimana kami bisa me-manage agar dampaknya tidak begitu berat,” katanya. Di sisi tenaga kerja, juga ada kendala karena kebutuhannya turun. Maka, dicoba disiasati dengan perubahan shift jam kerja. “Kami buat suatu sistem 24/7. Jadi, 24 jam penuh itu selalu terisi. Kalau waktu istirahat, ada yang menggantikan. Ini diharapkan bisa meningkatkan utilisasi atau jangan sampai ada pengurangan tenaga kerja,” tambahnya.

Di konsesi pertambangan, pihaknya harus mengelola biaya operasional. Selanjutnya, mencoba perencanaan tambang, apakah bisa dilakukan efisiensi dalam hal perubahan man plan, atau berusaha menurunkan jarak angkut yang berdampak pada penurunan biaya per satuan. “Jadi, kami coba overburden-nya dikurangi atau jarak angkutnya dikurangi, disesuaikan dengan man plan. Itu bisa kami manage untuk perubahan atau revisi man plan sehingga fit dengan kondisi bisnis yang ada,” ungkap Frans.

Bicara ke depan, rencana dan terobosan yang akan dilakukannya adalah, pertama, mendigitalisasi proyek, baik di mining contracting maupun UTCM (sedang dilakukan). Perusahaan ini pun sudah membangun command center yang diharapkan meningkatkan kinerja yang bisa menambah kepuasan konsumen. Kepuasan lebih besar yang dirasakan konsumen dapat menarik konsumen baru ataupun lama yang ingin menambah armada.

Dengan dibangunnya command center, informasi lebih updated sehingga konsumen bisa memantau bagaimana kondisi alatnya; kalau ada perbaikan, bagaimana prosesnya; kalau ada pemesanan suku cadang, delivery-nya kapan; dan pesanan tersebut di mana posisinya. Itu hal-hal yang bisa dimonitor sehingga konsumen mempunyai kepastian yang lebih baik, mereka pun bisa memprediksi kira-kira sebulan lagi adakah perawatan yang memerlukan beberapa suku cadang, sehingga pesanannya pun terjaga. Mereka juga bisa lebih dini untuk mengorder suku cadang, sehingga bisa dipenuhi dengan cukup baik.

Untuk Pama, yang dlakukan adalah mendigitalisasi proyek guna meningkatkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, dengan memanfaatkan teknologi untuk digital. Digitalisasi yang dimulai tahun lalu ini ada beberapa bagian karena modulnya cukup banyak, dengan proses dua tahun secara bertahap. “Ada beberapa modul yang masih on going dan ada yang sudah siap untuk berjalan. Tinggal masalah pengambilan data dari customer. Semakin banyak data, akurasinya akan semakin meningkat,” kata Frans, pria kelahiran 6 Agustus 1962 ini.

Digitalisasi sangat penting karena saat ini semua perusahaan memanfaatkan teknologi digital yang baru. “Ke depan, kami berpikir, kira-kira mineral apa lagi yang bisa digarap. Satu steam lagi adalah listrik untuk suplai listrik di area klaster pertambangan. Juga, kami akan masuk ke renewable energy. Mengerucut di dua hal, yaitu solar dan hydro. Memang masih dalam tahap studi, tapi akan kami kejar 3-4 tahun ke depan akan terealisasi,” Frans mengungkap rencana bisnisnya. Rencana lainnya, terus melihat peluang yang berkembang. Seperti pada pada 2-3 tahun terakhir, pihaknya mengakuisisi beberapa perusahaan. “Kalau ada opportunity, kami akan pelajari. Kami akan fokus di beberapa area. Misalnya, coking coal dan mineral, khususnya emas,” katanya.

Menengok kinerjanya, UT terus tumbuh. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian semester I/2019, UT membukukan pendapatan bersih Rp 43,3 triliun, meningkat 11% dibandingkan dengan semester I/2018 yang sebesar Rp 38,9 triliun. Sejalan dengan peningkatan pendapatan bersih, laba bersihnya pun meningkat, sebesar 2%, dari Rp 5,5 triliun menjadi Rp 5,6 triliun. Pertumbuhan laba bersih tersebut didorong kinerja yang lebih baik dari segmen usaha kontraktor penambangan dan adanya kontribusi baru dari segmen usaha pertambangan emas, tetapi ada penurunan kinerja segmen usaha mesin konstruksi dan industri konstruksi.

Segmen usaha mesin konstruksi, kontraktor penambangan, pertambangan batu bara, pertambangan emas, dan industri konstruksi secara berturut-turut memberikan kontribusi 28%, 44%, 16%, 8%, dan 4% terhadap total pendapatan bersih konsolidasian UT. (*)

Dede Suryadi dan Nisrina Salma

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved