Management

Gapki Optimistis Harga CPO Tembus US$ 1.000/Ton

Gapki Optimistis Harga CPO Tembus US$ 1.000/Ton

Meski akhir-akhir ini harga kelapa sawit (crude palm oil/CPO) cenderung turun di level US$ 800 per ton, tapi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimistis akhir tahun 2012 dapat beranjak naik dan menembus angka US$ 1.000 (Rp 9,5 juta) per ton. Bahkan, jika kondisi iklim terus mendukung, harapan produksi CPO Indonesia tahun 2012 sebesar 25,5 juta ton bisa dicapai, dengan harapan ekspor sebesar 18 juta ton.

Optimisme itu bukan asal mematok target, tapi berdasarkan beberapa asumsi penting yang mendasari. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki, menjelaskan, harga diperkirakan naik lagi karena didorong berkurangnya produksi kedelai sebagai sumber minyak nabati lainnya.

Selain itu, Ketua Bidang Pemasaran Gapki, Susanto, menambahkan, penurunan harga CPO sekarang dikarenakan pasokan mencapai 2 juta ton. Ini merupakan stok tertinggi sejak tahun 2010. Melimpahnya stok di Malaysia itu mampu menekan harga CPO. Sementara itu, ekspor CPO Malaysia melemah.

Dijelaskan Fadhil, tantangan dan hambatan dalam pengembangan industri CPO nasional di masa mendatang, akan semakin berat. Untuk menjaga momentum pertumbuhan industri yang mampu menyerap 3,5 juta tenaga kerja langsung ini, para pelaku industri kelapa sawit memusatkan perhatiannya pada 5 hal.

Pertama, keberhasilan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia saat ini, harus disadari bukan hanya karena faktor-faktor klimatologis, teknis agronomis, dan kesesuaian lahan. Namun, juga terutama karena adanya kebijakan pemerintah saat itu yang mendukung pengembangan industri kelapa sawit baik kebijakan berkait dengan aspek produksi, pembiayaan, dukungan infrastruktur, dan kerja sama lintas sektoral yang baik.

Fokus kedua, sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan yang jauh lebih besar dan kompleks yang memerlukan penanganan dan dukungan kebijakan dari semua stakeholders terutama dari pemerintah.

Tantangan-tantangan tersebut adalah makin gencarnya kampanye negatif terhadap produk CPO Indonesia yang dilancarkan oleh NGOs baik di dalam maupun luar negeri. Juga, kian banyak kebijakan-kebijakan yang menghambat perdagangan CPO yang diterapkan oleh negara-negara importir. Selain itu, makin besarnya tuntutan terhadap pengelolaan industri sawit yang berkelanjutan. Apalagi, munculnya kompetitor baru dalam industri kelapa sawit seperti Brazil dan Afrika.

Fokus ketiga, dari dalam negeri, pengembangan industri sawit menghadapi tantangan terkait kebijakan-kebijakan yang justru tidak kondusif dan bersifat overlapping antara satu lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah lainnya. Misalnya kebijakan rencana tata ruang wilayah kaitannya dengan kepastian lahan untuk ekspansi, bea keluar CPO, dan pengenaan pajak ganda (double taxation). Selain itu, infrastruktur yang tidak memadai membuat pengembangan perkebunan kelapa sawit ke depan semakin terbatas.

Perhatian keempat, fluktuasi harga CPO dalam jangka pendek dan menengah di tengah melemahnya harga CPO di pasar dunia pada semester I tahun 2012. Meskipun demikian, ekspor minyak sawit dan turunan sampai dengan bulan Juli 2012 tumbuh 7 % dibanding periode yang sama tahun lalu.

Fokus kelima, apakah Indonesia akan mampu mempertahankan posisinya sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia di tengah optimisme pemerintah yang menargetkan produksi CPO akan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020.

Pelantikan Pengurus Baru Gapki

Akhirnya pengurus baru Gapki periode 2012-2015 telah terbentuk. “Kami akan lebih fokus ke masalah-masalah dalam negeri, sehingga iklim investasi dan usaha di industri sawit bisa lebih baik lagi,” ujar Sekjen Gapki yang baru terpilih, Joko Supriyanto, beberapa waktu lalu.

Ke depan, Gapki ingin komit untuk mencapai industri berkelanjutan serta mencapai industri sawit yang berdaya saing tinggi. Untuk mencapai kedua hal itu, yang terutama harus dihadapi adalah persoalan dalam negeri untuk bagaimana ekspansi di sektor perkebunan bisa berjalan lancar.

Sementara itu, masalah-masalah dalam negeri yang harus segera dibereskan meliputi masalah tata ruang, beberapa regulasi di sektor fiskal dan perpajakan yang menghambat ekspansi sektor kelapa sawait.

Ketua Umum Gapki periode 2012-2015, Joefly Bachroeny, usai menegaskan, industri kelapa sawit Indonesia masih menghadapi tantangan yang sangat berat. “Jadi, kami akan mendorong pemerintah agar bisa mengeluarkan kebijakan yang mendukung perkembangan industri sawit nasional agar berdaya saing lebih tinggi,” dia menegaskan.

Berbeda dengan kepengurusan tahun-tahun sebelumnya, Gapki periode 2012-2015 ada sedikit perubahan struktur. Yaitu ada bidang sustainability yang baru diluncurkan. Ini sekaligus menguatkan tekad industri sawit harus mencapai keberlanjutan. Selain itu, kepengurusan sekarang juga ada bidang hukum dan advokasi untuk menampung anggota yang bermasalah.

Daftar susunan pengurus Gapki periode 2012-2015 terdiri dari: Ketua Bidang Urusan Dalam Negeri dijabat Freddy Widjaya, membawahi kompartemen urusan keuangan dan perpajakan (Budianto Tjuatja) dan urusan perdagangan (Julius).

Ketua Bidang Urusan Luar Negeri dipegang Darwin Indigo yang membawahi kompartemen kerja sama luar negeri (Kent Surya) dan kampanye industri (Sunardi R. Taruna).

Untuk Ketua Bidang Kebijakan Pemerintah terpilih Eddy Martono yang membawahi 4 kompartemen, yaitu urusan tata ruang dan pertanahan (Hemandy R. Karli), regulasi pusat (Bambang Noto Badriyanto, regulasi daerah (Darwin Nasution), dan hubungan pemerintah (Aminudin).

Sementara itu, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi dipimpin oleh Tungkot Sipayung yang membawahi kompartemen legal compliance (Hadi Susanto) dan litigasi (Hilda Handayani). Untuk Ketua Bisang Sustainability dijabat Daud Dharsono yang membawahi kompartemen lingkungan hidup (Untung Sukaedi), CSR (M. Natsir), dan sertifikasi (Haskarlianus Pasang).

Ketua Bidang Ketenagakerjaan adalah Berlino Mahendra Santosa yang membawahi kompartemen kebijakan tenaga kerja dan pengupahan (Ivan Iskandar Batubara), pengembangan SDM perkebunan (Iqbal Zainuddin).

Ketua Bidang Organisasi dikomandani Tjokro Putro Wibowo yang membawahi kompartemen pemberdayaan cabang (Kardi Maryoto), kerjasama kelembagaan (Marulam Angkat), dan penguatan kelembagaan petani (Haposan Panjaitan).

Ketua Bidang pemasaran diangkat Susanto yang membawahi kompartemen database pasar (Kanca Surya) dan pengembangan pasar dan promosi (Palar Sutojo).

Untuk Bidang Komunikasi diketuai Bambang Aria Wisena yang membawahi kompartemen media relations (Tofan Mahdi) dan informatika dan web management (Yudha Negara Njoman).

Selanjutnya Ketua Bidang Riset adalah Bambang Palgoenadi yang membawahi kompartemen riset ilmiah (Witjaksana Darmosarko), riset terapan (Tengku Syahmi Johan), dan pembinaan budidaya tanaman petani (Ida Bagus Mayun).

Bidang Agro Industri diketuai Benny Tjoeng yang membawahi kompartemen infrastruktur/cluster (Firsal F. Mutyara dan processing 7 technology (CVA Sumeisey).

Untuk Bidang Sekretariat diketuai Joko Supriyanto yang membawahi kompartemen urusan program (Kacuk Sumarto), urusan rumah tangga (Steaven Halim), dan urusan database anggota (Satrija B. Wibawa).

Bidang Bendahara diketuai Mona Surya yang membawahi kompartemen iuran anggota (Kanya Lakshmi Sidharta), administrasi keuangan (Kurniawanto Setiadi), dan treasury (Tiffani Nelwan).

Untuk Bidang Advisory & Grievances diketuai Ibrahim Pidie yang membawahi kompartemen advisory I (H. Andi Suwignyo), advisory II (Naif Ali Dahbul), dan grievances (Dasrizal Raham).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved